Ada satu permainan tradisional orang Bugis-Makassar yang biasanya dimainkan oleh kaum muda untuk menunjukkan kepiawaiannya dalam memainkan bola yang terbuat dari rotan. Permainan ini dilakukan untuk menarik perhatian para gadis-gadis yang hadir pada acara sunatan, panen atau pernikahan. Orang yang memainkan tarian ini disebut pa'raga, sedangkan cara memainkannya disebut ma'raga, didalam masyarakat Sulawesi Selatan tarian ini lebih dikenal dengan Tari Pa'raga.
Ma’raga atau gerakan melakukan raga dengan menggunakan bola rotan ini, pada dasarnya terdiri dari gerakan-gerakan seni bela diri. Berdasarkan cerita turun-temurun, permainan raga ini muncul dari sebuah kampung yang dahulu disebut Ujung Bulo, sebuah kampung di wilayah Maros. Kala itu, pa'raga hanya boleh dimainkan oleh para bangsawan dan keluarga kerajaan, sehingga olahraga inipun hanya digelar di lingkungan kerajaan untuk menyambut tamu dari kerajaan lain. Permainan ini berkembang dikalangan masyarakat biasa ketika seorang Karaeng dari Gowa memakai tarian ini sebagai media penyebaran agama Islam. Ia memperkenalkan alat-alat musik tradisional seperti gendang dan gong sehingga membuat ma’raga tidak hanya dilakukan dengan gerakan-gerakan biasa, namun diiringi dengan alat-alat musik tradisional.
Paraga Merupakan pertunjukan permainan bola raga yang dipindahkan dari kaki ke kaki atau ke tangan, pertunjukan ini dimainkan dengan suka cita. Dalam berbagai seremonial atau pesta rakyat, tari Pa’raga ini digelar dengan pa’raga dari para pemuda yang terampil dan terlatih baik. Mereka mengenakan pakaian adat yang terdiri dari passapu (penutup kepala khas Makassar berbetuk segi tiga), baju tutup (jas tradisional), dan lipa' sabbe (sarung khas Bugis-Makassar yang terbuat dari kain sutera). Pa'raga dimainkan tidak untuk dipertandingkan, melainkan sebagai atraksi unjuk kebolehan dan juga dimainkan secara beregu dengan jumlah anggota minimal 6 (enam) orang.
Bola pa'raga atau kadang hanya disebut bola raga, berbeda dengan bola biasa, sebab satu bola paraga yang utuh memiliki tiga lapis anyaman rotan. Satu lapis anyaman membutuhkan waktu pembuatan sekitar 45 menit. Jadi, dibutuhkan waktu sekitar 2 jam untuk menganyam satu bola pa'raga. Kebanyakan pemain paraga bisa membuat sendiri bola paraga. Jadi, jika ada bagian bola yang rusak, mereka bisa memperbaikinya.
Usai dibuat, bola paraga pun memerlukan perlakuan khusus sebelum dimainkan. Konon, bola paraga diberi mantra khusus oleh guru atau pemain senior paraga, agar keselamatan dan kekompakan para pemain tetap terjaga saat memainkan paraga. Sebelum aksi ma'raga, terlebih dahulu diadakan acara ritual yakni bola rotan yang akan digunakan diangkat keatas gentong yang telah terisi penuh dengan air, hingga bayangan bola tersebut tampak diatas air. Konon, bayangan bola inilah yang dipakai untuk ma'raga, bukan bola sebenarnya. Oleh sebab itu, di hampur seluruh permainan, bola rotan pa'raga tidak pernah jatuh meski diselingi assisoppo'-soppo' dimana para pemain bersusun-susun diatas pundak pa'raga lainnya sambil memainkan bola dengan cara yang atraktif.
Dalam tari pa'raga, bola rotan dipantul-pantulkan tidak hanya menggunakan kaki, tapi juga kepala dan tangan. Keberadaan passapu, topi segitiga yang diberi lapisan kanji sehingga posisinya tegak, sangat membantu para pa'raga saat melakukan olah bola dengan kepala. Para pa'raga juga kerap memanfaatkan sarung yang menjadi bagian dari kostum mereka untuk mengolah bola raga. Posisi pemain dalam mengolah bola raga pun beragam. Mulai dari berdiri, duduk, jongkok, hingga berbaring. Tari Pa'raga pun dimainkan dalam berbagai formasi. Salah satunya, formasi menara yang terbentuk dari tumpukan para pemain yang berdiri di atas bahu pemain lainnya hingga berbentuk seperti menara. Kentalnya corak Islami masih melekat pada atraksi ma’raga, setiap kali melakukan atraksi ma’raga, para pemainnya kerap melafalkan ”Lailahaillalah” dengan nada yang teratur. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga konsentrasi permainan yang tingkat kesulitannya sangat tinggi.
Hingga kini, tari tradisional ini masih tetap dilestarikan dan dimainkan pada acara penjemputan tamu istimewa, peresmian, festival, perkawinan dan acara-acara adat lainnya
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja
Jembatan Plunyon merupakan bagian dari wisata alam Plunyon-Kalikuning yang masuk kawasan TNGM (Taman Nasional Gunung Merapi) dan wisatanya dikelola Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) setempat, yaitu Kalikuning Park. Sargiman, salah seorang pengelola wisata alam Plunyon-Kalikuning, menjelaskan proses syuting KKN Desa Penari di Jembatan Plunyon berlangsung pada akhir 2019. Saat itu warga begitu penasaran meski syuting dilakukan secara tertutup. Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan zoom-in-whitePerbesar Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan "Syuting yang KKN itu kebetulan, kan, 3 hari, yang 1 hari karena gunungnya tidak tampak dibatalkan dan diu...