Tarian
Tarian
tarian Sulawesi Utara Sulawesi
Tari Mesalai - Sulawesi Utara
- 16 April 2016
Mesalai adalah salah satu jenis tarian tradisional yang berasal dari Provinsi Sulawesi Utara. Kesenian yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Kepulauan Sangihe Talaud ini dahulu merupakan bagian dari suatu upacara ritual sebagai perwujudan rasa syukur kepada Genggona Langi Duatung Saluruang (Tuhan Yang Maha Tinggi Penguasa Alam Semesta) atas segala anugerah yang telah diberikan-Nya. Namun, seiring dengan perkembangan zaman dan masuknya agama-agama baru, tari mesalai saat ini juga digunakan sebagai pelengkap upacara adat dan syukuran, seperti: khitanan, perkawinan, mendirikan rumah baru, peresmian perahu baru dan lain sebagainya.

Peralatan dan Busana
Peralatan musik (waditra) yang digunakan untuk mengiringi tari mesalai adalah tegonggong yang iramanya terdiri dari lima macam, yaitu:
(1) tengkelu bawine (irama untuk wanita);
(2) tengkelu sonda (irama untuk pria);
(3) tengkelu sahola (irama lincah);
(4) tengkelu balang (irama mendayung); dan
(5) tengkelu duruhang (irama menyusur pantai). Irama musik tegonggong ini dipadukan dengan sasambo atau lagu pujaan yang berisi ajaran tentang baik dan buruk, hubungan antarmanusia, manusia dengan Sang Pencipta, dan manusia dengan alam lingkungannya.

Busana yang dipakai oleh para penari pria adalah busana adat yang disebut laku tepu. Busana ini terbuat dari tumbuhan sejenis pisang yang kadang disebut juga serat manila. Selain itu, para penari pria juga menggenakan tutup kepala yang terbuat dari lipatan kain yang disebut paporong dan sapu tangan (lenso).
Sedangkan, busana yang dikenakan oleh penari wanita diantaranya adalah:
(1) laku tepu;
(2) papili (mahkota yang terbuat dari kulit penyu yang dihiasi sejenis bunga angrek);
(3) topo-topo (rangkaian bunga yang dililitkan pada sanggul);
(4) soho (kalung);
(5) galang (gelang);
(6) lenso (sapu tangan);
(7) boto pasige (sanggul).

Pertunjukan Tari Mesalai
Pertunjukan tari mesalai diawali dengan masuknya para penari wanita yang berjalan dengan lemah gemulai, lalu memberi hormat (mindura) pada para penonton. Dalam gerakan menghormat tersebut, penari diiringi tabuhan tegonggong dengan irama tengkelu bawine dan nyanyian sasambo yang syairnya berbunyi “Kawansang ana gune, kumandang kapetuilang” (keagungan penari wanita, kerdipan mata seperti disangga).

Setelah itu, para penari pria akan menyusul masuk pentas dan kemudian memberi hormat pada para penonton. Selanjutnya, mereka langsung menari dengan gerakan kaki yang dihentak-hentak ke lantai dan gerakan tangan yang diayunkan ke muka sesuai dengan tabuhan tegonggong yang berirama tengkelu senda (irama laki-laki). Sedangkan, syair sasambo yang dinyanyikan berbunyi “Su pedimpolangang, salaing ese mang ene”, yang artinya “dalam setiap pertemuan tarian tetap (harus) ada”.

Kemudian, para penari akan membentuk lingkaran sambil terus menghentakkan kaki dan mengayunkan tangan ke kiri dan ke kanan secara bergantian. Irama yang ditabuh dalam mengiringi gerakan ini adalah tengkelu sahola dan syair lagu yang dinyanyikan berbunyi “Sengkalitu sengkara angeng, sengka pemedi limbene” yang artinya, “serempak dan bersama-sama naik, serempak melenggangkan tangan.”

Selanjutnya, para penari pria akan berpasangan dengan penari wanita untuk menarikan tari pergaulan yang disebut medalika. Pada gerakan tari ini para penari memegang sapu tangan dengan kedua belah tangan dan berputar membentuk lingkaran. Kemudian para penari wanita akan berjongkok dan penari pria mengelilinginya sambil melakukan gerakan mengaleke.

Ketika irama tegonggong berganti menjadi tengkelu balang, para penari berganti posisi dan mulai memainkan gerakan mendayung yang merupakan simbol dari masyarakat Sangihe Talaud yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan. Dalam gerakan ini sasambo yang dinyanyikan berbunyi “Dasalipe mapia, salai megugunena”, yang artinya “berbalaslah lagu secara serasi, para penari semakin halus dan mantap.”

Gerakan selanjutnya adalah salaing durung (menyusuri pantai). Pada gerakan ini para penari akan menari sambil menghentakkan kaki diiringi irama tengkelu durunghang dan syair sasambo yang berbunyi “Gagaweangu sangihe, ndai tuo katamang” (kebudayaan Sangihe Talaud, semoga tumbuh dan berkembang). Setelah syair sasambo selesai dinyanyikan, para penari akan memberi hormat pada para penonton sebelum meninggalkan panggung.

Nilai Budaya
Mesalai sebagai tarian khas orang Sangihe Talaud, jika dicermati, tidak hanya mengandung nilai estetika (keindahan), sebagaimana yang tercermin dalam gerakan-gerakan tubuh para penarinya. Akan tetapi, juga nilai kerukunan dan kesyukuran. Nilai kerukunan tercermin dalam fungsi tari tersebut yang diantaranya adalah sebagai ajang berkumpul antarwarga dalam suatu kampung atau desa untuk merayakan suatu upacara adat dan saling bersilaturahim sehingga menciptakan suatu kerukunan di dalam kampung atau desa tersebut. Sedangkan, nilai kesyukuran tercermin dalam tujuan diselenggarakannya tarian tersebut, yang merupakan salah satu unsur dalam penyelenggaraan suatu upacara adat sebagai perwujudan rasa syukur kepada Sang Pencipta. 
 
 
 
 
 

Sumber:
Tim Koordinasi Siaran Direktorat Jenderal Kebudayaan. 1998. Aneka Ragam Khasanah Budaya Nusantara IX. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

 

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Ginonjing
Cerita Rakyat Cerita Rakyat
Jawa Tengah

Ginonjing adalah istilah yang digunakan untuk menamai emansipasi Kartini. Istilah tersebut diambil dari nama gending Ginonjing yang digemarinya dan adik-adiknya. Ginonjing berasal dari kata gonjing dalam bahasa Jawa yang berarti "goyah karena tidak seimbang". Ginonjing juga bisa berarti “digosipkan”. Ungkapan ini mengingatkan kepada gara-gara dalam pewayangan yang memakai ungkapan gonjang-ganjing . Menurut St. Sunardi, istilah itu dipilih Kartini sendiri untuk melukiskan pengalaman batinnya yang tidak menentu. Saat itu, dia sedang menghadapi zaman baru dan mencoba menjadi bagian di dalamnya.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Vila Van Resink
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Vila Van Resink adalah bangunan cagar budaya berbentuk vila yang terletak di Jalan Siaga, Kalurahan Hargobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pemilik awal vila ini adalah Gertrudes Johannes "Han" Resink, seorang anggota Stuw-groep , sebuah organisasi aktif pada Perang Dunia II yang memperjuangkan kemerdekaan dan pembentukan negara demokratis Hindia Belanda. Bangunan tersebut dibangun pada masa pemerintah Hindia Belanda sebagai bagian dari station hill (tempat tetirah pada musim panas yang berada di pegunungan) untuk boschwezen dienst (pejabat kehutanan Belanda). Pada era Hamengkubuwana VII, kepengelolaan Kaliurang (dalam hal ini termasuk bangunan-bangunan yang berada di wilayah tersebut) diserahkan kepada saudaranya yang bernama Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Mangkubumi. Tanah tersebut lantas dimanfaatkan untuk perkebunan nila, tetapi kegiatan itu terhenti kemudian hari karena adanya reorganisasi pertanian dan ekonomi di Vors...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Gereja Kristen Jawa Pakem Kertodadi
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Gereja Kristen Jawa (GKJ) Pakem Kertodadi adalah salah satu gereja di bawah naungan sinode Gereja Kristen Jawa, yang terletak di Jalan Kaliurang km. 18,5, Padukuhan Kertadadi, Kalurahan Pakembinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Awal mula pertumbuhan jemaat gereja ini berkaitan dengan keberadaan Rumah Sakit Paru-Paru Pakem, cabang dari Rumah Sakit Petronela (Tulung), yang didirikan di wilayah Hargobinangun. Sebelum tahun 1945, kegiatan keagamaan umat Kristen diadakan secara sederhana dalam bentuk renungan atau kebaktian pagi yang berlangsung di klinik maupun apotek rumah sakit yang dikenal dengan nama "Loteng". Para perawat di rumah sakit tersebut juga melakukan pelayanan kesehatan ke dusun-dusun di sekitarnya, yaitu Tanen, Sidorejo, Purworejo, dan Banteng. Menurut Notula Rapat Gerejawi, jemaat gereja ini mengadakan penetapan majelis yang pertama kali pada 21 April 1945. Tanggal tersebut lantas disepakati sebagai hari jadi GKJ Pa...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Situs Cepet Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Situs Cepet Pakem adalah situs arkeologi yang terletak di Padukuhan Cepet, Kalurahan Purwobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan temuan dua buah yoni dan sejumlah komponen arsitektur candi di sekitarnya, situs ini diduga merupakan reruntuhan sebuah candi Hindu dari masa klasik. Lokasinya kini berada di area permakaman umum Padukuhan Cepet, berdekatan dengan sebuah masjid. Benda cagar budaya (BCB) utama yang ditemukan di situs ini adalah dua buah yoni yang terbuat dari batu andesit. Kondisi keduanya telah rusak, sedangkan lingganya tidak ditemukan. Yoni pertama awalnya berada di pekarangan penduduk bernama Pujodiyono, tetapi sekarang dipindahkan di halaman makam. Yoni ini memiliki ukuran relatif besar dengan bentuk yang sederhana, yaitu lebar 134 sentimeter, tebal 115 sentimeter, dan tinggi 88 sentimeter. Bagian bawah cerat yoni tersebut tidak bermotif dan memberikan kesan bahwa pengerjaannya belum selesai. Sementara itu, terdap...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Situs Potro
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Situs Potro atau Pancuran Buto Potro adalah situs arkeologi yang terletak di Padukuhan Potro, Kalurahan Purwobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Situs ini terdiri atas dua benda cagar budaya (BCB) utama yang seluruhnya terbuat dari batu andesit, yaitu jaladwara dan peripih. Jaladwara di situs ini oleh masyarakat setempat dikenal dengan nama Pancuran Buto, karena bentuknya menyerupai kepala raksasa (kala) dengan mulut terbuka, gigi bertaring, dan ukirannya menyerupai naga. Sementara itu, keberadaan peripih berukuran cukup besar di situs ini menimbulkan dugaan bahwa pernah berdiri sebuah bangunan keagamaan di sekitar lokasi, kemungkinan sebuah candi, meskipun bentuk dan coraknya tidak dapat dipastikan karena minimnya artefak yang tersisa.

avatar
Bernadetta Alice Caroline