Suku Kubu merupakan suku yang menetap di perbatasan antara Jambi dan Sumatera Selatan. Kehidupannya yang masih semi-nomaden di sekitar hutan Taman Nasional Bukit 12, menjadikan masyarakat Kubu masih mempunyai pola kehidupan yang homogen. Hal tersebut terlihat dari pola mata pencaharian masyarakat Suku Kubu yang masih terfokus pada kegiatan berladang dan berburu.
Kedekatan masyarakat Suku Kubu dengan alam menjadikan suku yang hidup di pedalaman ini kerap memanfaatkan hutan untuk keperluan hidup sehari-hari, seperti untuk makan dan pengobatan. Kedekatan dengan alam inilah yang mempengaruhi pola pikir masyarakat Suku Kubu untuk terus memanfaatkan hutan dan terus menjaga kelestariannya. Bagi masyarakat Suku Kubu, menghancurkan hutan sama halnya dengan menghancurkan kehidupan.
Salah satu bentuk ketergantungan Suku Kubu dengan alam terlihat dari upacara pengobatan tradisional, yang kerap dilakukan ketika ada seseorang yang terjangkit sakit parah. Masyarakat Suku Kubu percaya orang yang sakit tubuhnya tengah dirasuki roh jahat. Oleh karena itulah, mereka harus mengadakan upacara setelah ramuan obat tradisional diberikan untuk mengusir roh jahat tersebut.
Upacara pengobatan tradisional inilah yang kemudian menginspirasi lahirnya sebuah tari kreasi yang diberi nama tari Kubu. Tari kreasi Kubu ditarikan oleh lima orang laki-laki dan lima orang perempuan, dengan mengenakan pakaian yang biasa digunakan masyarakat suku Kubu dalam kesehariannya.
Gerak tari Kubu bertumpu pada gerakan tangan dan hentakan kaki. Pada bagian akhir digambarkan bagaimana seorang yang sedang terserang penyakit diangkat secara beramai-ramai dan didoakan dengan mantera-mantera, yang sebelumnya diberikan ramuan obat yang berasal dari alam. Para penari yang lain kemudian membentuk formasi melingkar dengan seseorang yang sedang terjangkit penyakit berada di tengahnya.
Tari Kubu diiringi oleh alunan musik rampak yang dihasilkan dari perpaduan alat musik tradisional berupa kendang, perkusi, dan kecrek. Suara rampak dari garapan musik pengiring disesuaikan dengan gerak hentakan kaki para penari. Tata cahaya juga berpengaruh bagi terciptanya suasana, sehingga para penonton ikut larut dalam cerita yang sedang dibangun melalui tarian.
Secara umum, tari Kubu mencoba mengangkat kembali ide bahwa manusia tidak akan lepas dan selalu bergantung dengan alam, dan alam menjadi penopang kehidupan manusia. Tari kubu mengamanatkan manusia untuk tetap melestarikan alam dengan memanfaatkannya, dan bertanggungjawab dengan cara menjaga dan melestarikannya untuk kehidupan generasi selanjutnya. [AhmadIbo/IndonesiaKaya]
Sumber: https://www.indonesiakaya.com/jelajah-indonesia/detail/tari-kubu-tari-kreasi-yang-diadaptasi-dari-upacara-pengobatan-tradisional
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja