Tari Gembu
Tari Gembu atau Tari Gambu berasal dan berkembang di daerah Sumenep, Madura, Jawa Timur. Tari ini menggambarkan peristiwa pertempuran keprajuritan. Dahulu Tari Gembu lebih dikenal dengan Tari Keris yang diciptakan oleh Arya Wiraraja dan diajarkan pada para pengikut Raden Wijaya saat mengungsi di keraton Sumenep. Oleh Kanjeng Pangeran Ario Anggadipa, tarian ini diberi nama “Kambuh” yang dalam bahasa Jawa berarti “terulang kembali” dan lama kelamaan berubah istilah menjadi Tari Gambu dalam logat Sumenep.
Dalam penyajiannya, Tari Gembuh diperagakan oleh empat penari yang menggunakan pola posisi segi empat berdasarkan empat kiblat, yaitu gambaran empat arah mata angin, barat-timur-utara-selatan, sedangkan di bagian tengah merupakan titik bayangan yang disebut sebagai mata hati dan tidak ada penarinya, titik bayangan ini dinamakan pancer. Pola posisi tersebut disebut sebagai kiblat papat lima pancer.
Para penari menggunakan properti dalam bentuk tameng kecil yang dikenakan pada punggung tangan. Pada tameng tersebut dihiasi ornamen yang terbuat dari bahan cermin. Cermin dapat memantulkan sinar, oleh karena itu cermin digunakan sebagai senjata untuk melindungi diri dari serangan musuh serta membantu mengelabuhi pandangan musuh.
Busana penari terdapat semacam hiasan kain yang diselipkan pada stagen berwarna putih-merah-hijau-kuning. Putih sebagai simbol kesucian, merah sebagai simbol keberanian, hijau sebagai simbol kesuburan, dan kuning sebagai simbol ketulusan.
Tari ini menggunakan teknik pernapasan dalam gerakannya. Arah gerakan penari yang selalu dilakukan ke arah kanan merupakan simbol perputaran bumi serta simbol dari perjalanan darah pada tubuh manusia, sedangkan gerakan kaki lebih dominan pada perpindahan telapak kaki bergerak merapat pada lantai, hal ini dilakukan sebagai transformasi energi bumi ke dalam tubuh manusia. Pada bagian akhir tarian, disajikan adegan peperangan.
#NirmalaPembangunBangsa
#OSKMITB2018
#BudayakanMengarsipBudaya
Prajurit pemanah dari komunitas pemanah berkuda indonesia (KPBI) mengikuti Festival Keraton Nusantara 2017. mewakili kasultanan kasepuhan cirebon. PAKAIAN : terdiri dari ikat kepala/ totopong khas sunda jenis mahkuta wangsa. lalu baju & celana pangsi sunda berwarna hitam. dengan baju corak ukiran batik khas sunda di bagian dada. kain sembong berwarna ungu di ikat di pinggang bersamaan dengan senjata tajam berupa golok dan pisau. untuk alas kaki sebagian besar memakai sendal gunung, namun juga ada yang memakai sepatu berkuda. BUSUR : sebagian besar memakai busur dengan model bentuk turkis namun ada juga yang memakai busur model bentuk korea. ANAK PANAH : Semua nya memakai anak panah bahan natural seperti bambu tonkin, kayu mapple & kayu spruce. QUIVER ( TEMPAT ANAK PANAH ): Semua pemanah menggunakan quiver jenis backside quiver atau hip quiver . yaitu quiver yang anak panah di pasang di pinggang dan apabila anak panah di pasang di dalam quiver , nock ana...
Pasukan pemanah dari komunitas pemanah berkuda indonesia (KPBI chapter dki jaya) mengikuti Festival Keraton Nusantara 2017. mewakili kesultanan kasepuhan cirebon. PAKAIAN: terdiri dari ikat kepala/ totopong khas sunda jenis mahkuta wangsa. lalu baju & celana pangsi sunda. dengan baju corak ukiran batik khas sunda di bagian dada. untuk alas kaki sebagian besar memakai sendal gunung, namun juga ada yang memakai sepatu berkuda. BUSUR: sebagian besar memakai busur dengan model bentuk turkis dan ada juga memakai busur model bentuk korea. ANAK PANAH: Semua nya memakai anak panah bahan natural seperti bambu tonkin, kayu mapple & kayu spruce QUIVER (TEMPAT ANAK PANAH): Semua pemanah menggunakan quiver jenis backside quiver atau hip quiver . yaitu quiver yang anak panah di pasang di pinggang dan apabila anak panah di pasang di dalam quiver , nock anak panah menghadap ke belakang.
aksi pertunjukan pusaka dan pasukan kesultanan kacirebonan dari balaikota cirebon sampai ke keraton kacirebonan
Para pasukan penjaga keraton Sumedang larang