Tari Dolalak merupakan warisan budaya bangsa yang berasal dari Purworejo Jawa Tengah. Tidak ada yang tau kapan pastinya tarian ini mulai berkembang, berdasarkan beberapa sumber tarian ini sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Di mana setiap unsur geraknya diadopsi dari perilaku serdadu – serdadu atau yang orang awam seperti kita ini menyebutnya sebagai tentara Belanda. Pada masa itu serdadu Belanda sangat gemar sekali untuk menunjukkan euforianya, salah satunya adalah berpesta, berdansa, dan minum minum. Dolalak sendiri diambil dari kata “do” dan “la-la” yang dimaksud not balok dari do,re,mi,fa,sol,la,si,do, yang diambil dari pendengaran penduduk pribumi yang berubah menjadi lidah jawa dolalak. Dulu sekali, tarian ini dijadikan sebagai media untuk meluluhkan hati kolonial Belanda. Jadi,dengan kata lain terselip unsur politik di dalamnya.
Tarian ini bila dilihat secara sepintas hampir mirip dengan tarian Angguk dari Yogyakarta, terlihat dari kostum dan bentuk penyajiannya. Namun begitu, tentunya ada perbedaan yang menonjol dari keduannya.
Tari Dolalak ini sangat populer di masyarakat dan diberbagai kalangan. Tua muda sama – sama menikmati pertunjukan tersebut, karna seiring berjalannya waktu juga Dolalak tidak ditanggap (dipentaskan) di sembarang acara, melalankan momen – momen khusus seperti hajatan, pernikahan, khitanan, dan lain – lain.
Seringkali pertunjukan tari ini, dilakukan di malam hari.Mengapa? Pasti kalia bertanya – tanya. Di samping sebagai hiburan tarian ini juga memiliki beberpa unsur – unsur dominan yang melekat di dalamnya. Terkesan indah tapi juga sedikit menyeramkan memang. Kearifan budaya ini juga memunculkan sisi magis dan mistis. Ingat jaran kepang?Kesenian ini hampir mirip dengan Dolalak, yang pada puncak acaranya diwarnai dengan kesetanan atau kesurupan. Pada pementasan diiringi dengan alunan syair islami dan tabuhan kemelan lengkap dengan mantra khusus serta sesajian. Kentara sekali keunikannya.
Dolalak sendiri dipentaskan oleh wanita – wanita atau bahkan pria baju serdadu berwarna hitam dan dilengkapi dengan aksen berwarna emas dibagian tertentu, tidak lupa juga terselampir selendang berwarna cerah. Dahulu, celana yang digunakan adalah celana panjang selutut, namun berjalannya waktu bagi penari wanita menggunakan celana pendek (hot pants) dan stoking senada dengan warna kulit.
Pertujukannya sendiri diawali dengan beberapa gerombol penari yang melakukan gerakan khas serdadu secara berulang- ulang dan diiringi dengan alunan syair seperti sholawat, tembang jawa, dan lainnya. Tembang tembang tersebut mengandung sindiran sosial dan kritik. Lama – kelamaan beberapa diantara mereka akan mengalami kesurupan yang lebih dikenal masyarakat dengan sebutan “mendhem”, uniknya tidak seperti jaran kepang, penari tersebut tetap menari sesuai dengan irama dan ritme yang ada. Lucunya terkadang di samping meminta sesajian, si penari yang kesurupan tersebut meminta hal hal yang aneh- aneh, sehingga menimbulkan gelak tawa dari para penikmat pertunjukan. Pada akhirnya, lama –lama ketukan irama pengiring akan berubah menjadi sangat cepat, dan secara sepontan penari akan dengan sendirinya melakuakn gerakan – gerakan untuk menyadarkan dirinya sendiri.
Namun, sayangnya makin kesini sudah sangat jarang ditemui pertunjukan tarian ini. Hanya segelintir orang saja yang dengan berbesar hati berusaha untuk melestarikannya. Padalah, di dalam Tarian Dolalak terdapat segudang pesan yang dapat dipetik, di samping sisi hiburan penghilang stres. Terdapat banyak filsofi keagamaan serta sosial yang tersirat, salah satunya adalah bagaimana kita sebagai sesama makhluk hidup dituntut untuk dapat saling menghargai dan hidup berdampingan dengan selaras, dan mengakui serta mengingat adanya Tuhan di setiap tindakannya. Berbagi dan mengasihi adalah kunci keselarasan dalam kehidupan.
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja