Tarian ini dulunya merupakan tarian kemenangan Suku Mamasa yang sering dilakukan setelah pulang dari medan perang. Namanya adalah Tari Bulu Londong.
Tari Bulu Londong adalah salah satu tarian tradisional sejenis tarian perang yang berasal dari daerah Mamasa, Sulawesi Barat. Tarian ini merupakan tarian yang dibawakan oleh para penari pria dengan berpakaian dan bersenjata seperti layaknya para prajurit pada zaman dahulu. Seperti halnya tarian perang lainnya, Tari Bulu Londong merupakan salah satu tarian yang sudah hampir punah dan tidak pernah ditampilkan lagi seiring dengan tidak adanya perang seperti zaman dahulu.
Tarian ini kemudian diangkat kembali oleh masyarakat dan para budayawan yang ada disana sebagai apresiasi terhadap budaya lokal dan melestarikannya agar tidak punah seiring dengan pekembangan zaman. Walaupun sudah tidak lagi difungsikan sebagai tarian perang, namun Tari Bulu Londong kini lebih difungsikan sebagai tarian yang bersifat pertunjukan. Sehingga cocok ditampilkan untuk acara seperti penyambutan, perayaan, serta pertunjukan seni dan budaya.
Sejarah Tari Bulu Londong
Menurut sejarah, Tari Bulu Londong dulunya merupakan tarian yang dilakukan oleh para prajurit setelah pulang dari medan perang. Untuk merayakan kemenangan tersebut, mereka lakukan dengan Tarian Bulu Londong ini. Tarian ini dilakukan sebagai ungkapan rasa gembira dan rasa syukur atas keberhasilan serta kemenangan yang mereka dapatkan.
Para prajurit tersebut menari dengan membawa senjata serta kepala musuh yang mereka kalahkan di medan perang. Kepala musuh tersebut mereka pertunjukan kepada warga sebagai bukti kemenangan dan kehebatan mereka. Selain sebagai tarian perang, Tarian Bulu Londong juga sering ditampilkan sebagai bagian dari upacara Rambutuka bagi yang bernazar saat sakit. Ketika mereka sembuh dari penyakit yang dideritanya mereka juga merayakannya dengan tari bulu lomdong ini sebagai ungkapan rasa syukur.
Fungsi Dan Makna Tari Bulu Londong
Seperti yang dikatakan sebelumnya, tarian ini dulunya dilakukan untuk merayakan keberhasilan yang mereka dapatkan seperti kemenangan perang atau mereka yang sebuh dari sakit. Bagi masyarakat di sana, Tarian Bulu Londong ini dimaknai sebagai ungkapan kebahagian dan rasa syukur mereka. Selain itu Tari Bulu Londong kini juga dimaknai sebagai penghormatan kepada para leluhur.
Pertunjukan Tari Bulu Londong
Tari Bulu Londong ini biasanya dibawakan oleh para penari pria. Untuk jumlah para penari biasanya terdiri dari 5 orang atau lebih. Para penari tersebut menari dengan berpakaian perang dan membawa berbagai senjata sebagai peralatan menarinya. Peralatan menari tersebut terdiri dari, terompet bambu, pedang, dan tombak. Selain itu, salah satu penari juga membawa boneka kepala manusia.
Dalam pertunjukan Tari Bulu Londong diawali dengan membunyikan terompet bambu oleh para penari, setelah itu mereka memasuki arena. Setelah memasuki arena, kemudian para penari menari dengan gerakan-gerakannya yang khas sambil diiringi oleh musik pengiring. Untuk gerakan dalam tarian ini lebih didominasi gerakan gerakan tangan memainkan senjata. Pada tangan kanan memainkan pedang dan tangan kiri memainkan tombak. Selain itu pada gerakan kaki yang melangkah menghentak. Gerakan tersebut dipadukan dengan formasi yang berubah ubah sehingga terlihat bervariatif.
Pengiring Tari Bulu Londong
Dalam pertunjukan tari londong ini biasanya diiringi oleh musik tradisional seperti gendang. Gendang yang digunakan biasanya terdiri dari 2 gendang dan dimainkan oleh 4 orang secara bergantian. Sedangkan untuk irama yang dimainkan biasanya bertempo cepat namun disesuaikan dengan gerakan para penari. Selain itu dalam tarian ini juga diselingi dengan syair yang dibawakan oleh para penari. Sehingga saat mengucapkan syair, maka iringan musik dan gerakan tari akan berhenti, kemudian setelah syair selesai maka musik dilanjutkan kembali dan begitu juga para penari.
Kostum Tari Bulu Londong
Kostum yang digunakan para penari dalam pertunjukan Tari Bulu Londong merupakan kostum perang Suku Mamasa pada zaman dahulu. Selain itu penari juga dilengkapi dengan peralatan seperti senjata dan terompet yang terbuat dari bambu dengan hiasan daun-daun. Untuk senjata yang digunakan terdiri dari pedang dan tombak khas yang dihiasi dengan bulu-bulu.
Selain itu salah satu orang penari biasanya membawa boneka kepala manusia. Pada zaman dahulu kepala manusia yang dibawa merupakan kepala manusia asli, namun karena sekaran lebih difungsikan sebagai tari pertunjukan maka kepala manusia tersebut di ganti dengan kepala buatan atau boneka.
Perkembangan Tari Bulu Londong
Tari Bulu Londong termasuk salah satu tarian yang hampir punah dan jarang ditampilkan seiring dengan perkembangan zaman. Namun tarian ini kemudian diangkat kembali oleh masyarakat dan budayawan di sana. Walaupun sudah tidak difungsikan sebagai tarian perang, namun kesan tari perang dalam Tari Bulu Londong ini masih sangat kental.
Dalam perkembangannya, berbagai kreasi dan variasi dalam pertunjukan juga sering ditambahkan agar terlihat menarik. Namun mereka tidak menghilangkan ciri khas dan kesan tari perang dalam tarian tersebut. Tari Bulu Londong ini kini sering ditampilkan di berbagai acara seperti, penyambutan, perayaan, pertunjukan seni dan festival budaya. Walaupun tidak lagi ditampilkan sebagai tarian perang, hal ini dilakukan sebagai bagian dari usaha melestarikan dan memperkenalkan kepada generasi muda serta masyarakat luas akan budaya yang mereka miliki.
Sumber:
http://www.negerikuindonesia.com/2015/10/tari-bulu-londong-tarian-tradisional.html
Vila Van Resink adalah bangunan cagar budaya berbentuk vila yang terletak di Jalan Siaga, Kalurahan Hargobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pemilik awal vila ini adalah Gertrudes Johannes "Han" Resink, seorang anggota Stuw-groep , sebuah organisasi aktif pada Perang Dunia II yang memperjuangkan kemerdekaan dan pembentukan negara demokratis Hindia Belanda. Bangunan tersebut dibangun pada masa pemerintah Hindia Belanda sebagai bagian dari station hill (tempat tetirah pada musim panas yang berada di pegunungan) untuk boschwezen dienst (pejabat kehutanan Belanda). Pada era Hamengkubuwana VII, kepengelolaan Kaliurang (dalam hal ini termasuk bangunan-bangunan yang berada di wilayah tersebut) diserahkan kepada saudaranya yang bernama Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Mangkubumi. Tanah tersebut lantas dimanfaatkan untuk perkebunan nila, tetapi kegiatan itu terhenti kemudian hari karena adanya reorganisasi pertanian dan ekonomi di Vors...
Gereja Kristen Jawa (GKJ) Pakem Kertodadi adalah salah satu gereja di bawah naungan sinode Gereja Kristen Jawa, yang terletak di Jalan Kaliurang km. 18,5, Padukuhan Kertadadi, Kalurahan Pakembinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Awal mula pertumbuhan jemaat gereja ini berkaitan dengan keberadaan Rumah Sakit Paru-Paru Pakem, cabang dari Rumah Sakit Petronela (Tulung), yang didirikan di wilayah Hargobinangun. Sebelum tahun 1945, kegiatan keagamaan umat Kristen diadakan secara sederhana dalam bentuk renungan atau kebaktian pagi yang berlangsung di klinik maupun apotek rumah sakit yang dikenal dengan nama "Loteng". Para perawat di rumah sakit tersebut juga melakukan pelayanan kesehatan ke dusun-dusun di sekitarnya, yaitu Tanen, Sidorejo, Purworejo, dan Banteng. Menurut Notula Rapat Gerejawi, jemaat gereja ini mengadakan penetapan majelis yang pertama kali pada 21 April 1945. Tanggal tersebut lantas disepakati sebagai hari jadi GKJ Pa...
Situs Cepet Pakem adalah situs arkeologi yang terletak di Padukuhan Cepet, Kalurahan Purwobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan temuan dua buah yoni dan sejumlah komponen arsitektur candi di sekitarnya, situs ini diduga merupakan reruntuhan sebuah candi Hindu dari masa klasik. Lokasinya kini berada di area permakaman umum Padukuhan Cepet, berdekatan dengan sebuah masjid. Benda cagar budaya (BCB) utama yang ditemukan di situs ini adalah dua buah yoni yang terbuat dari batu andesit. Kondisi keduanya telah rusak, sedangkan lingganya tidak ditemukan. Yoni pertama awalnya berada di pekarangan penduduk bernama Pujodiyono, tetapi sekarang dipindahkan di halaman makam. Yoni ini memiliki ukuran relatif besar dengan bentuk yang sederhana, yaitu lebar 134 sentimeter, tebal 115 sentimeter, dan tinggi 88 sentimeter. Bagian bawah cerat yoni tersebut tidak bermotif dan memberikan kesan bahwa pengerjaannya belum selesai. Sementara itu, terdap...
Situs Potro atau Pancuran Buto Potro adalah situs arkeologi yang terletak di Padukuhan Potro, Kalurahan Purwobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Situs ini terdiri atas dua benda cagar budaya (BCB) utama yang seluruhnya terbuat dari batu andesit, yaitu jaladwara dan peripih. Jaladwara di situs ini oleh masyarakat setempat dikenal dengan nama Pancuran Buto, karena bentuknya menyerupai kepala raksasa (kala) dengan mulut terbuka, gigi bertaring, dan ukirannya menyerupai naga. Sementara itu, keberadaan peripih berukuran cukup besar di situs ini menimbulkan dugaan bahwa pernah berdiri sebuah bangunan keagamaan di sekitar lokasi, kemungkinan sebuah candi, meskipun bentuk dan coraknya tidak dapat dipastikan karena minimnya artefak yang tersisa.
Resep Sambal Matah Bahan-bahan: Bawang Merah Cabai Rawit Daun Jeruk Sereh Secukupnya garam Minyak panas Pembuatan: Cincang bawang merah, cabai rawit, daun jeruk, dan juga sereh Campur semua bahan yang sudah dicincang dalam satu wadah Tambahkan garam secukupnya atau sesuai selera Masukkan minyak panas Aduk semuanya Sambal matah siap dinikmati