Tappi’, adalah senjata tajam berupa keris yang terbuat dari besi. Senjata ini disebut pula "gajang”. Bentuk semakin ke ujung semakin kecil dan akhirnya meruncing (lihat gambar 4).
Dari hasil studi kepustakaan dapat diketahui bahwa bentuk senjata tajam seperti ini terdapat hampir di seluruh kawasan kepu lauan Indonesia, meskipun motif/ragam hiasnya berbeda satu dan lainnya.
Penggunaan tappi yang disebut keris ialah untuk menusuk lawan. Jelaslah, bahwa senjata tradisional jenis keris tersebut merupakan salah satu alat untuk membunuh lawan, baik dalam arena pertarungan perorangan maupun di dalam perang massal. Pada zaman dahulu hampir setiap orang di daerah Bone memiliki, menyimpan dan menggunakan keris sebagai senjata.
Tappi’, mempunyai fungsi kekerabatan yang lebih spesifik jika dibandingkan dengan jenis-jenis senjata tradisional lainnya. Keunikannya, karena tappi dapat berfungsi sebagai pengganti diri bagi pemiliknya. Hal ini, tercermin antara lain dalam urusan perkawinan. Apabila seorang laki-laki bangsawan ingin menikah dengan seorang wanita yang berasal dari keturunan todeceng. tosama, dan ata, maka dapat saja laki-laki bersangkutan tidak menghadiri perkawinannya. Dalam hal ini, si mempelai laki-laki cukup mengirimkan keris atau tappi’-nya untuk bersanding dengan mempelai wanita. Fungsi tappi’ tersebut di atas merupakan perwujudan daripada pola berpikir totalitas (totalitarian way of thingking), yaitu me mandang tappi sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pemi liknya. Dalam konteks lain, laki-laki yang bermaksud melakukan perantauan kadangkala menyimpan tappi’ sebagai teman yang akan senantiasa menjaga keselamatan isteri yang ditinggalkan di rumah. Fungsi lain dari senjata tappi adalah sama dengan fungsi tom bak (bessing), yaitu dapat menjadi barang pusaka secara turun temurun. Sistem pewarisannya tappi’ jatuh ke tangan anak laki laki tertua dalam suatu keluarga atau kerabat. Pemegang keris pusaka adalah sekaligus menjadi pemimpin dalam keluarga dan kerabatnya masing-masing. Apabila sebuah tappi dibalut seluruhnya dengan emas, maka itu pertanda sebagai senjata yang khusus digunakan oleh bangsa wan tinggi ataupun anggota keluarga dan kerabatnya. Salah satu contohnya ialah LAMAKKAWE (keris kerajaan Bone). Keris ini terbungkus seluruhnya dengan emas. Keris seperti ini disebut ”TATARAPENG”. Ada pula sejenis tappi’ yang terbungkus emas khusus pada sarungnya, disebut "Pasang Timpo". Keris/tappi’ seperti ini khusus digunakan oleh kaum bangsawan kerabat raja. Adapun tappi yang hanya separuh sarungnya terbungkus emas di sebut ”Pando”, keris seperti ini digunakan oleh anggota masyarakat dengan tingkat kebangsawanan yang lebih rendah daripada kerabat raja. Sedangkan, tappi’ yang hanya dibebat emas pada bagian tertentu seperti pangkal hulu, pangkal sarung dan pada bagian ujungnya, pemiliknya terdiri atas keturunan bangsawan rendah. Bagi todeceng, tappi’-nya berbalut perak, sedangkan bagi orang biasa (Tosama) tappi’ yang digunakannya biasa berlilitkan suasa atau perunggu. Semua itu menunjukkan bahwa tappi' (keris) mengandung fungsi dalam pranata kekerabatan di daerah Bone.
Sumber: Buku Senjata Tradisional Sulawesi Selatan
https://play.google.com/books/reader?id=hJ6KCgAAQBAJ&pg=GBS.PA37
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja