Tapa Bisu Mubeng Beteng bagi warga Yogyakarta adalah sebuah peristiwa penting yang dilaksanakan setiap malam 1 Muharram atau malam 1 Suro, sebuah tradisi tahunan mengelilingi benteng (Mubeng Beteng) yang dilakukan sebagai salah satu ritual yang rutin digelar oleh Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan diikuti oleh ratusan warga Yogyakarta dengan mengelilingi benteng-benteng Keraton.
Meskipun berlangsung di sekitar Keraton, secara resmi sebenarnya pihak Keraton tidak melakukan ritual tersebut. Kegiatan itu hanya dilakukan para Abdi Dalem Keprajan dan Punokawan yang mengabdi di Keraton. Ketika menjalani ritual tersebut seluruh Abdi Dalem mengenakan busana adat Jawa peranakan warna biru tua tanpa membawa keris dan tidak beralaskan kaki dengan membawa sejumlah bendera atau panji. Selama menjalani ritual mereka memanjatkan doa memohon keselamatan lahir dan batin serta kesejahteraan bagi diri pribadi, keluarga, bangsa, dan negara.
Ritual Mubeng Beteng dilakukan dengan berbagai tata cara seperti pembacaan macapat atau kidung berbahasa Jawa sebelum acara berlangsung, dan yang paling umum adalah prosesi sakral mengelilingi benteng-benteng Keraton sejumlah hitungan ganjil dengan berjalan tanpa menggunakan alas kaki dan tidak berbicara (Tapa Bisu).
Dibalik kesakralan tradisi tersebut, Mubeng Beteng memiliki berbagai makna yang sangat dalam. Mubeng Beteng dapat diartikan sebagai ungkapan rasa prihatin, introspeksi, serta ungkapan rasa syukur atas kelangsungan negara dan bangsa. Oleh sebab itu, tidak berbicara (Tapa Bisu) ketika ritual ini berlangsung merupakan simbol dari keheningan yang merupakan bentuk refleksi manusia terhadap Tuhannya.
Itulah tradisi Mubeng Beteng dilihat dari sisi kedalaman filosofinya. Intinya, dalam tradisi Mubeng Beteng bisa dikatakan sebagai upaya untuk menggelar doa dan sebagai ungkapan rasa syukur yang dilakukan lewat prosesi hening nan syahdu.Terlepas dari mitos yang beredar dalam masyarakat Jawa berkaitan dengan bulan Suro, namun harus diakui bahwa introspeksi menjelang pergantian tahun memang diperlukan.
Sumber : http://santapjogja.com/tapa-bisu-mubeng-beteng-merayakan-tahun-baru-jawa-dalam-hening/
Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...
Prajurit pemanah dari komunitas pemanah berkuda indonesia (KPBI) mengikuti Festival Keraton Nusantara 2017. mewakili kesultanan kasepuhan cirebon. PAKAIAN: terdiri dari ikat kepala/ totopong khas sunda jenis mahkuta wangsa. kain sembongb berwarnaungu di ikat di pinggang bersamaan dengan senjata tajam seperti golok dan pisau lalu baju & celana pangsi sunda. dengan baju corak ukiran batik khas sunda di bagian dada. untuk alas kaki sebagian besar memakai sendal gunung, namun juga ada yang memakai sepatu berkuda. BUSUR: sebagian besar memakai busur dengan model bentuk turkis dan ada juga memakai busur model bentuk korea. ANAK PANAH: Semua nya memakai anak panah bahan natural seperti bambu tonkin, kayu mapple & kayu spruce QUIVER (TEMPAT ANAK PANAH): Semua pemanah menggunakan quiver jenis backside quiver atau hip quiver . yaitu quiver yang anak panah di pasang di pinggang dan apabila anak panah di pasang di dalam quiver , nock anak panah menghadap ke belaka...
Prajurit pemanah dari komunitas pemanah berkuda indonesia (KPBI) mengikuti Festival Keraton Nusantara 2017. mewakili kesultanan kasepuhan cirebon. PAKAIAN : terdiri dari ikat kepala/ totopong khas sunda jenis mahkuta wangsa. kain sembong berwarna ungu di ikat di pinggang bersamaan dengan senjata tajam seperti golok ataupun pisau lalu baju & celana pangsi sunda. dengan baju corak ukiran batik khas sunda di bagian dada. untuk alas kaki sebagian besar memakai sendal gunung, namun juga ada yang memakai sepatu berkuda. BUSUR : sebagian besar memakai busur dengan model bentuk turkis dan ada juga memakai busur model bentuk korea. ANAK PANAH : Semua nya memakai anak panah bahan natural seperti bambu tonkin, kayu mapple & kayu spruce QUIVER (TEMPAT ANAK PANAH): Semua pemanah menggunakan quiver jenis backside quiver atau hip quiver . yaitu quiver yang anak panah di pasang di pinggang dan apabila anak panah di pasang di dalam quiver , nock anak panah menghad...
aksi pertunjukan pusaka dan pasukan kesultanan kacirebonan dari balaikota cirebon sampai ke keraton kacirebonan
Para pasukan penjaga keraton Sumedang larang