Suro'baca atau berdoa bersama untuk para leluhur menjelang Ramadhan merupakan tradisi turun-temurun di kalangan suku Bugis Makassar di Sulawesi Selatan (Sulsel).Acara tradisi ini biasanya dilakukan mulai sepekan hingga satu hari sebelum bulan suci Ramadhan (H-7 sampai H-1 Ramadhan).
Tradisi yang masih tetap terjaga baik di kalangan masyarakat pedesaan hingga perkotaan ini, biasanya diselenggarakan baik per rumah tangga ataupun berkelompok.Sebelum menggelar suro'baca, keluarga mempersiapkan aneka hidangan atau masakan seperti ayam gagape' (mirip opor ayam), ikan bandeng bakar yang dibelah dan diberi cabe dan garam yang sudah dihaluskan, lawa' (urap) dari pisang batu, dan sebagainya sesuai dengan kemampuan ekonomi si empunya hajatan.Untuk kue pencuci mulutnya, dipilih kue-kue tradisional misalnya kue lapis, onde-onde, dan cucuru' bayao.
Setelah semua hidangan tersebut siap disantap, terlebih dahulu diatur sedemikian rupa di ruangan yang disiapkan untuk membaca doa bersama yang dipimpin oleh seorang guru baca atau tokoh adat.Seluruh anggota keluarga akan duduk bersila di depan aneka hidangan sambil mengikuti guru baca berdoa dengan membacakan ayat-ayat suci Al-Qur'an serta mendoakan bagi almarhum (leluhur) mendapat keselamatan di akhirat dan keluarga yang ditinggalkan juga mendapatkan keselamatan, kesehatan dan dimudahkan rezekinya.
Prosesi serupa juga dilakukan jika suro'baca dilakukan berkelompok, artinya satu orang sebagai koordinator yang mengumpulkan pendanaan komsumsi, kemudian bersama-sama dengan anggota keluarga besar membuat aneka hidangan yang akan disajikan pada acara suro'baca pada bulan Sya'ban itu.Setelah semuanya siap, maka semua anggota keluarga besar berdoa bersama dipimpin guru baca. Selanjutnya, bersalam-salaman seraya saling memaafkan sebelum memasuki bulan Ramadhan, kemudian besantap siang bersama.
"Makna dari suro'baca ini, agar yang masih hidup tetap mengingat leluhurnya dan mengingat bahwa suatu saat juga akan ke akhirat. Selain itu, acara ini juga menjadi ajang silaturrahim untuk mempererat persaudaraan," jelas Daeng Mappong (75), guru baca yang sudah sepuluh tahun lebih memimpin tradisi suro'baca setiap menjelang Ramadhan di lingkungan suku Bugis Makassar di Kabupaten Maros, Sulsel.
Sementara Daeng Ngalusu (63) yang berperan sebagai bendahara tradisi itu mengatakan, setiap keluarga akan memberikan uang komsumsi sesuai dengan kemampuan dan keikhlasannya. Jadi tidak ditentukan besarannya. Bahkan yang tidak memiliki uang lebih, namun memiliki ternak ayam, biasanya menyumbang beberapa ekor ayam saja. Begitu pula yang berprofesi sebagai petani biasanya memberikan beberapa liter beras untuk berpartisipasi.
Tradisi lain yang mengikuti acara suro'baca ini, bagi kalangan Bugis Makassar yang masih memegang filosofi adat dan tarekattradisional terkait dengan Agama Islam, juga memanfaatkan bulan Sya'ban atau menjelang Ramadhan untuk mengajak putra-putrinya yang sudah akil balik memahami dan mendalami ajaran Islam lebih dekat.Guru tarekat yang sebagian besar adalah penganut tarekat Khalwatiah Syekh Jusuf -- salah seorang penyebar Agama Islam dan pahlawan nasional -- di Sulsel, akan menjadi penuntun bagi putra-putri Bugis Makassar mempelajari mulai tata cara berwudhu, shalat hingga mempersiapkan diri mencari bekal ke alam akhirat.
Begitu pula ziarah kubur menjelang Ramadhan, seakan sudah menjadi kewajiban bagi masyarakat Sulsel yang masih kental dengan tradisinya.Ketiga tradisi itulah yang masih dapat dijumpai di kalangan keluarga Bugis Makassar di Sulsel yang berpenduduk sekitar tujuh juta jiwa. Suatu tradisi yang memiliki makna yang mendalam yang intinya memupuk rasa kebersamaan, mengingat kematian dan mengajak berbuat kebajikan.
Sumber:
http://anibuma.blogspot.co.id/2008/09/surobaca-tradisi-menjelang-ramadan.html