"Sungguh kau siap?" tanya Tonaas Utara pada putri semata wayangnya. "Demi rakyat kita, aku siap," jawab Marimbouw mantap. Mata sang ibu berkaca-kaca menatap putrinya. Opo Empung, tetua adat To Un Rano Utara, memimpin upacara pengambilan sumpah Marimbouw. Seluruh rakyat To Un Rano Utara ikut datang menyaksikannya. "Aku bersumpah tidak akan menikah sebelum siap diangkat menjadi Tonaas To Un Rano Utara," begitu bunyi sumpah Marimbouw. Bagi masyarakat To Un Rano, sumpah adat adalah sumpah tertinggi. Bila orang yang bersumpah melanggar sumpahnya sendiri, yang menjadi hakim bukan rakyat ataupun tetua adat, melainkan alam semesta. Tonaas Utara terpaksa meminta Marimbouw melakukan sumpah adat. Semua itu dilakukan untuk menjaga agar To Un Rano Utara memiliki penerus takhta. Apalagi Tonaas Utara hanya memiliki seorang anak, perempuan pula. Sejak hari itu, Marimbouw menanggalkan pakaian wanitanya. Ia berpakaian layaknya laki-laki. Ia juga berlatih bela diri dan menggunakan senjata. Marimbouw sangat mahir memanah. Suatu hari, Marimbouw pergi ke hutan sendirian. Ia sudah lama berburu tapi belum juga mendapatkan buruan seekor pun. Kresssk! Marimbouw mendengar langkah kaki rusa. Ia segera menarik busurnya. Anak panahnya tepat mengenai kaki rusa. Saat Marimbouw mendekat dan menghampiri rusa yang terjatuh, sebuah tombak melesat ke arahnya. Untungnya ia berhasil menghindar. "Berhenti! Siapa kau?" seorang pemuda muncul, lalu mencabut tombak yang tertancap di batang pohon. "Kau bukan orang To Un Rano Selatan, kan? Kau pasti mata-mata!" tuduhnya. Marimbouw terkejut. Ia tak menyadari telah melewati sungai kecil yang menjadi batas wilayahnya. To Un Rano terletak di lereng sebuah gunung yang tinggi. Wilayah itu dibagi menjadi dua. To Un Rano Utara dipimpin oleh Tonaas Utara dan To Un Rano Selatan dipimpin oleh Tonaas Selatan. Sudah sejak lama mereka terikat aturan adat untuk tidak melewati batas, baik untuk berburu ataupun bermukim. Kini, Marimbouw sudah melanggarnya. "Maaf, aku tak sengaja. Aku tadi sedang mengejar rusa buruanku ini," balas Marimbouw. Si pemuda tak percaya ucapan Marimbouw. Ia menghunus tombaknya. Keduanya berkelahi. Marimbouw kalah gesit. Tombak pemuda itu mengenai pelipisnya dan membuat penutup kepalanya terlepas. Rambut panjang Marimbouw tergerai. Pemuda itu menghentikan serangannya. "Kau perempuan?" tanyanya agak terkejut. "Aku tak bertarung dengan perempuan!" Marimbouw ingin segera pergi tapi ia kelelahan. Ia duduk di bawah pohon sambil mengatur napas. "Sebenarnya kau siapa?" tanya si pemuda. Nada bicaranya sedikit melunak. "Aku Marimbouw. Kau?" "Aku Maharimbouw." Pemuda itu ternyata anak lelaki Tonaas Selatan. Dialah putra mahkota To Un Rano Selatan. Alih-alih bermusuhan, keduanya justru menjadi sahabat. Maharimbouw mengizinkan Marimbouw berburu hingga ke wilayah Selatan. Begitu juga sebaliknya. Marimbouw mengajari Maharimbouw memanah. Sebaliknya, Maharimbouw mengajari Marimbouw menggunakan tombak. Mereka bahkan sering pergi berburu bersama. Sebenarnya, saat mengetahui Marimbouw seorang perempuan, Maharimbouw tertarik padanya. Kini, setelah mereka bersahabat, Maharimbouw semakin yakin kalau Marimbouw adalah gadis yang baik. Ia ingin meminang Marimbouw. "Tidak bisa, Maharimbouw. Aku terikat sumpah pada rakyat dan tetuaku," Marimbouw menolak pinangan Maharimbouw, padahal sebenarnya ia juga jatuh hati pada pemuda itu. Maharimbouw bersabar. Ia menanti datangnya kesempatan lain. Ia juga tak menyerah membujuk Marimbouw agar mau menikah dengannya. "Marimbouw, kita bisa menikah diam-diam. Jika kita menikah, kelak kita bisa menyatukan To Un Rano. Rakyat kita akan lebih sejahtera," bujuk Maharimbouw. Marimbouw terus memikirkan tawaran Maharimbouw. Akhirnya, ia bersedia menerima pinangan Maharimbouw. Ia juga setuju untuk menikah tanpa sepengetahuan kedua orangtuanya. Upacara pernikahan pun digelar. Namun, tak lama setelah keduanya mengucapkan ikrar pernikahan, tanah yang mereka pijak berguncang. Sumpah tetaplah sumpah. Meskipun menikah secara diam-diam, Marimbouw telah melanggar sumpahnya. Gunung tinggi yang mereka diami meletus. Letusannya memuntahkan lahar panas dan batu-batu besar. Puncak gunung tersebut amblas membentuk cekungan. Air bah datang menyapu wilayah itu, termasuk kampung Marimbouw. Cekungan besar dari letusan gunung terisi air dan menjadi danau yang sangat luas. Danau yang terletak di Provinsi Sulawesi Utara tersebut kini dikenal dengan nama Danau Tondano yang berasal dari To Un Rano.
Sumber: http://indonesianfolktales.com/id/book/sumpah-sang-penerus-tahta/
BAHAN-BAHAN 1 ikat kangkung bumbu halus : 5 siung bawang merah 2 siung bawang putih 2 butir kemiri 1 sdt ketumbar bubuk seruas kencur aromatic : 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 btg sereh seruas lengkuas,geprek seasoning : 1 sdt garam (sesuai selera) 1/2 sdt kaldu bubuk 1/2 sdm gula jawa sisir 1 sdt gula pasir Rose Brand 1 bungkus santan cair instan Rose Brand 1 liter air 3 sdm minyak goreng untuk menumis CARA MEMASAK: Siangi kangkung cuci bersih,tiriskan Haluskan bumbu Tumis bumbu halus hingga harum dengan secukupnya minyak goreng,masukkan aromatic,masak hingga layu,beri air 1 lt Masukkan kangkung,beri seasoning,aduk rata Koreksi rasa Sajikan Sumber: https://cookpad.com/id/resep/25030546?ref=search&search_term=kangkung
Bahan: 1 buah tomat, potong dadu 2 ekor ikan tongkol ukuran sedang (1/2kg) 1/2 bks bumbu marinasi bubuk 1 sdt bawang putih Secukupnya garam Secukupnya gula 7 siung bawang merah, iris 5 buah cabe rawit, iris 2 batang sereh, ambil bagian putihnya, iris 3 lembar daun jeruk, iris tipis-tipis 1 bks terasi ABC Minyak untuk menumis Secukupnya air Cara memasak: Cuci bersih ikan tongkol. Taburi bumbu marinasi desaku, garam secukupnya, air 2 sdm ke ikan tongkol. Siapkan bahan-bahan. Iris tipis bawang merah, daun jeruk, seret, cabe rawit. Kukus ikan tongkol selama 10 menit. Lapisi dengan daun pisang atau daun kunyit. Boleh jg tidak d lapisi. Setelah ikan di kukus, goreng ikan. Tumis bawang merah dan bahan lainnya. Masukkan terasi yg telah dihancurkan. Setelah matang, masukkan ikan yang telah digoreng. Aduk hingga rata. Sajikan dengan nasi hangat. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/24995999?ref=search&search_term=dabu+dabu
Bahan-bahan Porsi 2 orang Bumbu Ikan bakar : 2 ekor ikan peda 1 sdm kecap 1/2 sdm Gula merah 1/2 sdt garam Minyak goreng Bahan sambal dabu-dabu : 7 buah cabe rawit merah, iris kecil 1 buah tomat merah, iris dadu 3 siung bawang merah,iris halus 2 lembar daun jeruk, buang tulang tengah daun, iris tipis 2 sdm minyak goreng panas Cara Membuat: Marinasi ikan dengan air perasan jeruk nipis dan garam secukupnya, diamkan 20 menit, kemudian panggang diatas teflon(aku di happycall yang dialasi daun pisang) sesekali olesi minyak plus bumbu ke ikannya(aku pakai bumbu kecap dan gula merah) panggang sampai matang. Cara bikin Sambal dabu-dabu : Campurkan semua bahan sambal dabu-dabu ke dalam mangkok kecuali minyak kelapa, panaskan minyak kelapa, kemudian siram diatas sambal tadi, sajikan ikan peda bakar dengan sambal dabu-dabu. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/15232544?ref=search&search_term=peda+bakar
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.