Salah satu permainan tradisional yang populer di kalangan anak-anak di Daerah Istimewa Yogyakarta adalah Sumbar suru. Adapula yang menyebut permainan ini dengan Sebar suru atau Simbar suru. Dinamakan sumbar suru, karena permainan ini dilakukan dengan menyebarkan biji-bijian. Setelah biji-bijian itu disebarkan, lalu disendok dengan daun yang sifatnya kaku, yang istilah Jawanya adalah "disuru". Daun yang digunakan bisa daun sawo kecik atau daun sawo manila. Jumlah pemain dalam permainan ini terdiri atas 2-5 orang anak, dan biasanya dijadikan dua kelompok. Setiap pemain berkewajiban memiliki sejumlah biji sawo kecik atau biji tanjung, yang cukup untuk bermain dan bagus kondisinya, misalnya sebanyak 50, 60, atau 100 biji. Untuk tempat kecik, biasanya dipergunakan kantong dari kain, atau sebuah besek kecil. Selain biji sawo kecik, setiap pemain juga memiliki suru dari daun yang hanya diambil bagian tengahnya saja. Bagian ujung dan pangkalnya dibuang. Sedangkan untuk tempat permainan diperlukan lantai yang datar dengan ukuran kurang lebih 40 x 40 cm. Bila seorang pemain akan memulai permainan sesuai dengan urutan giliran bermain, ia mengucapkan kata-kata: "sumbar awar-awar dadia saltar, jenggar".
Ketentuan-ketentuan dalam permainan sumbar suru ini antara lain:
1) Biji kecik harus yang kondisi sempurna, tidak boleh terlalu muda, dan cacat, misalnya retak, dan sebagainya,
2) Yang boleh disenduk (disuru) hanyalah yang berada di dalam batas tempat permainan. Yang berada di dalam garis harus ditentukan masuk atau keluar batas tempat bermain dengan jalan disodok dengan suru.
3) Ketika menyenduk, apabila sudah tersentuh tetapi tidak tersenduk, berarti mati atau harus digantikan oleh pemain urutan berikutnya.
4) Ketika menyenduk, bila menyentuh atau menggerakkan biji yang lain, berarti mati atau harus digantikan oleh pemain urutan berikutnya.
5) Bila tidak dapat dimasukkan dalam rongga tangan kiri juga dianggap mati atau harus digantikan oleh pemain urutan berikutnya.
6) Ketika menyenduk, duduknya tidak boleh berpindah. Apabila waktu menyenduk bokong sampai terangkat juga dianggap mati atau harus digantikan oleh pemain urutan berikutnya.
Tahap-Tahap Permainan
Pada tahap pertama, setelah terkumpul 25 biji sawo kecik, Anif segera menggenggam 25 biji sawo kecik pada tangan kanan, sambil mengayunkan genggaman tangan ia berkata: "sumbar awar-awar, dadia selatar jenggar". Waktu mengatakan "jenggar", Arif menyebarkan 25 biji sawo kecik yang digenggam dalam tempat permainan. Biji yang berada di luar garis tak boleh disenduk, sedang yang ada di garis disodok, bila masuk ke dalam garis boleh disenduk, bila di luar garis, tidak boleh.
Cara menyuru atau menyenduk dengan meletakkan potongan daun sawo kecik di antara telunjuk dan jari manis, dengan jari tengah pada sebelah dalam. Bila telah menyenduk 2 atau 3 kali berhasil baik, lalu biji sawo kecik itu dimasukkan pada telapak tanagn kiri. Waktu menyenduk harus satu per satu, tak boleh 2 biji sekaligus, tidak boleh menyentuh yang lain, tidak boleh gagal, tidak boleh mengangkat bokong, dan sebagainya.
Pada tahap kedua, bergantilah Bintan yang bermain. Bintan menggenggam biji sawo kecik yang tinggal 22 biji, lalu menyebarkan biji tersebut pada tempat permainan. Biji yang di luar garis tak boleh disenduk, yang di garis disodok. Bila sewaktu menyenduk biji yang ke-9 bokongnya terpaksa terangkat, maka ia dinyatakan mati.
Pada tahap ketiga, bergantilah Cici yang bermain. Cici menggenggam 14 biji tersebut, lalu menyendok biji yang berada di dalam batas tempat bermain satu demi satu. Misalnya sewaktu menyenduk biji yang ke-5 menyentuh biji yang lain, maka ia dinyatakan mati.
Pada tahap keempat, berganti Dhea yang bermain. Dhea menggenggam 10 biji, menyebarkannya, lalu menyenduk biji yang berada di dalam batas tempat bermain satu demi satu. Sewaktu menyenduk biji yang ke-7 Dhea gagal menyenduknya, ia dinyatakan mati.
Pada tahap kelima, bergantilah Edi yang bermain. Biji sawo tinggal 4 biji dan semuanya disebar dalam tempat permainan dan dapat tersenduk oleh Edi dengan baik. Karena semua pemain sudah mendapat giliran bermain dan mereka sepakat untuk melanjutkan permainan, maka dimulailah permainan baru lagi. Masing-masing menyerahkan lagi 5 buah sawo kecik dan pada permainan ini Edi berhak bermain lebih dulu karena ia daoat melaksanakan tugas permainannya dengan selamat. Bila Edi dinyatakan mati, maka Arif yang menggantikannya, demikian seterusnya.
Manfaat Permainan Tradisional Sumbar Suru
Permainan ini mendidik anak ke arah bertindak hati-hati dalam menyusun strategi permainan, ketepatan dalam memperkirakan biji-biji yang akan disebar dan menentukan biji yang akan disuru, teliti dalam menghitung, disiplin dalam mengikuti jalannya permainan, bertanggung jawab dan berani menanggung resiko. Di samping itu, nilai-nilai budaya yang terkandung dalam permainan ini meliputi nilai kebersamaan, keterampilan, kerukunan, keuletan, ketangkasan, dan solidaritas.
Resep Sambal Matah Bahan-bahan: Bawang Merah Cabai Rawit Daun Jeruk Sereh Secukupnya garam Minyak panas Pembuatan: Cincang bawang merah, cabai rawit, daun jeruk, dan juga sereh Campur semua bahan yang sudah dicincang dalam satu wadah Tambahkan garam secukupnya atau sesuai selera Masukkan minyak panas Aduk semuanya Sambal matah siap dinikmati
Bangunan GKJ Pakem merupakan bagian dari kompleks sanatorium Pakem, yang didirikan sebagai respon terhadap lonjakan kasus tuberculosis di Hindia-Belanda pada awal abad ke-20, saat obat dan vaksin untuk penyakit ini belum ditemukan. Sanatorium dibangun untuk mengkarantina penderita tuberculosis guna mencegah penularan. Keberadaan sanatorium di Indonesia dimulai pada tahun 1900-an, dengan pandangan bahwa tuberculosis adalah penyakit yang jarang terjadi di negara tropis. Kompleks Sanatorium Pakem dibangun sebagai solusi untuk mengatasi kekurangan kapasitas di rumah sakit zending di berbagai kota seperti Solo, Klaten, Yogyakarta, dan sekitarnya. Lokasi di Pakem, 19 kilometer ke utara Yogyakarta, dipilih karena jauh dari keramaian dan memiliki udara yang dianggap mendukung pemulihan pasien. Pembangunan sanatorium dimulai pada Oktober 1935 dan dirancang oleh kantor arsitektur Sindoetomo, termasuk pemasangan listrik dan pipa air. Sanatorium diresmikan oleh Sultan Hamengkubuwono VIII pada 23...
Bahan-bahan 4 orang 2 bungkus mie telur 4 butir telur kocok 1 buah wortel potong korek api 5 helai kol 1 daun bawang 4 seledri gula, garam, totole dan merica 1 sdm bumbu dasar putih Bumbu Dasar Putih Praktis 1 sdm bumbu dasar merah Meal Prep Frozen ll Stok Bumbu Dasar Praktis Merah Putih Kuning + Bumbu Nasi/ Mie Goreng merica (saya pake merica bubuk) kaldu jamur (totole) secukupnya kecap manis secukupnya saus tiram Bumbu Pecel 1 bumbu pecel instant Pelengkap Bakwan Bakwan Kriuk bawang goreng telur ceplok kerupuk Cara Membuat 30 menit 1 Rebus mie, tiriskan 2 Buat telur orak arik 3 Masukkan duo bumbu dasar, sayuran, tumis hingga layu, masukkan kecap, saus tiram, gula, garam, lada bubuk, penyedap, aduk hingga kecap mulai berkaramel 4 Masukkan mie telur, kecilkan / matikan api, aduk hingga merata 5 Goreng bakwan, seduh bumbu pecel 6 Siram diatas mie, sajikan dengan pelengkap
Wisma Gadjah Mada terletak di Jalan Wrekso no. 447, Kelurahan Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma Gadjah Mada dimiliki oleh Universitas Gadjah Mada yang dikelola oleh PT GAMA MULTI USAHA MANDIRI. Bangunan ini didirikan pada tahun 1919 oleh pemiliknya orang Belanda yaitu Tuan Dezentje. Salah satu nilai historis wisma Gadjah Mada yaitu pada tahun 1948 pernah digunakan sebagai tempat perundingan khusus antara pemerintahan RI dengan Belanda yang diwakili oleh Komisi Tiga Negara yang menghasilkan Notulen Kaliurang. Wisma Gadjah Mada diresmikan oleh rektor UGM, Prof. Dr. T. Jacob setelah di pugar sekitar tahun 1958. Bangunan ini dikenal oleh masyarakat sekitar dengan Loji Cengger, penamaan tersebut dikarenakan salah satu komponen bangunan menyerupai cengger ayam. Wisma Gadjah Mada awalnya digunakan sebagai tempat tinggal Tuan Dezentje, saat ini bangunan tersebut difungsikan sebagai penginapan dan tempat rapat. Wisma Gadjah Mada memiliki arsitektur ind...
Bangunan ini dibangun tahun 1930-an. Pada tahun 1945 bangunan ini dibeli oleh RRI Yogyakarta, kemudian dilakukan renovasi dan selesai tanggal 7 Mei 1948 sesuai dengan tulisan di prasasti yang terdapat di halaman. Bangunan bergaya indis. Bangunan dilengkapi cerobong asap.