Sultan Ageng Tirtayasa yang ketika kecil ber-nama Abdul Fatah lahir pada tahun 1631. Ketika beliau baru lahir, kerajaan Banten diperintah oleh Pangeran MANGKUBUMI. Dalam memerintah kerajaan Banten, Pangeran Mangkubumi banyak melakukan kerjasama dengan VOC yang dikendalikan oleh penjajah Belanda. Tetapi setelah Abdul Fatah naik tahta pada tahun 1661 dan bergelar Sultan Ageng Tirtayasa, suasana kerajaan berubah seratus delapan puluh derajat. Jika raja sebelumnya melakukan kerjasama dalam banyak hal dengan VOC, Sultan Ageng Tirtayasa adalah sebaliknya. Sultan Ageng Tirtayasa tidak suka sama sekali dengan sikap bangsa Belanda yang bersikap sebagai bangsa penjajah bagi kerajaan Banten.
Sebagai bukti nyata bahwa Sultan Ageng Tirtayasa tidak suka de-ngan tingkah laku bangsa Belanda sebagai bangsa penjajah, dengan cara bergerilya Sultan Ageng Tirtayasa melakukan penyerangan-penyerangan terhadap VOC dan benteng-benteng Belanda di mana berada. Penyerang-an-penyerangan bergerilya, dilakukan kepada penjajah Belanda melalui darat dan laut.
Selain melakukan penyerangan, untuk melindungi rakyatnya Sultan Ageng Tirtayasa juga membangun kekuatan-kekuatan perdagang-an dalam kerajaan. Sebaliknya kekuatan perdagangan yang dimiliki oleh para penjajah, baik secara langsung maupun secara tidak langsung senga-ja dirusak. Dan sebagai puncaknya, pada tahun 1666 kapal dagang VOC sengaja dirampasnya. Perkebunan tebu milik kongsi dagang VOC juga dirusak. Lebih daripada itu, raja Banten pun tidak mau menerima utusan VOC yang mau melaksanakan misinya ke Banten. Akibatnya, orang-orang Belanda yang berada di wilayah Banten merasa tidak aman atau terancam. Akhirnya menghadapi kenyataan seperti itu secara diam-diam orang-orang Belanda yang berada di wilayah Banten beramai-ramai meninggalkan tempat.
Ketika orang-orang Belanda sudah tidak ada yang tinggal di wilayah Banten, kolonial Belanda mulai menggunakan akal liciknya. Oleh kolonial Belanda, pelabuhan Banten diblokirnya. Hal ini tentu saja berakibat pada merosotnya dunia perdagangan di wilayah kerajaan Banten.
Memperoleh perlakuan seperti ini Sultan Ageng Tirtayasa ter-paksa dengan cepat mengambil langkah. Pertama-tama yang dilakukan adalah melakukan negosiasi dengan pihak kolonial. Kedua belah pihak segera melakukan perundingan. Dua kepentingan yang berbeda antara kolonial Belanda dan Sultan Ageng Tirtayasa mewakili masyarakat Banten diupayakan untuk dicarikan jalan keluarnya.
Semula jalannya perundingan berlangsung sulit. Masing-masing pihak mempertahankan kehendaknya. Kolonial Belanda berkehendak per-dagangan rempah-rempah di kepulauan Maluku dan Malaka yang ber-pusat di pelabuhan Banten menjadi monopoli VOC. Sementara itu Sultan Ageng Tirtayasa berkehendak lain. Tetapi dalam perundingan itu akhir-nya disepakati dengan keputusan: kolonial Belanda tetap melakukan per-dagangan rempah-rempah di kepulauan Maluku dan Malaka dengan pusat pelabuhannya di Banten. Tetapi pihak Belanda harus mau membayar ganti rugi kepada kerajaan Banten. Dan selanjutnya masing-masing pihak secara konsekuen mematuhi ketentuan yang disepakati.
Sejak diberlakukannya kesepakatan itu, di bawah kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa perdagangan di Banten berkembang pesat. Perkembangan perdagangan Banten terkenal sampai ke Persia, Mekah, Siam dan Cina. Rakyat Banten di bawah kepemimpinan Sultan Ageng Tirtayasa pun hidup dalam keadaan aman tenteram dan sejahtera.
Tetapi ketentraman dan kesejahteraan rakyat Banten di bawah kepemimpinan Sultan Ageng Tirtayasa itu tidak berlangsung lama. Pada tahun 1676, terjadilah ketegangan dan beda pendapat antara Sultan Ageng Tirtayasa dengan putra sulungnya bernama Sultan Haji. Sultan Ageng Tirtayasa terkenal anti penjajah Belanda, sebaliknya Sultan Haji memilih pro dengan penjajah Belanda. Akibat perbedaan pendapat antara sang orang tua dan sang putra ini oleh Belanda dapat dimanfaatkan. Keduanya berhasil diadu domba. Dan terjadilah ketegangan antara ke-lompok Sultan Ageng Tirtayasa dengan kelompok Sultan Haji. Sehingga pada puncaknya tepat tanggal 27 Februari 1682 pasukan Sultan Ageng Tirtayasa menyerang pasukan Sultan Haji yang ada di Sarasowan. Karena memang Sultan Haji bersatu dengan kolonial Belanda, maka dalam penyerangan ini Sultan Haji dibantu Belanda untuk mem-pertahankan diri. Bahkan pada akhirnya Sultan Ageng Tirtayasa berhasil ditangkap kemudian dimasukkan dalam penjara. Sementara setelah Sul-tan Ageng Tirtayasa berada dalam penjara, Belanda dan Sultan Haji sege-ra melakukan perjanjian yang isinya Sultan Haji mengakui kekuasaan kolonial Belanda di wilayah Banten. Perjanjian ini berlangsung pada bulan Agustus 1682. Selanjutnya pada tahun 1683 Sultan Ageng Tir-tayasa wafat di penjara. Jenazahnya oleh segenap rakyatnya diakui seba-gai mati sahid dan dimakamkan di komplek pemakaman para raja, yaitu di sebelah utara MASJID AGUNG kota Banten.
http://indodongeng.blogspot.co.id/2013/11/sultan-ageng-tirtayasa.html
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja