Suatu hari, Raja Tilahunga dari Kerajaan Bolango hendak berkelana. Sebelumnya, dia berpesan pada para menterinya. “Wahai para menteri, jagalah kerajaan ini selama aku pergi. Uruslah semua keperluan rakyat dengan baik. Aku percaya bahwa kalian mampu melakukannya.“Baginda tak usah khawatir, kami akan menjaga negeri ini dengan baik meski Baginda tak berada disini,” jawab salah satu di antara mereka. Mendengar jawaban itu, hati Raja Tilahunga lega.
Raja Tilahunga ditemani oleh beberapa pengawalnya untuk melaksanakan perjalanannya. Tujuan mereka adalah dari Bolango ke arah hulu. Mereka menyusuri bukit yang terjal, sungai yang deras, dan berbagai rintangan lainnya. Namun, semua hambatan itu tak menyurutkan niat Raja Tilahunga. Tetapi, tak demikian dengan para pengawalnya. Mereka tampak pucat dan kelelahan. Sebagai raja yang bijaksana, beliau pun memerintahkan mereka semua untuk beristirahat. Para pengawal menyambut gembira. Mereka lalu duduk bergerombol di tanah sambil melepas lelah.
Melihat keakraban para pengawalnya, Raja merasa senang. Beliau lalu ikut duduk di tanah setelah sebelumnya melepaskan semua atribut kerajaan yang dikenakannya. Beliau melakukan hal itu sebagai tanda bahwa dirinya tak berbeda dengan para pengawalnya. Atribut-atribut itu diletakkannya di tanah. Apa yang Raja Tilahunga lakukan itu disebut dengan 'tapatopo' yang artinya meletakkan sesuatu untuk sementara. Itulah sebabnya, sampai sekarang bukit tempat mereka beristirahat ini disebut Bukit Tapa.
Setelah cukup beristirahat, mereka melanjutkan perjalanan.Semakin lama, perjalanan itu terasa semakin berat, apalagi matahari bersinar terik. Raja memerintahkan para pengawalnya berhenti untuk makan. Namun saat mereka hendak makan, ada salah satu pengawal yang bernama Denggi berbuat curang. Dia mengambil jatahmakanan lebih banyak dari teman-temannya.Mengetahui keserakahan Denggi, teman-temannya pun marah. Keributan pun tak terelakkan.
Raja Tilahunga berusaha menengahi keributan itu. ”Denggi, kau seharusnya malu dengan perbuatanmu. Kita semua sama-sama lapar, bahkan aku pun tak meminta makanan lebih banyak daripada yang kalian makan.” Mendengar perkataan Raja, Denggi pun merasa malu. Dia lalu mengembalikan makanan yang diambilnya dan meminta maaf pada teman-temannya. Sejak saat itu, padang rumput tempat Raja Tilahunga dan para pengawalnya makan itu diberi nama Tuladenggi. Nama ini berasal dari kata tula yang artinya serakah. Setelah makan dengan kenyang, perjalanan dilanjutkan. Beberapa hari mereka melakukan perjalanan sampai akhirnya mereka menemukan tanah yang tampak subur. Tanah berbukit-bukit itu tampak asri, apalagi letaknya di pinggir Danau Limboto.
Melihat pemandangan yang indah, Raja Tilahunga mengusulkan agar mereka mencoba bercocok tanam di situ. Mendengar usul rajanya, para prajurit pun mengeluarkan peralatan berkebun mereka. Namun sayang, banyak peralatan itu yang rusak selama perjalanan. Cangkul, kapak, gergaji, semuanya patah tangkainya.
”Wah, bagaimana ini? Bisakah kalian memperbaikinya?” tanya Raja.
”Tak masalah, Baginda. Kami bisa memperbaikinya,” jawab para pengawalnya.
Setelah alat-alat itu diperbaiki, mereka semua bergotong royong mengolah tanah itu. Ada yang mencangkul, ada yang menyebar bibit tanaman, dan ada yang menyirami.
Raja Tilahunga amat betah berada di tempat itu. Beliau kemudian memberi nama tempat itu Panthungo, yang berarti tangkai peralatan berkebun. Raja Tilahunga dan para pengawalnya tinggal di Panthungo untuk beberapa lama. Mereka mendirikan sebuah rumah sederhana untuk tempat tinggal mereka. Sebenarnya Raja Tilahunga senang tinggal di Panthungo, namun beliau tak mungkin meninggalkan Bolango begitu saja.
Akhirnya, beliau pun memutuskan kembali ke Kerajaan Bolango. Namun beberapa pengawalnya tinggal dan menjadi penduduk Panthungo. Demikianlah asal mula nama daerah Tapa, Tuladenggi, dan Panthungo.
Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak, Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman)...
Prajurit pemanah dari komunitas pemanah berkuda indonesia (KPBI) mengikuti Festival Keraton Nusantara 2017. mewakili kesultanan kasepuhan cirebon. PAKAIAN: terdiri dari ikat kepala/ totopong khas sunda jenis mahkuta wangsa. kain sembongb berwarnaungu di ikat di pinggang bersamaan dengan senjata tajam seperti golok dan pisau lalu baju & celana pangsi sunda. dengan baju corak ukiran batik khas sunda di bagian dada. untuk alas kaki sebagian besar memakai sendal gunung, namun juga ada yang memakai sepatu berkuda. BUSUR: sebagian besar memakai busur dengan model bentuk turkis dan ada juga memakai busur model bentuk korea. ANAK PANAH: Semua nya memakai anak panah bahan natural seperti bambu tonkin, kayu mapple & kayu spruce QUIVER (TEMPAT ANAK PANAH): Semua pemanah menggunakan quiver jenis backside quiver atau hip quiver . yaitu quiver yang anak panah di pasang di pinggang dan apabila anak panah di pasang di dalam quiver , nock anak panah menghadap ke belaka...
Prajurit pemanah dari komunitas pemanah berkuda indonesia (KPBI) mengikuti Festival Keraton Nusantara 2017. mewakili kesultanan kasepuhan cirebon. PAKAIAN : terdiri dari ikat kepala/ totopong khas sunda jenis mahkuta wangsa. kain sembong berwarna ungu di ikat di pinggang bersamaan dengan senjata tajam seperti golok ataupun pisau lalu baju & celana pangsi sunda. dengan baju corak ukiran batik khas sunda di bagian dada. untuk alas kaki sebagian besar memakai sendal gunung, namun juga ada yang memakai sepatu berkuda. BUSUR : sebagian besar memakai busur dengan model bentuk turkis dan ada juga memakai busur model bentuk korea. ANAK PANAH : Semua nya memakai anak panah bahan natural seperti bambu tonkin, kayu mapple & kayu spruce QUIVER (TEMPAT ANAK PANAH): Semua pemanah menggunakan quiver jenis backside quiver atau hip quiver . yaitu quiver yang anak panah di pasang di pinggang dan apabila anak panah di pasang di dalam quiver , nock anak panah menghad...
aksi pertunjukan pusaka dan pasukan kesultanan kacirebonan dari balaikota cirebon sampai ke keraton kacirebonan
Para pasukan penjaga keraton Sumedang larang