Pada zaman dahulu kala disebelah utara kota garut ada sebuah desa yang penduduknya kebanyakan adalah petani. Karena tanah di desa itu sangat subur dan tidak pernah kekurangan air, maka sawah-sawah mereka selalu menghasilkan padi yang berlimpah ruah. Namun meski begitu, para penduduk di desa itu tetap miskin kekurangan.
Hari masih sedikit gelap dan embun masih bergayut di dedaunan, namun para penduduk sudah bergegas menuju sawah mereka. Hari ini adalah hari panen. Mereka akan menuai padi yang sudah menguning dan menjualnya kepada seorang tengkulak bernama Nyai Endit.
Nyai Endit adalah orang terkaya di desa itu. Rumahnya mewah, lumbung padinya sangat luas karena harus cukup menampung padi yang dibelinya dari seluruh petani di desa itu. Ya! Seluruh petani. Dan bukan dengan sukarela para petani itu menjual hasil panennya kepada Nyai Endit.Mereka terpaksa menjual semua hasil panennya dengan harga murah kalau tidak ingin cari perkara dengan centeng-centeng suruhan nyai Endit. Lalu jika pasokan padi mereka habis, mereka harus membeli dari nyai Endit dengan harga yang melambung tinggi.
“Wah kapan ya nasib kita berubah?” ujar seorang petani kepada temannya. “Tidak tahan saya hidup seperti ini. Kenapa yah, Tuhan tidak menghukum si lintah darat itu?”
“Sssst, jangan kenceng-kenceng atuh, nanti ada yang denger!” sahut temannya. “Kita mah harus sabar! Nanti juga akan datang pembalasan yang setimpal bagi orang yang suka berbuat aniaya pada orang lain. Kan Tuhan mah tidak pernah tidur!”
Sementara iru Nyai Endit sedang memeriksa lumbung padinya.
“Barja!” kata nyai Endit. “Bagaimana? Apakah semua padi sudah dibeli?” kata nyai Endit.
“Beres Nyi!” jawab centeng bernama Barja. “Boleh diperiksa lumbungnya Nyi! Lumbungnya sudah penuh diisi padi, bahkan beberapa masih kita simpan di luar karena sudah tak muat lagi.”
“Ha ha ha ha…! Sebentar lagi mereka akan kehabisan beras dan akan membeli padiku. Aku akan semakin kaya!!! Bagus! Awasi terus para petani itu, jangan sampai mereka menjual hasil panennya ke tempat lain. Beri pelajaran bagi siapa saja yang membangkang!” kata Nyai Endit.
Benar saja, beberapa minggu kemudian para penduduk desa mulai kehabisan bahan makanan bahkan banyak yang sudah mulai menderita kelaparan. Sementara Nyai Endit selalu berpesta pora dengan makanan-makanan mewah di rumahnya.
“Aduh pak, persediaan beras kita sudah menipis. Sebentar lagi kita terpaksa harus membeli beras ke Nyai Endit. Kata tetangga sebelah harganya sekarang lima kali lipat disbanding saat kita jual dulu. Bagaimana nih pak? Padahal kita juga perlu membeli keperluan yang lain. Ya Tuhan, berilah kami keringanan atas beban yang kami pikul.”
Begitulah gerutuan para penduduk desa atas kesewenang-wenangan Nyai Endit.
Suatu siang yang panas, dari ujung desa nampak seorang nenek yang berjalan terbungkuk-bungkuk. Dia melewati pemukiman penduduk dengan tatapan penuh iba.
“Hmm, kasihan para penduduk ini. Mereka menderita hanya karena kelakuan seorang saja. Sepertinya hal ini harus segera diakhiri,” pikir si nenek.
Dia berjalan mendekati seorang penduduk yang sedang menumbuk padi.
“Nyi! Saya numpang tanya,” kata si nenek.
“Ya nek ada apa ya?” jawab Nyi Asih yang sedang menumbuk padi tersebut
“Dimanakah saya bisa menemukan orang yang paling kaya di desa ini?” tanya si nenek
“Oh, maksud nenek rumah Nyi Endit?” kata Nyi Asih. “Sudah dekat nek. Nenek tinggal lurus saja sampai ketemu pertigaan. Lalu nenek belok kiri. Nanti nenek akan lihat rumah yang sangat besar. Itulah rumahnya. Memang nenek ada perlu apa sama Nyi Endit?”
“Saya mau minta sedekah,” kata si nenek.
“Ah percuma saja nenek minta sama dia, ga bakalan dikasih. Kalau nenek lapar, nenek bisa makan di rumah saya, tapi seadanya,” kata Nyi Asih.
“Tidak perlu,” jawab si nenek. “Aku Cuma mau tahu reaksinya kalau ada pengemis yang minta sedekah. O ya, tolong kamu beritahu penduduk yang lain untuk siap-siap mengungsi. Karena sebentar lagi akan ada banjir besar.”
“Nenek bercanda ya?” kata Nyi Asih kaget. “Mana mungkin ada banjir di musim kemarau.”
“Aku tidak bercanda,” kata si nenek.”Aku adalah orang yang akan memberi pelajaran pada Nyi Endit. Maka dari itu segera mengungsilah, bawalah barang berharga milik kalian,” kata si nenek.
Setelah itu si nenek pergi meniggalkan Nyi Asih yang masih bengong.
Sementara itu Nyai Endit sedang menikmati hidangan yang berlimpah, demikian pula para centengnya. Si pengemis tiba di depan rumah Nyai Endit dan langsung dihadang oleh para centeng.
“Hei pengemis tua! Cepat pergi dari sini! Jangan sampai teras rumah ini kotor terinjak kakimu!” bentak centeng.
“Saya mau minta sedekah. Mungkin ada sisa makanan yang bisa saya makan. Sudah tiga hari saya tidak makan,” kata si nenek.
“Apa peduliku,” bentak centeng. “Emangnya aku bapakmu? Kalau mau makan ya beli jangan minta! Sana, cepat pergi sebelum saya seret!”
Tapi si nenek tidak bergeming di tempatnya. “Nyai Endit keluarlah! Aku mau minta sedekah. Nyai Endiiiit…!” teriak si nenek.
Centeng-centeng itu berusaha menyeret si nenek yang terus berteriak-teriak, tapi tidak berhasil.
“Siapa sih yang berteriak-teriak di luar,” ujar Nyai Endit. “Ganggu orang makan saja!”
“Hei…! Siapa kamu nenek tua? Kenapa berteriak-teriak di depan rumah orang?” bentak Nyai Endit.
“Saya Cuma mau minta sedikit makanan karena sudah tiga hari saya tidak makan,” kata nenek.
“Lah..ga makan kok minta sama aku? Tidak ada! Cepat pergi dari sini! Nanti banyak lalat nyium baumu,” kata Nyai Endit.
Si nenek bukannya pergi tapi malah menancapkan tongkatnya ke tanah lalu memandang Nyai Endit dengan penuh kemarahan.
“Hei Endit..! Selama ini Tuhan memberimu rijki berlimpah tapi kau tidak bersyukur. Kau kikir! Sementara penduduk desa kelaparan kau malah menghambur-hamburkan makanan” teriak si nenek berapi-api. “Aku datang kesini sebagai jawaban atas doa para penduduk yang sengsara karena ulahmu! Kini bersiaplah menerima hukumanmu.”
“Ha ha ha … Kau mau menghukumku? Tidak salah nih? Kamu tidak lihat centeng-centengku banyak! Sekali pukul saja, kau pasti mati,” kata Nyai Endit.
“Tidak perlu repot-repot mengusirku,” kata nenek. “Aku akan pergi dari sini jika kau bisa mencabut tongkatku dari tanah.”
“Dasar nenek gila. Apa susahnya nyabut tongkat. Tanpa tenaga pun aku bisa!” kata Nyai Endit sombong.
Lalu hup! Nyai Endit mencoba mencabut tongkat itu dengan satu tangan. Ternyata tongkat itu tidak bergeming. Dia coba dengan dua tangan. Hup hup! Masih tidak bergeming juga.
“Sialan!” kata Nyai Endit. “Centeng! Cabut tongkat itu! Awas kalau sampai tidak tercabut. Gaji kalian aku potong!”
Centeng-centeng itu mencoba mencabut tongkat si nenek, namun meski sudah ditarik oleh tiga orang, tongkat itu tetap tak bergeming.
“Ha ha ha… kalian tidak berhasil?” kata si nenek. “Ternyata tenaga kalian tidak seberapa. Lihat aku akan mencabut tongkat ini.”
Brut! Dengan sekali hentakan, tongkat itu sudah terangkat dari tanah. Byuuuuurrr!!!! Tiba-tiba dari bekas tancapan tongkat si nenek menyembur air yang sangat deras.
“Endit! Inilah hukuman buatmu! Air ini adalah air mata para penduduk yang sengsara karenamu. Kau dan seluruh hartamu akan tenggelam oleh air ini!”
Setelah berkata demikian si nenek tiba-tiba menghilang entah kemana. Tinggal Nyai Endit yang panik melihat air yang meluap dengan deras. Dia berusaha berlari menyelamatkan hartanya, namun air bah lebih cepat menenggelamkannya beserta hartanya.
Di desa itu kini terbentuk sebuah danau kecil yang indah. Orang menamakannya ‘Situ Bagendit’. Situ artinya danau dan Bagendit berasal dari kata Endit. Beberapa orang percaya bahwa kadang-kadang kita bisa melihat lintah sebesar kasur di dasar danau. Katanya itu adalah penjelmaan Nyai Endit yang tidak berhasil kabur dari jebakan air bah.
Sumber: http://legendaku.wordpress.com/jawa-barat/situ-bagendit/
1. Rendang (Minangkabau) Rendang adalah hidangan daging (umumnya sapi) yang dimasak perlahan dalam santan dan bumbu rempah-rempah yang kaya selama berjam-jam (4–8 jam). Proses memasak yang sangat lama ini membuat santan mengering dan bumbu terserap sempurna ke dalam daging. Hasilnya adalah daging yang sangat empuk, padat, dan dilapisi bumbu hitam kecokelatan yang berminyak. Cita rasanya sangat kompleks: gurih, pedas, dan beraroma kuat. Rendang kering memiliki daya simpan yang panjang. Rendang adalah salah satu hidangan khas Indonesia yang paling terkenal dan diakui dunia. Berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat, masakan ini memiliki nilai budaya yang tinggi dan proses memasak yang unik. 1. Asal dan Filosofi Asal: Rendang berasal dari tradisi memasak suku Minangkabau. Secara historis, masakan ini berfungsi sebagai bekal perjalanan jauh karena kemampuannya yang tahan lama berkat proses memasak yang menghilangkan air. Filosofi: Proses memasak rendang yang memakan waktu lama mela...
Ayam goreng adalah salah satu menu favorit keluarga yang tidak pernah membosankan. Namun, jika kamu ingin mencoba variasi yang lebih gurih dan harum, ayam goreng bawang putih renyah adalah pilihan yang tepat. Ciri khasnya terletak pada aroma bawang putih yang kuat serta kriukannya yang renyah saat digigit. Resep ini juga sangat mudah dibuat, cocok untuk menu harian maupun ide jualan. Bahan-Bahan Bahan Ayam Ungkep ½ kg ayam (boleh potong kecil agar lebih cepat matang) 5 siung bawang putih 4 siung bawang merah 1 sdt ketumbar bubuk 1 ruas kunyit (opsional untuk warna) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400 ml Bahan Kriuk Bawang 5–6 siung bawang putih, cincang halus 3 sdm tepung maizena ¼ sdt garam ¼ sdt lada Minyak banyak untuk menggoreng Cara Membuat Ungkep ayam terlebih dahulu Haluskan bawang putih, bawang merah, kunyit, dan ketumbar. Tumis sebentar hingga harum. Masukkan ayam, aduk rata, lalu tuang air. Tambahkan garam dan kaldu...
Ayam ungkep bumbu kuning adalah salah satu menu rumahan yang paling praktis dibuat. Rasanya gurih, aromanya harum, dan bisa diolah lagi menjadi berbagai hidangan seperti ayam goreng, ayam bakar, hingga pelengkap nasi kuning. Keunggulan lainnya, resep ini termasuk cepat dan cocok untuk kamu yang ingin memasak tanpa ribet namun tetap enak. Berikut resep ayam ungkep bumbu kuning cepat yang bisa kamu coba di rumah. Bahan-Bahan ½ kg ayam, potong sesuai selera 4 siung bawang putih 5 siung bawang merah 1 ruas kunyit 1 ruas jahe 1 ruas lengkuas (geprek) 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 batang serai (geprek) 1 sdt ketumbar bubuk (opsional) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400–500 ml Minyak sedikit untuk menumis Cara Membuat Haluskan bumbu Blender atau ulek bawang merah, bawang putih, kunyit, jahe, dan ketumbar bubuk (jika dipakai). Semakin halus bumbunya, semakin meresap ke ayam. Tumis bumbu hingga harum Panaskan sedikit m...
Sumber daya air merupakan sebuah unsur esensial dalam mendukung keberlangsungan kehidupan di bumi. Ketersediaan air dengan kualitas baik dan jumlah yang cukup menjadi faktor utama keseimbangan ekosistem serta kesejahteraan manusia. Namun, pada era modern saat ini, dunia menghadapi krisis air yang semakin mengkhawatirkan (Sari et al., 2024). Berkurangnya ketersediaan air disebabkan oleh berbagai faktor global seperti pemanasan, degradasi lingkungan, dan pertumbuhan penduduk yang pesat. Kondisi tersebut menuntut adanya langkah-langkah strategis dalam pengelolaan air dengan memperhatikan berbagai faktor yang tidak hanya teknis, tetapi juga memperhatikan sosial dan budaya masyarakat. Salah satu langkah yang relevan adalah konservasi air berbasis kearifan lokal. Langkah strategis ini memprioritaskan nilai-nilai budaya masyarakat sebagai dasar dalam menjaga sumber daya air. Salah satu wilayah yang mengimplementasikan konservasi berbasis kearifan lokal yaitu Goa Ngerong di kecamatan Rengel,...
Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...