Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Hikayat Kalimantan Selatan Tabalong
Si Pujung Jadi Batu
- 14 November 2018

Di Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, ada Kampung Pujung. Di pinggiran kampung itu, ada patung batu. Patung yang bentuknya menyerupai alat kelamin pria itu konon alat kelamin Pujung, setelah dikutuk ibunda Putri Tunjung Sari, istri Mahapatih Kerajaan Tanjung Puri.
Sebelum Kerajaan Banjar berdiri, ada kerajaan Dayak Maanyan bernama Kerajaan Nan Sarunai. Seiring dengan itu, ada Kerajaan Tanjung Puri. Kerajaan Tanjung Puri dipimpin raja yang bijak bestari. Dalam memimpin, raja didampingi patih yang arif, tangkas dan cerdas, bernama Mahapatih Mahe.
Mahapatih Mahe yang berdarah Melayu hidup berbahagia dengan istri dari keturunan Raja Nan Sarunai. Dari perkawinannya, ia mendapat anak laki-laki, yang kemudian bermukim di Barito (Barito Timur sekarang), dan menjadi damang di sana. Seorang lagi, Putri Tunjung Sari, kecantikannya sudah tersohor ke mana-mana, bukan hanya ke Sungai Bahan dan Sungai Negara, tapi ke seluruh penjuru negeri.
Putri Tunjung Sari bersahaja, berbudi luhur, terampil dan cerdas. Teman-temannya sangat menyukainya. Ia pandai menari dan menyanyi. Setiap panen raya, Putri Tunjung Sari dan teman-temannya memeriahkan pesta dengan menarikan tarian kurung-kurung dan gintur . Banyak pria jatuh cinta padanya.
***
Berseberangan sungai dengan Kerajaan Tanjung Puri, ada seorang saudagar yang kaya raya. Ia memiliki kebun yang amat luas, bermukim di daerah Pitab, batang Balangan . Saudagar itu berasal dari Suku Dayak Pitab, Balangan. Ia menjual hasil ladang dan kebunnya di Kerajaan Tanjung Puri.
Saudagar kaya itu memiliki putra bernama Pujung.
Pujung memiliki kesaktian yang luar biasa. Tenaganya luar biasa. Tubuhnya tinggi, besar dan kekar, mata agak sipit, alisnya tebal seperti golok. Konon, dengan tangan telanjang saja ia mampu mematahkan dan membelah batung .
Pujung pandai memainkan mandau , sumpit dan kuntau , juga menari. Di balik tubuhnya yang kekar, dapat menari dengan lincah, mengikuti irama kenong, dengan gerak gintur-nya. Tapi, sifatnya tidak sabaran, kalau sedang marah meledak-ledak.
Saat panen raya tiba, rakyat Kerajaan Tanjung Puri bergembira ria atas hasil ladanga dan kebun yang melimpah ruah. Mereka mengelar pesta rakyat, aruh adat. Aruh adat selalu diramaikan dengan tari-tarian. Tari gintur dan kurung-kurung digelar, Putri Tunjung Sari bersama empat temannya pun menari.
Setelah tari kurung-kurung usai, dilanjutkan tari gintur, dengan iringan musik kenong, gong, babun dan kulimpat . Penarinya masih Putri Tunjung Sari bersama kawan-kawannya, tapi dengan jumlah penari lebih banyak, ditambah balian . Pada saatnya, balian mengajak penonton menari, menariknya dengan selendang kuning atau putih, dan bersama-sama memainkan tongkat batang patake. Ini dinamakan bagintur , salam penghormatan kepada para tokoh yang hadir di pesta.
Pujung juga diundang bagintur.
Tak disangka, ia dipasangkan menari dengan Putri Tunjung Sari, gadis yang telah mencuri perhatiannya saat mandi di batang banyu . Bagi Pujung, ini bagai mukjizat, peristiwa yang dimpikan banyak pria. Hati siapa tidak berdebar, saat menari bersama gadis pujaannya?
Sambil menari, Punjung berkata, ”Tunjung, aku masih boleh menemuimu, ‘kan?”
Putri Tunjung Sari hanya mengangguk kecil dan tersenyum manis.
Ketika tarian usai, Pujung tak menyia-nyiakan kesempatan. Sembari menutup langkah akhir gerakan kaki, ia menatap mata indah Putri Tunjung Sari, dan berbisik, “Putri yang jelita, terima kasih untuk kesempatan ini. Aku takkan melupakannya…”
Putri Tunjung Sari hanya menampakkan giginya yang berkilau rapi, sambil undur diri.
***
Pertemuan itu memberi kesan yang mendalam bagi Pujung. Tak sedetik pun waktu berlalu tanpa bayangan Putri Tunjung Sari. Hatinya tak keruan. Ia tergila-gila pada gadis itu dan bermaksud memilikinya.
Pagi harinya, di pinggiran sungai, Pujung menyanyi sambil menjaga babi-babi piaraannya. Suling ditiupnya, dibawakannya sebuah nyanyian. Syair lama tentang peristiwa tragis di Kerajaan Nan Sarunai, akibat serangan Majapahit , yang akhirnya memunculkan kepemimpinan Uria Pitu .
Suara suling Pujung yang merdu membuat yang mendengarnya terlena.
Tapi, tiba-tiba suara suling itu berubah dengan nada lain yang memekakkan telinga. Sepasang jin telah merasuki jiwa Pujung. Jin jahat itu menggoda, membujuk, dan membakar syahwatnya.
Pujung tak kuasa menahan syahwatnya.
Dengan mata merah, liar dan beringas, ia bergegas ke tebing sungai. Saat itu Putri Tunjung Sari dan teman-temannya sedang mandi dan mencuci. Pujung berteriak-teriak, memanggil Putri Tunjung Sari dan mengajaknya bercinta.
Putri Tunjung Sari dan teman-temannya ketakutan melihat tingkah Pujung yang aneh. Mereka lari ketakutan, hingga akhirnya Putri Tunjung Sari tertinggal sendirian di belakang.
Pujung semakin menggila, nafsu berahi makin menguasainya. Putri Tunjung Sari lari lintang pukang.
Saat terpojok di tebing, tubuh Putri Tunjung Sari limbung dan terjatuh ke dalam sungai. Ia menjerit sekuat tenaga. Suaranya menghilang, saat tubuhnya masuk ke dalam pusaran arus air yang bergolak.
Saat itulah, Pujung sadar. Sepasang jin terkekeh, keluar dari jiwanya. Pujung panik dan kebingungan. Ia mengiba-iba, penuh penyesalan. “Tunjung… Maafkan aku, Tunjung! Maafkan aku, wahai pujaanku…!”
Pujung melompat dan menceburkan diri ke dalam sungai, menyelam sekuat tenaga, dengan cinta dan penyesalan. Dengan kesaktiannya, dibendungnya sungai itu hingga kering dan terbelah dua . Tapi, usahanya sia-sia. Putri Tunjung Sari tak ada. Penyesalan menyiksa hati Pujung. Gadis pujaannya telah lenyap terbawa arus, dan hilang entah kemana.
Senja pun tiba. Langit gemuruh. Hujan turun amat derasnya, bagai gelombang yang ditumpahkan dari langit. Seorang perempuan paruh baya datang tergopoh-gopoh, marah dan murka. Dimaki-makinya Pujung, karena telah membuat anak gadisnya hilang. Dengan air mata berlinang dan tubuh gemetar, istri Mahapatih Mahe itu bersimpuh, bersujud ke langit, dan memohon:
“Ya, Tuhan… Karena menuruti hawa nafsu, terkutuklah engkau, Pujung! Agar setimpal dengan perbuatannya, buatlah alat kelamin Pujung menjadi batu! Tuhan, tunjukkan kekuasaan-Mu! Terkutuklah engkau, Pujung, terkutuklah…!”
Langit semakin gemuruh. Hujan dan badai mengamuk, mengaduk-aduk seisi alam. Guntur dan petir bersahut-sahutan, membahana membelah angkasa.
***
Ketika hujan dan badai reda, alat kelamin Pujung telah berubah menjadi batu. Putri Tunjung Sari konon terbawa arus sungai ke Kerajaan Negara Dipa, yang terletak di Hujung Tanah, pertemuan antara Sungai Amandit dan Sungai Negara. Di pinggir sungai, Putri Tunjung Sari diselamatkan Empu Jatmika, yang kemudian bergelar Maharaja di Candi Laras .
Empu Jatmika memiliki dua putra, Empu Mandastana dan Lambung Mangkurat. Sepeninggal Empu Jatmika, Lambung Mangkurat mengangkat Putri Tunjung Sari, yang entah benar atau tidak, juga disebut “Putri Junjung Buih”, menjadi Raja di Negara Dipa; dan kekuasaannya meliputi batang Tabalong, batang Balangan, batang Perak, batang Alai, batang Amandit dan pegunungan di sekitarnya. Tempat di mana patung alat kelamin Pujung itu berada, sekarang disebut Kampung Pujung, di Kecamatan Bintang Ara; berbatasan dengan Kecamatan Haruai, terhubung dengan jembatan panjang peninggalan kolonial.
Kalau sedang menuju Kecamatan Tanjung, orang akan melewati Jembatan Mahe, yang terletak di Kampung Mahe, Kecamatan Haruai. Nama itu berasal dari nama Mahapatih Kerajaan Tanjung Puri, ayahanda Putri Tunjung Sari.

Sumber:

https://datutadungmura2012.wordpress.com/2012/12/04/hikayat-tanjung-puri-dan-tangisan-putri-galuh-sewangi-cerita-rakyat-kabupaten-tabalong/

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Ginonjing
Cerita Rakyat Cerita Rakyat
Jawa Tengah

Ginonjing adalah istilah yang digunakan untuk menamai emansipasi Kartini. Istilah tersebut diambil dari nama gending Ginonjing yang digemarinya dan adik-adiknya. Ginonjing berasal dari kata gonjing dalam bahasa Jawa yang berarti "goyah karena tidak seimbang". Ginonjing juga bisa berarti “digosipkan”. Ungkapan ini mengingatkan kepada gara-gara dalam pewayangan yang memakai ungkapan gonjang-ganjing . Menurut St. Sunardi, istilah itu dipilih Kartini sendiri untuk melukiskan pengalaman batinnya yang tidak menentu. Saat itu, dia sedang menghadapi zaman baru dan mencoba menjadi bagian di dalamnya.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Vila Van Resink
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Vila Van Resink adalah bangunan cagar budaya berbentuk vila yang terletak di Jalan Siaga, Kalurahan Hargobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pemilik awal vila ini adalah Gertrudes Johannes "Han" Resink, seorang anggota Stuw-groep , sebuah organisasi aktif pada Perang Dunia II yang memperjuangkan kemerdekaan dan pembentukan negara demokratis Hindia Belanda. Bangunan tersebut dibangun pada masa pemerintah Hindia Belanda sebagai bagian dari station hill (tempat tetirah pada musim panas yang berada di pegunungan) untuk boschwezen dienst (pejabat kehutanan Belanda). Pada era Hamengkubuwana VII, kepengelolaan Kaliurang (dalam hal ini termasuk bangunan-bangunan yang berada di wilayah tersebut) diserahkan kepada saudaranya yang bernama Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Mangkubumi. Tanah tersebut lantas dimanfaatkan untuk perkebunan nila, tetapi kegiatan itu terhenti kemudian hari karena adanya reorganisasi pertanian dan ekonomi di Vors...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Gereja Kristen Jawa Pakem Kertodadi
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Gereja Kristen Jawa (GKJ) Pakem Kertodadi adalah salah satu gereja di bawah naungan sinode Gereja Kristen Jawa, yang terletak di Jalan Kaliurang km. 18,5, Padukuhan Kertadadi, Kalurahan Pakembinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Awal mula pertumbuhan jemaat gereja ini berkaitan dengan keberadaan Rumah Sakit Paru-Paru Pakem, cabang dari Rumah Sakit Petronela (Tulung), yang didirikan di wilayah Hargobinangun. Sebelum tahun 1945, kegiatan keagamaan umat Kristen diadakan secara sederhana dalam bentuk renungan atau kebaktian pagi yang berlangsung di klinik maupun apotek rumah sakit yang dikenal dengan nama "Loteng". Para perawat di rumah sakit tersebut juga melakukan pelayanan kesehatan ke dusun-dusun di sekitarnya, yaitu Tanen, Sidorejo, Purworejo, dan Banteng. Menurut Notula Rapat Gerejawi, jemaat gereja ini mengadakan penetapan majelis yang pertama kali pada 21 April 1945. Tanggal tersebut lantas disepakati sebagai hari jadi GKJ Pa...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Situs Cepet Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Situs Cepet Pakem adalah situs arkeologi yang terletak di Padukuhan Cepet, Kalurahan Purwobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan temuan dua buah yoni dan sejumlah komponen arsitektur candi di sekitarnya, situs ini diduga merupakan reruntuhan sebuah candi Hindu dari masa klasik. Lokasinya kini berada di area permakaman umum Padukuhan Cepet, berdekatan dengan sebuah masjid. Benda cagar budaya (BCB) utama yang ditemukan di situs ini adalah dua buah yoni yang terbuat dari batu andesit. Kondisi keduanya telah rusak, sedangkan lingganya tidak ditemukan. Yoni pertama awalnya berada di pekarangan penduduk bernama Pujodiyono, tetapi sekarang dipindahkan di halaman makam. Yoni ini memiliki ukuran relatif besar dengan bentuk yang sederhana, yaitu lebar 134 sentimeter, tebal 115 sentimeter, dan tinggi 88 sentimeter. Bagian bawah cerat yoni tersebut tidak bermotif dan memberikan kesan bahwa pengerjaannya belum selesai. Sementara itu, terdap...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Situs Potro
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Situs Potro atau Pancuran Buto Potro adalah situs arkeologi yang terletak di Padukuhan Potro, Kalurahan Purwobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Situs ini terdiri atas dua benda cagar budaya (BCB) utama yang seluruhnya terbuat dari batu andesit, yaitu jaladwara dan peripih. Jaladwara di situs ini oleh masyarakat setempat dikenal dengan nama Pancuran Buto, karena bentuknya menyerupai kepala raksasa (kala) dengan mulut terbuka, gigi bertaring, dan ukirannya menyerupai naga. Sementara itu, keberadaan peripih berukuran cukup besar di situs ini menimbulkan dugaan bahwa pernah berdiri sebuah bangunan keagamaan di sekitar lokasi, kemungkinan sebuah candi, meskipun bentuk dan coraknya tidak dapat dipastikan karena minimnya artefak yang tersisa.

avatar
Bernadetta Alice Caroline