Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
cerita rakyat Sumatera Selatan Sumsel
Si Pahit Lidah
- 5 Januari 2019

Hari ini hati Serunting kesal sekali. Lagi-lagi ladang miliknya tak menghasilkan apa-apa, kecuali rumput ilalang yang tinggi. Apapun yang ditanamnya selalu mati. "Apa yang harus kulakukan? Ladangku hanya sejengkal dari ladang Aria Tebing, tapi mengapa ladangnya begitu subur?" tanyanya heran. "Aria Tebing pasti telah berbuat curang pada ladangku." pikir Serunting dengan curiga.

Suatu hari, Aria Tebing berkunjung ke rumah Serunting. Tujuannya untuk menemui kakaknya. Tapi apa yang terjadi? Serunting malah marah-marah dan mengajaknya berduel. "Apa yang kau lakukan pada ladangku? Semua yang kutanam mati tak berbekas. Sedangkan tanaman di ladangmu tumbuh dengan subur, padahal letaknya hanya sejengkal dari ladangku!"Serunting pulang ke rumah dan marah-marah pada istrinya. Istrinya adalah kakak Aria Tebing. "Bilang pada adikmu, jangan curang. Jika berani, suruh ia bertarung melawanku," katanya. Istringa tak habis pikir karena menurutnya, adiknya tak mungkin curang. Aria Tebing kebingungan, "Aku tak melakukan apa-apa. Aku bahkan tak pernah menginjakkan kaki ke ladangmu," jawabnya.

"Dasar pembohong! Kau menantangku? Jika memang itu maumu, ayo kita berduel sampai mati. Kutunggu kau besok di tanah lapang!"

Aria Tebing tak bisa menghindar. Ia harus menghadapi tantangan Serunting. Ia yakin, ia pasti kalah menghadapi Serunting yang jauh lebih sakti darinya. Karena itu ia memutuskan untuk menemui kakaknya untuk menanyakan apa kelemahan kakak iparnya itu.

Pagi-pagi buta, Aria Tebing menyelinap ke rumah Serunting. "Kak, tolonglah aku. Beritahu apa kelemahan suamimu. Jika Kakak tak memberitahuku, aku pasti akan mati siang ini," pinta Aria Tebing. Istri Serunting bimbang. Di satu sisi ia tak ingin mengkhianati suaminya, namun di sisi lain ia tak ingin adiknya mati terbunuh. Akhirnya ia berkata, "Berjanjilah, untuk tidak membunuh suamiku." Aria Tebing menyanggupi, maka istri Serunting pun memberitahu rahasia kelemahan suaminya. Tibalah saat yang ditentukan. Aria Tebing telah siap dengan senjata yang bisa melumpuhkan Serunting. Menurut istri Serunting, tumbuhan ilalang yang bergetar adalah senjata yang bisa melumpuhkan Serunting. Mereka berdua pun memulai pertarungan. Di saat Serunting lengah, Aria Tebing menyabetkan ilalang itu pada tubuh Serunting. Benar saja, dalam sekejap Serunting langsung terluka parah. Aria Tebing dengan mudah memenangkan pertarungan itu.

Serunting sangat malu. Ia heran bagaimana Aria Tebing bisa mengetahui rahasianya. Untuk menutupi rasa malunya, ia pergi mengembara dan meninggalkan rumah. Ia berjalan tak tentu arah sampai akhirnya tiba di Gunung Siguntang. Di situlah ia tinggal dan bertapa mengasah ilmunya.

"Jika begitu, bertapalah di bawah pohon bambu sampai seluruh tubuhmu tertutup oleh daunnya. Jika itu terjadi, kau berhasil mewarisi kesaktianku," jawab suara gaib itu.Suatu hari, saat sedang bertapa, ia mendengar bisikan gaib. "Serunting anakku, aku akan mengajarimu kesaktian yang kumiliki. Apakah kau mau melaksanakan syarat dariku sebelum aku mengajarirnu?" bisik suara itu. Serunting membuka matanya. Ia menengok ke kanan dan ke kiri, tak ada siapa-siapa. Berarti bisikan itu datang dari penunggu Gunung Siguntang. "Ya, aku mau belajar ilmu darimu," jawab Serunting. Dua tahun lamanya Serunting bertapa di bawah pohon bambu. Setelah semua tubuhnya tertutup oleh daun bambu, ia pun mendapatkan kesaktiannya, ia memiliki kemampuan untuk mengutuk apa pun yang ditemui nya.

Dengan kesaktiannya itu, Serunting ditakuti oleh banyak orang. Mereka menjulukinya "Si Pahit Lidah". Sejak itu, Serunting menjadi sombong dan sering berbuat semena-mena. Jika tak menyukai seseorang, ia tak segan- segan mengutuknya menjadi batu!

Tahun demi tahun berlalu. Suatu saat Serunting merasa rindu pada istrinya. Ia ingin pulang ke rumahnya. Selain itu, ia ingin membalas dendam pada Aria Tebing. Ia ingin menunjukkan kekuatannya pada Aria Tebing, Serunting pun berkemas dan pulang ke rumahnya.

Sepanjang perjalanan, Serunting masih bersikap semena-mena. Orang-orang yang bertemu dengannya segera menyingkir. Mereka takut terkena kutukan si Pahit Lidah.

Setelah berjalan seharian, Serunting ingin beristirahat. Ia berjalan menuju bukit, berharap dapat tidur sejenak. Ternyata tak ada sebatang pohon pun di situ. Ia jengkel sekali karena panas Matahari yang sangat menyengat. Ia mengedarkan pandangannya, rerumputan di bukit itu mulai menguning. Ia kecewa dengan keadaan bukit itu. Ia lalu berujar, "Aku ingin bukit ini penuh dengan pepohonan."

Dalam sekejap, bukit itu menjadi teduh dan rindang. Sejak itu banyak orang yang mampir ke sana untuk sekadar beristirahat. Serunting sangat senang. Ternyata, ia bisa menggunakan kesaktiannya untuk hal yang baik.

Setelah puas beristirahat, Serunting melanjutkan perjalanannya. Ketika melewati sebuah desa, ia melihat sepasang kakek dan nenek renta sedang menebang pohon. Hati Serunting merasa kasihan. "Mengapa mereka masih bekerja keras di usia setua itu?" Serunting menghampiri mereka, "Kek, Nek, mengapa anak kalian tak membantu?" tanyanya.

"Kami tak punya anak, kami hanya tinggal berdua," jawab si Kakek. Serunting terdiam, ia sungguh merasa iba melihat kakek dan nenek itu. "Kek, jika sekarang ini kalian dikaruniai seorang bayi laki-laki dan anak perempuan untuk membantu kalian, apakah kalian mau?"

Kakek dan nenek itu berpandangan, "Tentu saja kami mau, tapi apakah itu mungkin? Kami sudah tua, tak mungkin bisa punya anak."

Serunting menjawab, "Semuanya mungkin saja. Kakek dan Nenek akan punya seorang bayi laki-laki dan anak perempuan yang akan membantu kalian."

Setelah berkata demikian, terdengar suara tangis bayi dari dalam rumah. Kemudian seorang anak gadis dari rumah muncul sambil menggendong seorang bagi laki-laki. Kakek dan Nenek itu sangat bahagia, mereka tak henti-hentinya mengucapkan terima kasih pada Serunting.

Serunting juga bahagia. Ia sadar, sebenarnya lebih menyenangkan melihat orang-orang berbahagia daripada melihat mereka ketakutan. Sarunting bertekad akan menggunakan kesaktiannya untuk hal-hal baik, bukan untuk mencelakai orang. Selama sisa perjalanannya, ia menolong semua orang yang membutuhkan pertolongannya. Dan ia tidak sombong lagi.

 

https://dongengceritarakyat.com/cerita-rakyat-sumatera-selatan-si-pahit-lidah/

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Vila Van Resink
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Vila Van Resink adalah bangunan cagar budaya berbentuk vila yang terletak di Jalan Siaga, Kalurahan Hargobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pemilik awal vila ini adalah Gertrudes Johannes "Han" Resink, seorang anggota Stuw-groep , sebuah organisasi aktif pada Perang Dunia II yang memperjuangkan kemerdekaan dan pembentukan negara demokratis Hindia Belanda. Bangunan tersebut dibangun pada masa pemerintah Hindia Belanda sebagai bagian dari station hill (tempat tetirah pada musim panas yang berada di pegunungan) untuk boschwezen dienst (pejabat kehutanan Belanda). Pada era Hamengkubuwana VII, kepengelolaan Kaliurang (dalam hal ini termasuk bangunan-bangunan yang berada di wilayah tersebut) diserahkan kepada saudaranya yang bernama Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Mangkubumi. Tanah tersebut lantas dimanfaatkan untuk perkebunan nila, tetapi kegiatan itu terhenti kemudian hari karena adanya reorganisasi pertanian dan ekonomi di Vors...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Gereja Kristen Jawa Pakem Kertodadi
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Gereja Kristen Jawa (GKJ) Pakem Kertodadi adalah salah satu gereja di bawah naungan sinode Gereja Kristen Jawa, yang terletak di Jalan Kaliurang km. 18,5, Padukuhan Kertadadi, Kalurahan Pakembinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Awal mula pertumbuhan jemaat gereja ini berkaitan dengan keberadaan Rumah Sakit Paru-Paru Pakem, cabang dari Rumah Sakit Petronela (Tulung), yang didirikan di wilayah Hargobinangun. Sebelum tahun 1945, kegiatan keagamaan umat Kristen diadakan secara sederhana dalam bentuk renungan atau kebaktian pagi yang berlangsung di klinik maupun apotek rumah sakit yang dikenal dengan nama "Loteng". Para perawat di rumah sakit tersebut juga melakukan pelayanan kesehatan ke dusun-dusun di sekitarnya, yaitu Tanen, Sidorejo, Purworejo, dan Banteng. Menurut Notula Rapat Gerejawi, jemaat gereja ini mengadakan penetapan majelis yang pertama kali pada 21 April 1945. Tanggal tersebut lantas disepakati sebagai hari jadi GKJ Pa...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Situs Cepet Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Situs Cepet Pakem adalah situs arkeologi yang terletak di Padukuhan Cepet, Kalurahan Purwobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan temuan dua buah yoni dan sejumlah komponen arsitektur candi di sekitarnya, situs ini diduga merupakan reruntuhan sebuah candi Hindu dari masa klasik. Lokasinya kini berada di area permakaman umum Padukuhan Cepet, berdekatan dengan sebuah masjid. Benda cagar budaya (BCB) utama yang ditemukan di situs ini adalah dua buah yoni yang terbuat dari batu andesit. Kondisi keduanya telah rusak, sedangkan lingganya tidak ditemukan. Yoni pertama awalnya berada di pekarangan penduduk bernama Pujodiyono, tetapi sekarang dipindahkan di halaman makam. Yoni ini memiliki ukuran relatif besar dengan bentuk yang sederhana, yaitu lebar 134 sentimeter, tebal 115 sentimeter, dan tinggi 88 sentimeter. Bagian bawah cerat yoni tersebut tidak bermotif dan memberikan kesan bahwa pengerjaannya belum selesai. Sementara itu, terdap...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Situs Potro
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Situs Potro atau Pancuran Buto Potro adalah situs arkeologi yang terletak di Padukuhan Potro, Kalurahan Purwobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Situs ini terdiri atas dua benda cagar budaya (BCB) utama yang seluruhnya terbuat dari batu andesit, yaitu jaladwara dan peripih. Jaladwara di situs ini oleh masyarakat setempat dikenal dengan nama Pancuran Buto, karena bentuknya menyerupai kepala raksasa (kala) dengan mulut terbuka, gigi bertaring, dan ukirannya menyerupai naga. Sementara itu, keberadaan peripih berukuran cukup besar di situs ini menimbulkan dugaan bahwa pernah berdiri sebuah bangunan keagamaan di sekitar lokasi, kemungkinan sebuah candi, meskipun bentuk dan coraknya tidak dapat dipastikan karena minimnya artefak yang tersisa.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Sambal Matah
Makanan Minuman Makanan Minuman
Bali

Resep Sambal Matah Bahan-bahan: Bawang Merah Cabai Rawit Daun Jeruk Sereh Secukupnya garam Minyak panas Pembuatan: Cincang bawang merah, cabai rawit, daun jeruk, dan juga sereh Campur semua bahan yang sudah dicincang dalam satu wadah Tambahkan garam secukupnya atau sesuai selera Masukkan minyak panas Aduk semuanya Sambal matah siap dinikmati

avatar
Reog Dev