Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Jawa Barat Sumedang
Si Jago Moro
- 11 Februari 2015

Dayeuh Luhur, atau jika diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia berarti "kota atas" adalah sebuah daerah yang sangat kental akan nilai historis bagi Kabupaten Sumedang karena tempat ini adalah daerah yang dipilih oleh Prabu Geusan Ulun sebagai pusat kerajaan yang baru setelah dipindahkannya pusat kerajaan Sumedang Larang dari Kutamaya, hal tersebut dilakukan karena Kutamaya saat itu porak poranda  diserbu oleh Kesultanan Cirebon akibat salah paham dalam kasus Ratu Harisbaya.

Di Dayeuh Luhur inilah Prabu Geusan Ulun meneruskan pemerintahan Sumedang Larang hingga beliau wafat. Mungkin itu sekilas kisah sejarah Sumedang ditempat bernama Dayeuh Luhur ini, namun mungkin bukan itu yang akan saya ceritakan kali ini karena pada kesempatan kali ini saya akan menceritakan sebuah sasakala atau cerita rakyat yang berkembang di tempat ini, ceritanya berkisah tentang terbentuknya gunung-gunung yang ada di daerah Dayeuh Luhur yaitu Gunung Bongkok, Gunung Gajah, dan Gunung Bagug Anjing. Sesuai dengan namanya, Dayeuh Luhur atau kota atas merupakan daerah pemukiman yang berada di ketinggian dan daerahnya dikelilingi oleh lembah dan gunung-gunung, hal tersebut menjadikan daerah ini mempunyai pemandangan yang sangat indah, dan ketiga gunung tersebut yaitu Gunung Bongkok, Gunung Gajah, dan Gunung Bagug Anjing merupakan tiga gunung yang akan terlihat sangat jelas ketika kita berkunjung ke tempat ini, berikut adalah cerita rakyat Sumedang Si Jago Moro (Si Jago Berburu) tentang terbentuknya ketiga gunung tersebut.

Asal Usul Terbentuknya Gunung Bongkok, Gunung Bagug Anjing, dan Gunung Gajah

Ketika Dayeuh Luhur belum terjamah oleh keberadaan manusia modern seperti saat ini, ada berita dari para sesepuh tentang seorang lelaki yang sangat piawai dalam berburu hewan liar, lelaki tersebut dikenal dengan nama Si Jago Moro (si jago berburu). Si Jago Moro bisa dikatakan sudah cukup berumur, dimana uban mulai tumbuh di sela-sela rambut hitamnya, namun karena dia sangat senang berburu kesana kemari dan tubuhnya tak pernah berhenti bergerak, si lelaki tersebut terlihat sangat sehat, malah sama sekali tak terlihat masa tua sudah menghampiri dirinya, fisiknya yang mulai menua  tersamarkan oleh badannya kuat. Namun sayang, meski sudah cukup berumur tutur katanya kurang terjaga dimana ia masih suka bersikap takabur, songong, dan tak kenal takut. Dalam berburu ia selalu ditemani oleh seekor anjing besar berwarna hitam yang yang ia beri nama Si Kukut.

 
Pada suatu ketika, sekumpulan tukang moro sato (sekumpulan orang yang senang berburu binatang liar) yang ada di sebuah desa ramai membicarakan tentang perburuan hewan liar.
"Saya mendapatkan berita dari kampung tetangga, katanya ada gajah yang sangat besar dan ganas yang sangat sulit untuk diburu apalagi ditaklukan" ujar salah seorang pemburu yang berperawakan tinggi besar, tiba-tiba Si Jago Moro menjawab dengan pongah dan penuh ketakaburan
"Ah, bagaimanapun besar dan ganasnya hewan buruan tersebut, bakal takluk !! tuh !! pasti diuber sama Si Kukut anjing saya sampai takluk !!" jawab Si Jago Maro dengan pongah sembari menepuk dada dan besar kepala, "hey !! kamu jangan sembarangan euy !! katanya gajah itu bukan gajah biasa, tapi gajah itu teh jelmaan dari anak Dewa Ganesha !!" jawab teman Si Jago Moro, begitu mendengar jawaban tersebut Si jago Moro tertawa terbahak-bahak dengan nikmatnya dan langsung menjawab “Ha…ha…ha…ha…. !!! saya jadi makin penasaran sebenarnya seperti apa gajah itu ??!!! kalian jangan dulu percaya dengan cerita-cerita seperti itu ! karena yang namanya cerita mah belum tentu benar dulur !!"
 
Esoknya, pagi-pagi buta Si Jago Moro sudah mengikatkan rantai emas di leher anjingnya, Si Kukut. Setelah itu dia memberinya makan sebelum lanjut berburu,
“hayoh Kukut cepat makan dulu, nanti siang kita berburu babi hutan” Si Jago Moro berkata pada Si Kukut sembari membelai bulu anjing hitam peliharaannya itu, terlihat rantai yang membelit leher Si Kukut berkilau-kilau karena memang terbuat dari emas asli. Hari itu Si Jago Moro sudah berjanji dengan teman-temannya sesama para pemburu untuk berburu binatang liar ke hutan sebelah, sesampainya di hutan yang dituju Si Jago Moro menghentikan langkahnya, ia berhenti sambil memutar pandangan melihat teman-teman berburunya yang nampak seperti bingung dan ketakutan, Si Jago Moro pun bertanya “kenapa kalian semua nampak seperti orang bingung ??”
“iya, ini sangat aneh, tidak seperti biasanya, hutan ini sepertinya sepi sekali !” jawab salah seorang teman Si Jago Moro, “mungkin babi hutannya sudah tahu kalau hari ini kita akan melakukan perburuan beramai-ramai, jadi sepertinya mereka semua bersembunyi" jawab Si Jago Moro sambil tak berhenti melihat sekitar.
“kata para pemburu di kampung sebelah, kalau keadaan hutan sepi seperti ini berarti akan kedatangan gajah jelmaan anak Dewa Ganesha itu !!" jawab salah seorang temannya lagi, Si Jago Moro langsung terbahak-bahak mendengar jawaban temannya tersebut dan kemudia sesumbar lagi,
“ha ha ha ha !!! kalau begitu baguslah ! hutan kita akan kedatangan gajah yang hebat dan sangat besar itu, kita buru bersama-sama saja !! bagaimana ??” Si Jago Moro menantang seenaknya.
 
Tak lama kemudian, para pemburu saling tatap karena bumi tempatnya berpijak serasa bergoyang, seketika terdengar suara "blug !!...blug!!...blug!!" dan tanah pun seketika bergetar serasa akan roboh. Rombongan pemburu tersentak kaget karena pohon kiara berukuran besar yang tidak jauh dari tempat mereka berada bergoyang seperti ada yang sengaja menggoyangkannya, dari situ kemudian muncul seekor binatang yang berukuran sangat besar dan sangat tak biasa, seketika semua pemburu berhamburan kesemua penjuru karena takut oleh gajah tersebut, semua kabur kecuali Si Jago Moro yang masih terbengong-bengong dengan kemunculan gajah tersebut, ia kemudian bergumam sambil pandangannya tak lepas dari binatang yang ada dihadapannya, "ayo sini hewan besar ! kau akan kutaklukkan sekarang juga ! jangan sebut saya Si Jago Moro kalau tak bisa menaklukanmu !! kalau berhasil mengalahkanmu aku akan dipuji-puja seisi desa !!" kata Si Jago Moro menantang, namun ia langsung terkaget-kaget ketika ternyata sang gajah menjawab tantangannya, "kalau kau tidak bisa menangkapku dan menaklukanku, kau harus mau menjadi batu !!" Si Jago Moro langsung menoleh kesegala arah mencari sumber suara, ia hanya ternganga ketika melihat belalai sang gajah bergoyang-goyang, ia baru sadar ternyata gajah dihadapannya-lah yang mengeluarkan suara tersebut.
 
"Aeh aeh ternyata kamu bisa bicara euy ??!!" kata Si Jago Moro,
"tentu saja, karena aku adalah jelmaan dari anak dewa, bagaimana ?? kau mau meladeni tantanganku ?? berani menjadi batu jika tak bisa menangkapku ??" sang gajah balik bertanya,
"tentu saja, apalagi kalau kamu memang anak dewa, saya semakin penasaran ! jangankan menjadi batu, kalau aku tidak bisa memburu dan menaklukanmu, jadi gunung pun aku sanggup !!!" jawab Si Jago Moro dengan nada sompral (songong) dan menantang. Namun, baru saja Si Jago Moro selesai berkoar dengan pongahnya, tiba-tiba terdengar suara halilintar yang menggelegar menyambar ditengah siang hari yang sangat terik, "blug!!...blug!!" gajah yang mengaku anak Dewa Ganesha mulai melangkahkan kakinya dengan sangat cepat, dan tentu saja Si Jago Moro pun tidak mau kalah, dia langsung berdiri sambil menyuruh Si Kukut supaya cepat mengejar gajah yang mulai berlari susah payah karena badannya yang berat.
 
"akan ku kejar kau sampai kemanapun !!" teriak Si jago Moro sambil terus berlari dengan Si Kukut anjingnya, tangannya gesit memegang rantai emas yang membelit leher Si Kukut agar tak tertinggal dan tetap bisa membuntuti buruannya. Sepertinya Si Jago Moro saat itu sudah benar-benar nekat sampai-sampai ia mau bersumpah pada anak dewa dan menggadaikan seluruh hidupnya untuk menjadi sebuah gunung. Dari hari ke hari, gajah yang semakin lambat dan kelelahan tak juga bisa ditangkapnya, karena meskipun sudah kelelahan gajah tersebut tetap gesit dan pintar untuk menghindar, setiap Si Kukut menerkam kakinya sang gajah langsung menendangkan kakinya sampai Si Kukut terjungkal, begitu dan begitu terus berulang-ulang sampai minggu berganti minggu. Hal itu membuat Si Jago Moro semakin penasaran dan tertantang sampai tak ingat apapun lagi, dari hutan ke hutan sudah ia lewati untuk menankap gajah anak Dewa Ganesha. Sesekali dia beristirahat dan memberi makan anjingnya untuk mengumpulkan tenaga, dia belum menyerah, dia terus memburu hewan buaruannya sampai ke hutan sebelah utara, sampai suatu saat ia merasa kembali lagi ke hutan awal saat ia mulai mengejar gajah anak dewa, ternyata gajah buruannya berlari memutar dan kembali lagi ke hutan asal.
 
Saat itu, sang gajah sudah terlihat sangat lemas, Si Jago Moro senang bukan kepalang melihat Si Kukut sudahngabagug (diam, mempertahankan) sambil menggigit kaki gajah, "akhirnya ! kau ku dapatkan hey gajah !! kalau sudah begini kalaupun jadi gunung aku tak akan penasaran !!" kata Si Jago Moro sambil kegirangan, selesai Si Jago Moro berkata seperti itu, langsung terdengar suara halilintar yang dulu pernah menggelegar, halalintar tersebut terdengar lagi saat itu dan sama dahyatnya, gemuruhnya seperti akan meruntuhkan langit saat itu juga, cuaca yang tadinya panas mendadak hujan deras dengan guntur yang bersahutan.
 
Entah kenapa, saat itu hati Si Jago Moro langsung merasa ciut dan tak bernyali lagi, ia teringat kata-kata dan sikapnya selama ini yang selalu pongah, takabur, dan sompral, padahal sesungguhnya semua makhluk yang ada di bumi milik Allah, dan manusia selaku ciptannya tidak boleh sombong takabur sekuat apapun fisiknya, secerdas apapun otaknya, karena semua akan binasa, hanya Allah pemilik semuanya. Tulang punggung Si Jago Moro yang tadinya gagah mulai merenta, terdengar suara gemeretak ketika badannya tertarik oleh rantai emas yang melilit leher Si Kukut, itu terjadi karena Si Kukut anjing yang berukuran besar tersebut terus ngabagug (berdiam, mempertahankan) dan tidak mau melepaskan kaki gajah yang ada dalam cengkramannya. Si Jago Moro ketika itu merasa sudah tidak segagah dulu, sudah tidak punya kekuatan, punggungnya terasa remuk dan tidak bisa berdiri tegak kembali, pikirannya mulai kabur...
 
Si Jago Moro sudah tidak ingat apapun lagi, detak jantungnya mendadak berhenti, begitu juga dengan Si Kukut dan gajah anak Dewa Ganesha, mereka terbujur kaku dan tak bergerak. Esoknya, warga desa yang bermukim tidak jauh dari tempat kejadian tersebut dikagetkan dengan kejadian luar biasa di desanya, semua terkaget-kaget karena tiba-tiba berdiri tiga gunung yang entah darimana asalnya, dari kejauhan ketiga gunung yang berdekatan tersebut sangat mirip dengan sesuatu, dan akhirnya mereka pun menamakannya sesuai dengan apa-apa yang mirip dengannya, dimana gunung yang pertama mirip orang yang sedang membungkuk dinamakan "Gunung Bongkok", lalu gunung yang sepintas nampak memiliki punuk seperti binatang gajah disebut dengan "Gunung Gajah", dan disebelahnya gunung yang nampak seperti nemplok, ngabagug (diam) disebut dengan "Gunung Bagug Anjing"

Ceritanya tak berhenti sampai disitu, karena sekarang pun katanya kadang keanehan gunung-gunung tersebut bisa terlihat oleh orang yang kawenehan (kebetulan, beruntung). Diceritakan disebuah malam ada seorang anak yang melihat rantai yang bersinar terang benderang bagai emas murni dilangit yang sangat luas, rantai tersebut katanya tersambung dari Gunung Bongkok ke Gunung Bagug Anjing, namun benar atau tidaknya cerita tersebut tidak ada yang tahu, Wallahualam. Menurut kepercayaan orang Dayeuh Luhur, barang siapa yang beruntung bisa melihat rantai tersebut maka ia akan banyak rejeki, namun tentunya itu hanya sugesti saja, karena pada hakikatnya rejeki, jodoh, dan maut Allah yang Maha mengatur.
 
Gunung Gajah dan Gunung Bagug Anjing, kedua gunung tersebut menyatu dalam satu gunung, Gunung Gajah adalah yang disebelah kiri dimana jika dilihat secara langsung dari dekat memang mirip seperti punuk gajah, dan yang dibagian sebelah kanan adalah Gunung Bagug Anjing yang berbentuk seperti sesuatu yang sedang ngabagug (diam), kedua gunung tersebut menyatu dalam satu gunung seperti telah dikisahkan dalam sasakala Si Jago Moro bahwa anjing besar yang bernama Si Kukut menggigit kaki gajah yang merupakan anak dari Dewa Ganesha dan tidak mau melepaskannya.
 
Gunung Bongkok dengan Gunung Gajah dan Gunung Bagug Anjing dipisahkan oleh sebuah lembah, gunung-gunung tersebut saling berhadapan, hanya sayang karena saya menggunakan kamera hape jadul untuk mendokumentasikannya walhasil gambar ketiga gunung tersebut tidak bisa terdokumentasikan secara sempurna  dalam satu gambar, dimana saya hanya bisa mendokumentasikannya secara terpisah. Dipuncak gunung bongkok terdapat tonjolan dari batu-batu besar, dan inilah yang menjadikannya tampak unik.

Cerita Si Jago Moro diatas menegaskan bahwa di Dayeuh Luhur tidak hanya menimpan cerita babad/sejarah, tapi juga ada cerita rakyat yang harus dipelajari dan menyimpan banyak makna sebagai suatu seni sastra, dimana segala rupa cerita tentang terjadinya suatu daerah merupakan hasil cipta, rasa, dan karsa yang disesuaikan dengan budaya ataupun keadaan alam sekitar, dalam hal ini Gunung Bongkok, Gunung Gajah, dan Gunung Bagug Anjing, namun kebenaran dari cerita tersebut belum bisa dibuktikan, Wallahualam.

 

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline