Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Barat
Si Bodoh Tongtonge
- 29 November 2014

Tongtonge adalah seorang anak remaja yang lugu. Ia tidak pernah sekolah. Sejak kecil ia hidup bersama ayahnya berpindah-pindah dari satu ladang ke ladang yang lain. Ia tak pandai bekerja di sawah, apalagi di sawah yang selalu berlumpur. Lumpur bisa merusak kaki. Itu alasannya. Oleh karena itu, ia tidak suka tinggal di kampungnya. Ia memilih tinggal di ladang yang semakin lama semakin jauh dari kampungnya. Sesekali ia pulang menjenguk ibunya yang sudah tua dan kurang pendengarannya.

Pada suatu hari, Tongtonge berhasil membuat “bubu” (alat menangkap ikan). Bubu itu disimpannya di dekat pagar ladangnya. Karena sibuknya membenahi ladangnya, ia tidak sempat ke sungai menangkap ikan dengan bubunya.

Suatu hari, Tongtonge ingin menangkap ikan di sungai. Kemudian, ia menuju tempat penyimpanan di mana bubunya. Ternyata bubu itu telah habis dimakan anai-anai. Dengan nada marah, ia berkata, “Simpan bubu dekat Pagar, bubu dimakan anai-anai, maka anai-anailah yang saya ambil”. Dengan berkata demikian, maka dikumpulkanlah semua anai-anai yang ada di situ. Anai-anai itu dibungkus dan dibawa menjenguk ibunya di kampung. Sampai di suatu tempat ia beristirahat sejenak.

Karena kelelahan ia tertidur. Pada saat terbangun, ia segera mengambil bungkusannya yang berisi anai-anai itu. Tetapi anai-anai itu telah habis dimakan ayam. la pun berkatalah, “Bubu dimakan anai-anai, anai-anai dimakan ayam, maka ayamlah yang saya ambil.” Sambil berkata demikian, ia menangkap ayam yang memakan anai-anai tersebut. Ayam itu lalu dibawanya melanjutkan perjalanan. Sesampai di suatu pemukiman penduduk, ia berhenti. Ayam itu dikepitnya kemana pun ia pergi. Melihat tingkah laku yang aneh itu, salah seorang penduduk menegurnya, “Tongtonge, titipkan ayammu kepadaku, sementara engkau makan dan beristirahat.”

“Terima kasih, tetapi hati-hati jangan sampai ayamku mati”.

“Jangan khawatir, nanti kalau ayammu mati saya ganti”.

Tak lama kemudian apa yang dikhawatirkan Tongtonge pun terjadi. Ayamnya mati terlimpa alu penumbuk padi. Lalu, berkatalah si penumbuk padi, “Maaf Tongtonge ayammu mati tertimpa alu. Nanti akan saya ganti dengan ayamku.

Tongtonge menjawab, “Oh tidak, itu tidak adil. Jika ayamku mati tertimpa alu, maka alu itulah sebagai gantinya”. Lalu ia bergumam, “Bubu dimakan anai-anai, anai-anai dimakan ayam, ayam mati terlimpa alu, maka alulah yang saya ambil”.

Setelah bergumam demikian, maka Tongtonge melanjutkan perjalanan dengan memikul alu.

Kampungnya masih jauh. Di tengah jalan, ia ditegur seorang penggembala sapi, “Hai anak muda bolehkah Saya meminjam alumu untuk saya jadikan palang pintu kandang sapi-sapi saya.

“Boleh, tetapi harus hati-hati jangan sampai patah”.

“Kalau hanya itu saja syaratnya, kau boleh ambil salah satu dari seratus sapiku ini”.

Mereka telah bersepakat. Tongtonge ikut membantu memasang alu itu sebagai palang pintu. Tidak lama kemudian, seekor sapi yang cukup besar lari dengan kencang menabrak palang pintu tersebut. Apa yang dikhawatirkan pun terjadi. Alu itu patah. Tongtonge pun berkata,

“Bubu dimakan anai-anai, anai-anai dimakan ayam, ayam tertimpa alu, alu patah karena sapi, maka sapilah yang saya ambil”.

Selesai berkata demikian, Tongtonge langsung menangkap sapi yang mematahkan alunya, kemudian dituntunnya melanjutkan perjalanan menuju kampungnya. Siang itu, hari cukup terik. Kampung yang dituju masih jauh. Maka Tongtonge pun beristirahat lagi. Sapinya ditambatkan di bawah pohon nangka yang rindang. Bau nangka masak tercium olehnya. Lalu, ia memanjat pohon nangka dan memetik yang telah masak. Pohon itu ridak ada yang punya, karena tidak terletak di dalam pagar. Ia makan dengan lahapnya buah nangka yang ternyata sangat manis. Karena kekenyangan, ia tertidur. Sementara tertidur, angin bertiup agak kencang. Banyak buah nangka masak yang jatuh. Sebuah nangka yang cukup besar jatuh, menimpa sapi yang tertambat di bawahnya. Sapi itu mati seketika.

Tongtonge bergumam pula, “Simpan bubu dekat pagar, bubu dimakan anai-anai, anai-anai dimakan ayam, ayam mati tertimpa alu, alu patah oleh sapi, sapi mati tertimpa nangka, maka nangkalah yang saya ambil”.

Setelah itu, Tongtonge memungut nangka Yang menimpa sapinya, lalu melanjutkan perjalanan. Karena nangka itu cukup berat, ia perlu beristirahat. Sampailah ia di sebuah gubug. Di gubug itu tinggal seorang gadis yang cantik. Gadis itu mengajak Tongtonge beristirahat, dengan maksud ditawari makan nangka oleh Tongtonge. Akan tetapi, Tongtonge tidak bermaksud memakan buah nangka itu. Buah nangka itu untuk ibunya. Tongtonge menitipkan nangkanya kepada gadis itu, sementara ia mandi. Gadis itu tidak dapat menahan seleranya. Nangka itu pun dikupas dan dimakannya.

Sekembalinya dari kali, Tongtonge sangat kecewa karena nangka itu telah dimakan oleh sang gadis. Ia pun berkata dalam hati, “Diriku memang sial, bubu disimpan dekat pagar, bubu dimakan anai-anai, anai-anai dimakan ayam, ayam mati tertimpa alu, alu patah oleh sapi, sapi mati tertimpa nangka, nangka dimakan gadis, maka gadis inilah yang saya ambil.”

Tongtonge kemudian menyiapkan dua buah keranjang. Keranjang yang satu untuk sang gadis, yang satu diisi batu agar seimbang.

Tongtonge melanjutkan perjalanan menuju kampung halamannya dengan memikul seorang gadis cantik. Di tengah jalan ia berhenti mau buang air besar. Gadis di keranjang berkata, “Tongtonge, kalau mau buang air besar jauh-jauhlah dari sini. Cari sungai, kalau di dekat sini, nanti saya bisa pingsan mencium kotoranmu.” Tongtonge pun pergi mencari kali untuk buang air besar. Sementara itu, si gadis turun dari keranjang, lalu mencari batang kayu dan batu ditaruh di keranjang mengganti dirinya. Lalu, ia lari kembali ke kampungnya. Sementara itu, Tongtonge telah kembali.

Tanpa periksa, segeralah ia mengangkat keranjang itu. Dengan semangat yang menyala, ia ingin segera menyampaikan berita gembira kepada ibunya, bahwa ia telah membawa gadis cantik calon istrinya.

Tidak terasa kampungnya semakin dekat. Rumahnya mulai tampak. Ia bergegas, semakin dekat, walaupun penuh keringat. Dengan tidak sabar ia memanggil ibunya, “Ibu! Ibu! Calon menantu ibu telah datang!”

Mendengar suara Tongtonge, ia menyahut dari dalam, “Kalau batu dan batang taruh saja di bawah kolong rumah.” Sambil berkata demikian, ibunya membuka pintu. “Apa yang kau bawa ini Tongtonge?” tanya ibunya. “Ini calon menantu Ibu,” jawab Tongtonge sambil menunjuk salah satu keranjang.

“Ooo…. batu batang,” jawab ibunya.

“Menantu Ibu datang!” teriak Tongtonge agak keras, sambil mendekatkan mulutnya ke telinga ibunya.

“Kalau begitu mengapa engkau tidak membukanya!” lanjut ibunya. Ternyata…, benarlah kata ibunya, setelah keranjang itu dibuka, isinya hanya batu dan batang pohon. Lemaslah Tongtonge merenungi nasibnya.

Tongtonge adalah lambang kebodohan, akibat tidak sekolah. Oleh karena itu, sekolah sangat penting. Dengan bersekolah, kita memperoleh berbagai pengetahuan dan keterampilan yang menyebabkan kita tidak mudah dibodohi orang.

Sumber: http://dongeng.org/cerita-rakyat/si-bodoh-tongtonge

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Sambal Matah
Makanan Minuman Makanan Minuman
Bali

Resep Sambal Matah Bahan-bahan: Bawang Merah Cabai Rawit Daun Jeruk Sereh Secukupnya garam Minyak panas Pembuatan: Cincang bawang merah, cabai rawit, daun jeruk, dan juga sereh Campur semua bahan yang sudah dicincang dalam satu wadah Tambahkan garam secukupnya atau sesuai selera Masukkan minyak panas Aduk semuanya Sambal matah siap dinikmati

avatar
Reog Dev
Gambar Entri
Gereja Kristen Jawa Pakem Taman Lansia Ceria
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Bangunan GKJ Pakem merupakan bagian dari kompleks sanatorium Pakem, yang didirikan sebagai respon terhadap lonjakan kasus tuberculosis di Hindia-Belanda pada awal abad ke-20, saat obat dan vaksin untuk penyakit ini belum ditemukan. Sanatorium dibangun untuk mengkarantina penderita tuberculosis guna mencegah penularan. Keberadaan sanatorium di Indonesia dimulai pada tahun 1900-an, dengan pandangan bahwa tuberculosis adalah penyakit yang jarang terjadi di negara tropis. Kompleks Sanatorium Pakem dibangun sebagai solusi untuk mengatasi kekurangan kapasitas di rumah sakit zending di berbagai kota seperti Solo, Klaten, Yogyakarta, dan sekitarnya. Lokasi di Pakem, 19 kilometer ke utara Yogyakarta, dipilih karena jauh dari keramaian dan memiliki udara yang dianggap mendukung pemulihan pasien. Pembangunan sanatorium dimulai pada Oktober 1935 dan dirancang oleh kantor arsitektur Sindoetomo, termasuk pemasangan listrik dan pipa air. Sanatorium diresmikan oleh Sultan Hamengkubuwono VIII pada 23...

avatar
Seraphimuriel
Gambar Entri
Pecel Mie
Makanan Minuman Makanan Minuman
Jawa Timur

Bahan-bahan 4 orang 2 bungkus mie telur 4 butir telur kocok 1 buah wortel potong korek api 5 helai kol 1 daun bawang 4 seledri gula, garam, totole dan merica 1 sdm bumbu dasar putih Bumbu Dasar Putih Praktis 1 sdm bumbu dasar merah Meal Prep Frozen ll Stok Bumbu Dasar Praktis Merah Putih Kuning + Bumbu Nasi/ Mie Goreng merica (saya pake merica bubuk) kaldu jamur (totole) secukupnya kecap manis secukupnya saus tiram Bumbu Pecel 1 bumbu pecel instant Pelengkap Bakwan Bakwan Kriuk bawang goreng telur ceplok kerupuk Cara Membuat 30 menit 1 Rebus mie, tiriskan 2 Buat telur orak arik 3 Masukkan duo bumbu dasar, sayuran, tumis hingga layu, masukkan kecap, saus tiram, gula, garam, lada bubuk, penyedap, aduk hingga kecap mulai berkaramel 4 Masukkan mie telur, kecilkan / matikan api, aduk hingga merata 5 Goreng bakwan, seduh bumbu pecel 6 Siram diatas mie, sajikan dengan pelengkap

avatar
Netizen
Gambar Entri
Wisma Gadjah Mada
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Gadjah Mada terletak di Jalan Wrekso no. 447, Kelurahan Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma Gadjah Mada dimiliki oleh Universitas Gadjah Mada yang dikelola oleh PT GAMA MULTI USAHA MANDIRI. Bangunan ini didirikan pada tahun 1919 oleh pemiliknya orang Belanda yaitu Tuan Dezentje. Salah satu nilai historis wisma Gadjah Mada yaitu pada tahun 1948 pernah digunakan sebagai tempat perundingan khusus antara pemerintahan RI dengan Belanda yang diwakili oleh Komisi Tiga Negara yang menghasilkan Notulen Kaliurang. Wisma Gadjah Mada diresmikan oleh rektor UGM, Prof. Dr. T. Jacob setelah di pugar sekitar tahun 1958. Bangunan ini dikenal oleh masyarakat sekitar dengan Loji Cengger, penamaan tersebut dikarenakan salah satu komponen bangunan menyerupai cengger ayam. Wisma Gadjah Mada awalnya digunakan sebagai tempat tinggal Tuan Dezentje, saat ini bangunan tersebut difungsikan sebagai penginapan dan tempat rapat. Wisma Gadjah Mada memiliki arsitektur ind...

avatar
Seraphimuriel
Gambar Entri
Rumah Indis Wisma RRI
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Bangunan ini dibangun tahun 1930-an. Pada tahun 1945 bangunan ini dibeli oleh RRI Yogyakarta, kemudian dilakukan renovasi dan selesai tanggal 7 Mei 1948 sesuai dengan tulisan di prasasti yang terdapat di halaman. Bangunan bergaya indis. Bangunan dilengkapi cerobong asap.

avatar
Seraphimuriel