Mite makanan pertama ini ditemukan di Tanah Karo. Mite ini terjadi ketika makanan pokok orang Karo masih berupa buah-buahan yang berasal dari hutan. Konon, mite ini berawal dari ditemukannya buah yang sangat besar oleh anak-anak yang sedang bermain-main. Anak-anak itu heran melihat buah yang sangat besar itu. Anehnya, orang tua dan raja mereka tidak mengetahui apa nama buah tersebut. Untuk memecahkan misteri tentang buah itu, raja pun mengumpulkan penduduk untuk menanyakan apakah nama buah yang ditemukan anak-anak itu. Mereka tidak tahu tentang buah itu. Tiba-tiba, pada saat penduduk asyik memperhatikan buah itu, terdengar suara, “Buah yang besar itu adalah penjelmaan Si Beru Dayang yang diturunkan ke bumi. Kalian potong-potonglah buah itu sampai halus dan tanamlah potongan-potongannya. Kalau nanti sudah tumbuh dan berbuah berilah dia makanan!”.
Setelah mendengar suara dewa yang menurunkan buah besar jelmaan Si Beru Dayang, mereka segera memotong-motong buah itu sampai halus. Potongan-potongan itu mereka tanam. Tidak berapa lama kemudian, potongan-potongan yang mereka tanam itu tumbuh menjadi padi.
Pada mulanya, yang menanam padi bukan orang-orang tua seperti sekarang. Anak-anak gadis dan pemudalah yang menanam padi. Anak-anak gadis yang akan menanam bibit padi, membawa air yang dicampur dengan dua macam daun-daunan yang bernama Simalem-malem dan Kalinjuang. Para pemuda itu juga membawa air. Kalau bibit padi sudah dimasukkan ke dalam tanah maka anak-anak gadis itu memercikkan air ke atasnya sambil berkata, “Wahai Beru Dayang, bangun dan tumbuh suburlah engkau!”.
Pada zaman dahulu, bibit padi yang akan ditanam dinamakan Si Beru Dayang. Padi yang baru berumur seminggu dinamakan Si Beru Dayang Merengget-engget. Kalau sudah berumur satu bulan dinamakan Si Beru Dayang Bernis. Orang Karo menamakan Si Beru Dayang Kumarkar waktu padi mengeluarkan buahnya dan Si Beru Dayang Terhine-hine waktu padi mulai berisi cairan.
Sesuai dengan suara dewa yang menurunkan Si Beru Dayang, orang-orang Karo pun memberi makan padi itu setelah buahnya mulai mengeras. Mereka membawa tepak berisi sirih dan telur ayam yang dipersembahkan untuk makanan padi tersebut. Di Ladang, orang yang membawa tepak itu mencabut tiga rumpun padi dan diikatkan menjadi satu dan diletakkan di atas tempat sirih. Sirih itu dimakan orang yang membawanya. Setelah selesai, orang-orang berkata kepada padi yang tumbuh di sekeliling mereka, “Sekarang engkau kami beri nama Si Beru Dayang Permegahken”.
Menjelang musim panen, orang Karo membuat upacara makan bersama di desa yang disebut upacara memberi makan padi. Setelah selesai makan bersama, beberapa orang tua pergi ke ladang yang akan dipanen penduduk. Mereka berjalan mengelilingi ladang sambil berseru, “Makanlah wahai padi, makanan untuk kalian sudah kami sediakan. Sekarang kalian kami namakan Si Beru Dayang Patunggungken!”. Kemudian, ketika panen, beberapa orang tua terlebih dahulu berseru kepada padi, “Sekarang kami akan menuai kalian. Kalian kami namakan Si Beru Dayang Pepulungken!”.
Setelah mereka menyerukan kata-kata itu, orang-orang pun mulai menuai padi beramai-ramai. Setelah padi dituai, beramai-ramai pula mereka mengiriknya. Padi yang sudah selesai dirik, dikumpulkan, dan orang-orang tua berseru kepada padi itu, “Sekarang kalian sudah kami kumpulkan. Bertambah banyaklah kalian sampai menggunung. Sekarang kalian kami namakan Si Beru Dayang Petumbunen!”.
Setelah mengucapkan kata-kata itu, padi yang sudah dikumpulkan mulai diangin untuk menyisihkan padi hampa dengan padi yang berisi. Padi yang berisi dibawa pulang ke desa oleh para pemuda dan anak-anak gadis. Sesampainya di rumah pemiliknya masing-masing, padi itu dinamakan Si Beru Dayang Pasinteken. Begitulah cerita asal mula padi di Tanah Karo.
Sumber: http://balaibahasa-sumut.com/index.php/produk/ensiklopedia-sastra/cerita-rakyat.html
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja
Jembatan Plunyon merupakan bagian dari wisata alam Plunyon-Kalikuning yang masuk kawasan TNGM (Taman Nasional Gunung Merapi) dan wisatanya dikelola Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) setempat, yaitu Kalikuning Park. Sargiman, salah seorang pengelola wisata alam Plunyon-Kalikuning, menjelaskan proses syuting KKN Desa Penari di Jembatan Plunyon berlangsung pada akhir 2019. Saat itu warga begitu penasaran meski syuting dilakukan secara tertutup. Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan zoom-in-whitePerbesar Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan "Syuting yang KKN itu kebetulan, kan, 3 hari, yang 1 hari karena gunungnya tidak tampak dibatalkan dan diu...