Tarian orang Dayak beragam ada yang masih tradisional bhakan ada yang sudah dikreasikan. Tarian tradisional berdasarkan fungsinya dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis yakni (1) jenis tarian keagamaan seperti untuk pengobatan, atau mengundang roh gaib seperti tarian pada upacara Belian Bawo, Sentiyu dan Kwangkai ; (2) tarian adat biasanya dilaksanakan pada saat upacara adat ; (3) tarian hiburan/pergaulan seperti leleng. Tarian-tarian ini dimainkan baik oleh perempuan maupun laki-laki., tunggal maupun berkelompok.
Kelengkapan tari lainnya adalah Mandau dan tameng ; bersunung, bahan yang dipakai di sekeliling bahu biasanya terbuat dari kulit macan atau beruang ; bulu burung enggang atau merak, biasanya digunakan untuk hiasan topi aatu hiasan besunung dan dipegang ditangan sebagai kelengkapan tari bagi perempuan. Sikap burung enggang sering digunakan dalam gerak tari, sedangkan paruhnya untuk hiasan kalung atau topi. Burung dalam kepercayaan masyarakat Dayak pada umumnya dianggap sebagai binatang suci, yang menghubungkan manusia dengan roh nenek moyang dan yang kuasa.
Beloko atau topi dari anyaman rotan juga digunakan sebagai kelengkapannya, selain itu ada kalung yang terbuat dari manik-manik dan taring harimau, seleng atau kelat bahu yang terbuat dari kayu atau getah kayu yang sudaSeni tari suku Melayu Kutai juga memiliki nilai seni tinggi dan beragam. Pada garis besarnya dapat dibagi menjadi dua jenis, yakni Seni Tari Rakyat dan Seni Tari Klasik. Seni Tari Rakyat, merupakan kreasi artistik yang timbul di tengah-tengah masyarakat umum. Gerakan tarian rakyat ini menggabungkan unsur-unsur tarian yang ada pada tarian suku yang mendiami daerah pantai. Ada beberapa ragam tari yang termasuk dalam Seni Tari Rakyat ini di antaranya Tari Jepen. Tari Jepen adalah kesenian rakyat Kutai yang dipengaruhi oleh kebudayaan Melayu dan Islam. Kesenian ini sangat populer di kalangan rakyat yang menetap di pesisir sungai Mahakam maupun di daerah pantai. Tarian pergaulan ini biasanya ditarikan berpasang-pasangan, tetapi dapat pula ditarikan secara tunggal. Tari Jepen ini diiringi oleh sebuah nyanyian dan irama musik khas Kutai yang disebut dengan Tingkilan. Alat musiknya terdiri dari gambus (sejenis gitar berdawai 6) dan ketipung (semacam kendang kecil). Karena populernya kesenian ini, hampir di setiap kecamatan terdapat grup-grup Jepen sekaligus Tingkilan yang masing-masing memiliki gayanya sendiri-sendiri, sehingga tari ini berkembang pesat dengan munculnya kreasi-kreasi baru seperti Tari Jepen Tungku, Tari Jepen Gelombang, Tari Jepen 29, Tari Jepen Sidabil dan Tari Jepen Tali.
Seni Tari Klasik, merupakan tarian yang tumbuh dan berkembang di kalangan Kraton Kutai Kartanegara pada masa lampau. Termasuk dalam Seni Tari Klasik Kutai adalah Tari Persembahan, Tari Ganjur, Tari Kanjar, Tari Topeng Kutai, dan Tari Dewa Memanah.
Tari Persembahan, pada mulanya (dahulu) berupa tarian wanita kraton Kutai Kartanegara, namun akhirnya tarian ini boleh ditarikan siapa saja. Tarian yang diiringi musik gamelan ini khusus dipersembahkan kepada tamu-tamu yang datang berkunjung ke Kutai dalam suatu upacara resmi. Penari tidak terbatas jumlahnya, makin banyak penarinya dianggap bagus.
Tari Ganjur, merupakan tarian pria istana yang ditarikan secara berpasangan dengan menggunakan alat yang bernama Ganjur (gada yang terbuat dari kain dan memiliki tangkai untuk memegang). Tarian ini diiringi oleh musik gamelan dan ditarikan pada upacara penobatan raja, pesta perkawinan, penyambutan tamu kerajaan, kelahiran dan khitanan keluarga kerajaan. Tarian ini banyak mendapat pengaruh dari unsur-unsur gerak tari Jawa (gaya Yogya dan Solo).
Tari Kanjar, tidak jauh berbeda dengan Tari Ganjur, hanya saja tarian ini ditarikan oleh pria dan wanita dan gerakannya sedikit lebih lincah. Komposisi tariannya agak lebih bebas dan tidak terlalu ketat dengan suatu pola, sehingga tarian ini dapat disamakan seperti tari pergaulan. Tari Kanjar dalam penyajiannya biasanya didahului oleh Tari Persembahan, karena tarian ini juga untuk menghormati tamu dan termasuk sebagai tari pergaulan.
Tari Topeng Kutai, asal mulanya memiliki hubungan dengan seni tari dalam Kerajaan Singosari dan Kediri, namun gerak tari dan irama gamelan yang mengiringinya sedikit berbeda. Sedangkan cerita yang dibawakan dalam tarian ini tidak begitu banyak perbedaannya, demikian pula dengan kostum penarinya.
Tari Topeng Kutai ini disajikan untuk kalangan kraton saja, sebagai hiburan keluarga dengan penari-penari tertentu. Tarian ini juga biasanya dipersembahkan pada acara penobatan raja, perkawinan, kelahiran dan penyambutan tamu kraton. Tari ini terdiri beberapa (12) jenis yakni Penembe, Kemindhu, Patih, Temenggung, Kelana, Wirun, Gunung Sari, Panji, Rangga, Togoq, Bota dan Tembam.
Tari Dewa Memanah adalah tari yang dilakukan oleh kepala Ponggawa dengan mempergunakan sebuah busur dan anak panah yang berujung lima. Ponggawa mengelilingi tempat upacara diadakan sambil mengayunkan panah dan busurnya ke atas dan ke bawah, disertai pula dengan bememang (membaca mantra) yang isinya meminta pada dewa agar dewa-dewa mengusir roh-roh jahat, dan meminta ketentraman, kesuburan, kesejahteraan untuk rakyat. diberi warna hitam, abad atau cawat yang terbuat dari kulit kayu, yang pada sekitar tahun 1970an mulai diganti dengan kain yang bermanik-manik, gelang atau lekok yang terbuat dari manik-manik atau getah kayu, tabid yaitu ikat pinggang yang menutupi dan melindungi paha belakang serta seleng kaki atau gelang kaki.