|
|
|
|
Selamat Asuh, Ritual Adat Suku Bayan Saat Ada Bencana Tanggal 18 Dec 2018 oleh Aze . |
Sejumlah pria dewasa bertelanjang dada, mengenakan kain terlilit di pinggang hingga ke betis. Parang terselip pada ikatan sarung. Mereka berjalan beriringan, tanpa alas kaki, memasuki kompleks rumah tradisional Sasak di Karang Bajo, Kecamatan Bayan, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat.
Di belakang mereka, tampak para perempuan dewasa, mengenakan kemben–kain melilit badan dari atas dada sampai atas mata kaki– membawa nampan di atas kepala mereka. Nampan terbuat dari anyaman bambu berisi padi dan beberapa hasil kebun.
Pria dewasa lain memikul padi belum ditumbuk, diikatkan pada sebilah tongkat bambu. Padi utuh dengan batang itu terikat pada kedua ujung tongkat, bagian depan dan belakang. Pria lain membawa kelapa terikat pada bilah bambu yang sama. Ada juga pria dan perempuan menggendong kambing. Beberapa anak-anak laki-laki mengenakan sarung dan sapu’ (ikat kepala khas Lombok) mengikuti dari belakang.
Sebagian besar tanpa alas kaki. Bagi yang beralas kaki, mereka letakkan sandal dengan rapi sebelum masuk ke kompleks itu. Ada batu pembatas dan pagar anyaman bambu mengelilingi kompleks. Kompleks itu tempat tinggal para tetua adat, disebut kampu.
Di setiap permukiman adat, ada beberapa rumah yang memiliki pagar keliling, membatasi dengan rumah-rumah adat di dalam kompleks itu. Itu merupakan tempat berlangsungnya berbagai ritual di masyarakat adat Bayan.
Pada beberapa kali ritual maulid adat, misal, saya pernah masuk ke kompleks ini. Dengan mengikuti aturan, mengenakan sarung panjang dililit, sapu’, dan tak boleh memakai celana.
Pagi itu, mereka melakukan ritual Selamat Asuh. Di sekitar kampung rumah adat itu berdiri tenda-tenda pengungsian. Tak ada suara tetabuhan gamelan. Tak ada suara kebisingan orang diskusi di berugak (gazebo), tak ada keributan anak-anak bermain seperti pada setiap ritual lain yang selalu ramai. Suasana sangat sunyi. Seorang tokoh adat yang saya kenal pun mengingatkan agar tak masuk ke kompleks, apalagi mengambil gambar.
Pukul 10.00 waktu setempat, para pria dewasa yang membawa parang keluar dari kompleks. Di kening mereka terlihat tanda sembeq (ramuan sirih dan bahan lain yang ditempelkan di kening), tanda sudah bertemu dan menghaturkan doa pada para tetua. Di satu pojok di perkampungan itu, mereka menyembelih kerbau.
Setelah penyembelihan, potongan daging dibawa sedikit demi sedikit ke kompleks. Dari luar terlihat, di salah satu berugak, para pria memotong kembali daging-daging itu. Aktivitas itu berlangsung sampai siang.
Hari itu, pekan terakhir masyarakat adat Bayan menggelar ritual Selamat Asuh. Ritual ini merupakan selamatan khusus ketika ada kerusakan besar. Musibah gempa yang meluluhlantakkan seluruh desa di Lombok Utara, dan semua kabupaten di Pulau Lombok, dinilai kerusakan besar. Gempa maupun bencana lain yang berdampak besar harus “dibersihkan” melalui ruwatan itu.
Sudah tiga kali Jumat ritual berlangsung di perkampungan tradisonal itu. Ritual setiap Jumat. Pada Jumat pertama, masyarakat adat Bayan menggelar “Selamat Asuh Gubug.” Gubug berarti kampung, bisa bermakna kampung secara harfiah, bisa juga lebih luas bumi.
Ritual kedua pada Jumat berikutnya, masyarakat adat Bayan menggelar “Selamat Asuh Gunung.” Jumat terakhir itu, digelar “Selamat Asuh Mesigit.” Mesigit artinya mesjid.
Secara kebetulan pada “Selamat Asuh Mesigit” itu, bertepatan dengan “Lebaran Pendek” atau hari Raya Idul Adha bagi masyarakat adat Bayan, dan masyarakat Wetu Telu umumnya. Perhitungan mereka berbeda dengan perhitungan pemerintah.
Perayaan Lebaran Pendek (Idul Adha) dan Lebaran Tinggi (Idul Fitri), digelar masyarakat adat tiga hari setelah Lebaran ketetapan pemerintah.
Bagi masyarakat adat Bayan, gempa dan bencana lain bukan semata peristiwa alam. Gempa merupakan peristiwa spiritual. Gempa merupakan peringatan dari Tuhan kepada manusia dan kepada seluruh makhluk.
Gempa kali ini, berlangsung cukup panjang, mereka tafsirkan sebagai petunjuk dari Yang Maha Kuasa, betapa sangat besar pelanggaran manusia terhadap alam.
“Selamat Asuh” atau disebut juga “Mengasuh” yang digelar masyarakat adat Bayan ini bukan sekadar perkara hasil rapat (gundem) para tetua adat. Sejak gempa pertama, sudah ada bisikan dari “roh” bahwa mereka harus menggelar ruwatan dan melakukan perintah “roh” itu.
Roh itu masuk ke tubuh warga adat. Tidak satu orang, tetapi beberapa. Permintaan dan perintah itu sama ke setiap orang yang kerasukan, akhirnya diputuskan “Selamat Asuh.”
Salah satu perintah “ekstrem” adalah membongkar beberapa bangunan di kompleks mesjid kuno. Mesjid Kuno Bayan yang ditetapkan pemerintah sebagai cagar budaya itu salah satu situs budaya, sekaligus wisata budaya. Setiap ada ritual adat, selalu ramai wisatawan, bahkan hingga mancanegara. Paling ramai ketika momen maulid adat.
sumber : http://www.mongabay.co.id/2018/09/05/sastra-kuno-ceritakan-bencana-masa-lampau-di-lombok-bagian-2/
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |