Opera Batak adalah sebuah sebutan untuk seni pertunjukan keliling dari Tapanuli, Sumatera Utara. Opera ini memiliki elemen seni diantaranya adalah lakon cerita, musik/lagu, dan tari. Opera Batak tidak hanya berfungsi sebagai media hiburan, tetapi juga berperan sebagai kritik sosial atas berbagai persoalan yang terjadi di sekitarnya. Beberapa contoh cerita yang diangkatnya adalah "Pulo Batu" yang mengisahkan perlawanan Sisingamangaraja XII, "Si Boru Tembaga" yang menceritakan pahitnya nasib kaum perempuan terutama dalam pembagian harta warisan, dan "Perempuan di Pinggir Danau" yang menyoroti keserakahan manusia khususnya orang Batak dalam mengeksploitasi Danau Toba.
Pada awal mula lahirnya Opera Batak, salah satu pelopor Opera Batak adalah Master Tilhang Oberlin Gultom yang merupakan seorang Batak Toba. Dari salah satu dokumen sponsorship zaman Belanda pada tahun 1927 sebutan Opera Batak itu sudah digunakan. Nama Master Tilhang juga menerima honor dengan mata uang Florin (Hindia Belanda). Posisi tahun kemunculan Opera Batak diperkirakan mendorong rasa Nasionalisme Lokal sebelum Sumpah Pemuda. Sehingga seni pertunjukan itu juga sempat dicurigai Belanda sebagai alat konsolidasi yang baru setelah ritual dan upacara tradisional dilarang. Sebelum 1927 sudah ada kelompok Tilhang Parhasapi dengan tampil di desa-desa di Samosir. Baru setelah Tilhang pindah ke Siantar tahun 1939-an gerakan seni pertunjukan ini disokong perkumpulan nasionalisme seperti Dos Roha. Pada zaman Jepang juga Opera Batak hampir dilarang. Sehingga nama grup yang dipimpin Tilhang disesuaikan dengan situasi. Pertunjukan Opera Batak tampil ke berbagai daetah dengan menjual karcis yang uangnya dapat menghidupi grup dan para pemainnya. Meskipun larangan dan cuaca menggangu penjualan karcis, grup-grup Opera Batak semakin bermunculan sampai 30-an grup dengan sebagian mengikuti mainstream Tilhang Gultom dan sebagian lagi mengikuti gaya perintis lainnya. Tahun 1963 Opera Batak diminta Presiden Sukarno tampil di Istana dan komplek Siliwangi Bandung. Sepulang dari situ nama grup Opera Batak Tilhang menjadi Serindo (Seni Ragam Indonesia). Namun seiring perkembangan media seperti televisi dengan programnya, Opera Batak mulai kalah pada tahun 1970-an. Pada tahun 1980-an grup-grup Opera Batak satu per satu bangkrut di tangan pimpinan grup yang disebut dengan tokke (dari kata tauke) hingga pada tahun 2002 Opera Batak direvitalisasi dan program lanjutannya 2005 dilakukan oleh Pusat Latihan Opera Batak (PLOt) Siantar hingga bisa membawa Opera Batak tampil di beberapa kota di Indonesia dan Jerman sejak 2013. Regenerasi pemain Opera Batak hingga kini adalah para pelajar dan mahasiswa; berbeda dengan Opera Batak terdahulu yang menampung orang yang putus sekolah karena situasi transisi kebudayaan antara tradisi dan modernisasi.
Dalam catatan sejarah teater di Indonesia, Opera Batak belum masuk rekap, baik dari tradisi maupun teater modernnya. Hal ini dikarenakan selama ini Opera Batak lebih dikategorikan sebagai musik. Selama ini dianggap kalau pemain Opera Batak itu identik dengan pintar bermain musik. Padahal Opera Batak lebih cenderung kepada lakon. Opera Batak dalam menampilkan lakon ada yang diambil ceritanya dari torsa torsa atau cerita legenda, turi-turian atau cerita rakyat, dan ada juga dari mitos atau kepahlawanan. Sesungguhnya ada inventarisasi cerita rakyat batak yang biasa dimainkan dalam Opera Batak. Disebutkan bahwa ada seorang Profesor yang sudah menginventarisir Opera Batak bernama Rayne Charle di eropa. Raune juga sudah menerjemahkan cerita Opera Batak menjadi sebuah buku dalam bahasa Jerman.
Saat ini Opera Batak dianggap perlu untuk mempertahankan seni budaya Batak. Oleh sebab itu, Pusat Latihan Opera Batak yang
berkantor di Pematang Siantar saat ini sedang konsentrasi melatih para pemain muda, meskipun tetap bekerjasama dengan pemain lama untuk rekonstruksi tentang lakon dan cerita yang ada agar inti cerita yang disampaikan dalam pementasan Opera Batak tidak bergeser dari cerita yang sesungguhnya.
#OSKMITB2018
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja
Jembatan Plunyon merupakan bagian dari wisata alam Plunyon-Kalikuning yang masuk kawasan TNGM (Taman Nasional Gunung Merapi) dan wisatanya dikelola Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) setempat, yaitu Kalikuning Park. Sargiman, salah seorang pengelola wisata alam Plunyon-Kalikuning, menjelaskan proses syuting KKN Desa Penari di Jembatan Plunyon berlangsung pada akhir 2019. Saat itu warga begitu penasaran meski syuting dilakukan secara tertutup. Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan zoom-in-whitePerbesar Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan "Syuting yang KKN itu kebetulan, kan, 3 hari, yang 1 hari karena gunungnya tidak tampak dibatalkan dan diu...