|
|
|
|
Sejarah PELA Allang Dan Latuhalat Tanggal 10 Aug 2018 oleh Oskm18_16318093_gidalti . |
Sekali peristiwa, hati Petrus Huwae tergerak untuk pergi memancing.Selain pekerjaannya sebagai petani, Petrus juga bekerja sebagai nelayan, dan Petrus Huwae ini mulai memancing dari Namakoly dengan menggunakan perahunya. Arus dan angin sepoi-sepoi membawa dia perlahan-lahan hanyut sampai di tanjung Nusaniwe, negeri Latuhalat. Sementara Petrus memancing, dia mendengar ada bunyi tipa dan totobuang (alat musik tradisional dari Maluku) yang dibawa oleh angin sepoi-sepoi dari darat ke laut. Petrus Huwae terus memancing dan bunyi tipa-totobuang selalu mempengaruhi hatinya. Akhinya hati Petrus rindu untuk mengikuti bunyi tipa-totobuang itu. Dan Petrus bersama dengan perahunya singgah di pelabuhan yang namanya Kota Bello. Petrus menarik perahunya kedarat dan Petrus mengikuti bunyi tipa-totobuang tadi. Setelah tiba dilokasi dimana bunyi tipa-totobuang itu berasal, Petrus melihat ramai sekali jijaro dan mongare(jijaro=pemudi dan mongare=pemuda). Sementara itu Petrus tetap tinggal dan terua menonton. Sambil menonton, hati petrus tertarik kepada seorang jijaro Latuhalat yang namanya Costansa Lekatompessy. Sama halnya ketika Costansa melihat Petrus, hatinya rindu untuk berpacaran dengan Petrus. Pada saat itu, Petrus dan Costansa berbicara secara empat mata. Costansa mengeluarkan isi hatinya kepada Petrus dan sebaliknya Petrus kepada Costansa. Dan sementara berbicara, mereka berdua menentukan suatu waktu untuk mereka bertemu. Dalam pertemuan yang kedua ini, mereka langsung menentukan hari pernikahan mereka dan tanggal untuk Petrus maso minta(meminang) costansa. Selesai dari pertemuaan mereka, Costansa mencurahkan isi hatinya kepada orang tuanya. Akan tetapi, orang tua Costansa tidak menginginkan hal itu. Maka orang tua Costansa pergi berunding dengan keluarga Soplantila dan keluarga Latumeten mengambil meor sagu(pelepah sagu) untuk membuat patung menyerupai Costansa. Dan diputuskan, bahwa yang membuat patung ini ialah keluarga Latumeten, dan yanf membuat patung ini berjalan ialah keluarga Soplantila, hanya saja patung ini tidak bisa berbicara. Sekarang tibalah saatnya orang tua dari Petrus Huwae maso minta(meminang) Costansa untuk dibawa pulang ke negeri Allang. Setelah keluarga Petrus tiba di negeri Latuhalat menggunakan perahu yang cukup besar, dan masuk dirumah Costansa, mereka bersalaman, dan disambut oleh keluarga Costansa dan mereka dipersilahkan duduk. Mereka diberi kesempatan untuk berbincang-bincang selama 5 menit. Setelah selesai 5 menit, acara adat mulai berjalan. Dan didalam acara adat itu mereka berbicara sesuai dengan kerinduan dari Petrus dan Costansa. Dan setelah selesai acara adat ini, mereka keluar dengan satu keputusan, Petrus dan Costansa harus dibawa pulang ke negeri Allang. Sesampai di negeri Allang, saudara-saudara dan keluarga dari Petrus Huwae sudah menunggu ditepi pantai. Patung yang menyerupai Costansa ini tidak diketahui oleh Petrus. Dari tadi patung meor sagu yang menyerupai costansa tidak berbicara. Lalu Petus kepada Costansa, "hai Costansa, sisir rambut deng bada biking ose bagus-bagus, sebab beta keluarga su tunggu ni". Petrus mengatakan itu kepada Costansa sebanyak 3 kali. Tetapi tingkah Costansa biasa-biasa saja. Disitulah Petrus marah dan manampar Costansa yang dalam hal ini patung meor sagu. Maka kepala patung itu patah dan jatuh disebuah kolam, dan kepala itu berubah menjadi buaya. Dan kolam itu disebut "tilau huwae", yang artinya kolam buaya. Pada saat itu juga, Costansa meninggal di Latuhalat. Dan ada seekor buaya berdiri di depan pintu rumah Costansa, seakan-akan buaya iti bertanya, " Costansa ada dimana?". Pada waktu kematian Costansa itu, negeri Latuhalat itu heboh atas kematian Costansa. Pemerintah negeri, sarini dan tua-tua adat di negeri Latuhalat melakukan rapat, dan mereka keluar dengan satu keputusan ialah dengan turun meminta ampun kepada negeri Allang. Sesuai hari dan tanggal yang ditentukan, mereka turun ke negeri Allang. Mereka disambut oleh pemerintah negeri, sarini dan tua-tua adat yang ada di negeri Allang. Dan dalam pertemuan tersebut, mereka keluar dengan satu keputusan. Keputusannya ialah selama orang Allang dan orang Latihalat masih hidup didunia ini, mereka tidak boleh kawin-mengawin(menikah) satu dengan yang lainnya. Kalau ada yang mencoba untuk kawin-mengawin, akibatnya mereka nantinya akan mati atau meninggal.
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |