Pariwisata Trenggalek selama ini tak lepas dari keindahan Pantai Prigi. Namun sesungguhnya Trenggalek masih menyimpan banyak pantai di wilayah Kecamatan Munjungan. Sayang sekitar delapan pantai itu belum tersentuh tangan untuk menjadi wisata pantai. Langit berhias warna hitam kemerahan.
Matahari baru menampakkan ufuknya. Sekitar pukul 05.00 sebuah rombongan memulai perjalanan menuju Desa Masaran, Kecamatan Munjungan. Jaraknya tak jauh, hanya sekitar 52 km dari pusat kota Trenggalek. Namun jalanan beraspal yang terkelupas menjadi tantangan tersendiri selama perjalanan sekitar 90 menit.
Lukisan alam tergambar cantik membalut hamparan bukit yang dipenuhi ribuan pohon kelapa. Dengan medan yang cukup terjal dan jalur sempit, rombongan Potensi diberitahu banyak informasi mengenai Munjungan oleh Kepala Dinas Perhubungan Kominfo Trenggalek, Ulang Setyadi, SH, MSi.
Konon, kata Munjungan berasal dari istilah Jawa, yakni munjung-munjung ing pangan (kelebihan bahan makanan). Penduduk asli Munjungan merupakan pelarian dari pasukan Pangeran Diponegoro dari kejaran pasukan Belanda. Dengan lokasi yang cukup jauh dan sulit dijangkau, pasukan Diponegoro pun aman, karena Belanda tak mampu memasuki wilayah Munjungan.
Sedari awal, warga asli itu akhirnya dapat bertahan hidup dengan becocok tanam dan melaut. Ya, kebanyakan warga Munjungan menjadi petani dan nelayan. Seakan terisolasi di dalamnya, hingga akhirnya pada 1975 saat Trenggalek di bawah kepemimpinan Bupati Sutran, jalur dari kota menuju Munjungan pun mulai dibuka. Bukit-bukit besar pun dikepras untuk dijadikan jalan. Kendati masih sempit, saat itu jalur tersebut menjadi satu-satunya akses keluar masuk menuju Munjungan. Sekitar dua tahun lalu, di masa kepemimpinan Bupati Soeharto, jalur pun mulai dilebarkan. Banyak bukit pun kembali dikepras dan bawahnya mulai dibangunkan plengsengan setinggi satu meter. Kini jalurnya pun menjadi lebih besar, namun separuhnya masih berupa tanah dan batuan yang sulit dilalui kendaraan.
Di tengah-tengah perjalan menjelang masuk wilayah Munjungan, kami menyaksikan pantai yang tampak dari atas bukit. Tak sabar rasanya untuk segera menyaksikan pantai yang sangat eksotis tersebut. Tak lama kemudian, kami pun memasuki wilayah Munjungan. Kami disambut oleh hamparan tanaman padi yang luas dan berbagai komoditi, seperti kelapa, cengkeh, durian, dan pisang yang tersaji di Pasar Munjungan yang kami lintasi. Bahkan, komoditi ekspor berupa kayu sengon laut kini menjadi salah satu aset Munjungan yang mulai mendunia, juga tertanam di banyak lahan warga. Namun satu hal juga tak bakal terlupakan saat baru datang, senyum ramah warga.
Delapan Pantai
Dari Kades Masaran, Didik Budi Wibowo yang rumahnya terletak di pinggir Jalur Lintas Selatan (JLS) banyak diperoleh informasi tentang keindahan delapan pantai itu. Menurut Didik, delapan pantai itu memiliki keunikan masing-masing. Pantai Blado yang lokasinya paling mudah dijangkau bisa disaksikan deburan ombak setinggi satu meter menggulung dari tengah laut menuju bibir pantai. Di sore hari, ombak bisa lebih tinggi hingga mencapai lima meter.
Pantai Blado memang sangat indah dengan dibalut pohon kelapa yang tertanam sepanjang pantai. Di sana juga terdapat penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap jaring pantai yang masih tradisional. Perahuperahu nelayan juga banyak yang bersandar di Blado. Saat banyak tangkapan ikan, warga menyesaki tempat pelelangan ikan (TPI). Untuk pelengkap kegiatan warga, Blado juga menyajikan lahan untuk tempat berkemah bagi pelajar di area cukup luas yang banyak ditumbuhi pohon kelapa dan sangat rindang.
Pantai Ngampiran yang terletak di Desa Tawing menawarkan pantai cantik dengan ombak yang tenang. Untuk menuju Ngampiran, jalur terjal dengan aspal yang terkelupas mengawali tantangan menuju pantai yang banyak terdapat pohon pisang. Pantai serupa di Munjungan juga ada, yakni Pantai Pasir Putih. Selain itu, terdapat pula Pantai Gemawing di Desa Masaran, Pantai Ngadipuro yang juga memiliki TPI seperti Blado, Pantai Selah, dan Pantai Ngulung yang lokasinya berbatasan dengan Kecamatan Panggul.
Di berbagai pantai itu juga terdapat berbagai batu karang besar di tengah laut yang jika terkena air pasang menjadi sebuah pulau, seperti di Tanah Lot, Bali. Eksotisme lain yang tak kalah menariknya, yakni pesona Pantai Kidangan. Dengan pantai Iandai, Kidangan menawarkan keindahan bawah laut yang cantik. Dari bibir pantai hingga sepanjang 500 meter ke tengah laut hanya memiliki kedalaman air satu meter. Di dalamnya, terhampar batuan berukuran keci!, sedang, dan besar yang mengelompok secara alami. Pernah pula batuan berkelompok itu dipisahkan secara sengaja, namun secara alami akan kembali mengelompok dengan sendirinya sesuai ukurannya. Di dalam perairan dangkal itu juga tersaji ikan laut kecil beraneka warna.
Longkangan
Di samping memiliki potensi delapan pantai yang unik, Munjungan juga memiliki upacara adat yang rutin digelar. Adalah labuh Laut Longkangan, upacara adat yang biasa dilakukan masyarakat nelayan di pantai Kecamatan Munjungan setiap hari Jumat Kliwon di bulan Selo penanggalan Jawa. Longkangan dilaksanakan sebagai ungkapan syukur nelayan Munjungan atas melimpahnya tangkapan hasil melaut sekaligus peringatan kepada leluhur yang babat Munjungan utamanya kepada Roro Puthut yang konon oleh Ratu Pantai Selatan dipercaya mengawasi kawasan pantai di Munjungan.
Upacara biasa dimulai jelang sore dengan Kirab Tumpeng Agung dari Pendopo Kecamatan Munjungan sampai di Pantai Blado yang dipimpin langsung oleh Camat Munjungan dan semua Kepala Desa seKecamatan Munjungan dan diiringi oleh dayang-dayang serta rombongan jaranan yang berpakaian adat Jawa.
Tiap Longkangan, masyarakat Munjungan dan sekitarnya selalu berduyung-duyung menyaksikan upacara adat ini di sepanjang jalan yang dilewati rombongan kirab. Upacara pun diakhiri dengan menghanyutkan Tumpeng Agung di tengah lautan Pantai Blado.
Dengan berbagai potensi alam dari delapan pantai eksotis di Munjungan dan ditunjang dengan sejarah unik, serta upacara adat yang rutin digelar tak menutup kemungkinan Munjungan dapat lebih dikenal oleh masyarakat luas untuk menjadi lokasi pariwisata baru di Trenggalek. Munjungan yang juga dilalui JLS, yang direncanakan selesai pada beberapa tahun mendatang, sangat diharapkan warga bisa mendongkrak potensi wisata pantai.
Untuk bisa mengenalkan wisata pantai di Munjungan agar bisa terkenal seperti Prigi dan berbagai pantai di Bali, warga banyak berharap ada investor yang masuk untuk bisa membuat wisata alalternatif, agar pemerataan perekonomian masyarakat pesisir Trenggalek tak terpusat saja di Prigi. Tentunya, campur tangan Pemkab Trenggalek dan Pemprov Jatim juga telah ditunggu warga Munjungan.
Sumber: http://srgemiring.blogspot.com/2015/12/sejarah-munjungan-trenggalek.html
BAHAN-BAHAN 1 ikat kangkung bumbu halus : 5 siung bawang merah 2 siung bawang putih 2 butir kemiri 1 sdt ketumbar bubuk seruas kencur aromatic : 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 btg sereh seruas lengkuas,geprek seasoning : 1 sdt garam (sesuai selera) 1/2 sdt kaldu bubuk 1/2 sdm gula jawa sisir 1 sdt gula pasir Rose Brand 1 bungkus santan cair instan Rose Brand 1 liter air 3 sdm minyak goreng untuk menumis CARA MEMASAK: Siangi kangkung cuci bersih,tiriskan Haluskan bumbu Tumis bumbu halus hingga harum dengan secukupnya minyak goreng,masukkan aromatic,masak hingga layu,beri air 1 lt Masukkan kangkung,beri seasoning,aduk rata Koreksi rasa Sajikan Sumber: https://cookpad.com/id/resep/25030546?ref=search&search_term=kangkung
Bahan: 1 buah tomat, potong dadu 2 ekor ikan tongkol ukuran sedang (1/2kg) 1/2 bks bumbu marinasi bubuk 1 sdt bawang putih Secukupnya garam Secukupnya gula 7 siung bawang merah, iris 5 buah cabe rawit, iris 2 batang sereh, ambil bagian putihnya, iris 3 lembar daun jeruk, iris tipis-tipis 1 bks terasi ABC Minyak untuk menumis Secukupnya air Cara memasak: Cuci bersih ikan tongkol. Taburi bumbu marinasi desaku, garam secukupnya, air 2 sdm ke ikan tongkol. Siapkan bahan-bahan. Iris tipis bawang merah, daun jeruk, seret, cabe rawit. Kukus ikan tongkol selama 10 menit. Lapisi dengan daun pisang atau daun kunyit. Boleh jg tidak d lapisi. Setelah ikan di kukus, goreng ikan. Tumis bawang merah dan bahan lainnya. Masukkan terasi yg telah dihancurkan. Setelah matang, masukkan ikan yang telah digoreng. Aduk hingga rata. Sajikan dengan nasi hangat. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/24995999?ref=search&search_term=dabu+dabu
Bahan-bahan Porsi 2 orang Bumbu Ikan bakar : 2 ekor ikan peda 1 sdm kecap 1/2 sdm Gula merah 1/2 sdt garam Minyak goreng Bahan sambal dabu-dabu : 7 buah cabe rawit merah, iris kecil 1 buah tomat merah, iris dadu 3 siung bawang merah,iris halus 2 lembar daun jeruk, buang tulang tengah daun, iris tipis 2 sdm minyak goreng panas Cara Membuat: Marinasi ikan dengan air perasan jeruk nipis dan garam secukupnya, diamkan 20 menit, kemudian panggang diatas teflon(aku di happycall yang dialasi daun pisang) sesekali olesi minyak plus bumbu ke ikannya(aku pakai bumbu kecap dan gula merah) panggang sampai matang. Cara bikin Sambal dabu-dabu : Campurkan semua bahan sambal dabu-dabu ke dalam mangkok kecuali minyak kelapa, panaskan minyak kelapa, kemudian siram diatas sambal tadi, sajikan ikan peda bakar dengan sambal dabu-dabu. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/15232544?ref=search&search_term=peda+bakar
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...