|
|
|
|
Sejarah Desa Sumuradem, Sukra, Indramayu Tanggal 10 Jul 2018 oleh Deni Andrian. |
Pada zaman dahulu, saat cerita Legenda Asal Mula Desa Sumuradem berlangsung, daerah sumuradem dan sekitarnya merupakan daerah yang belum terjamah oleh kecanggihan teknologi. Contoh konkret, sumur merupakan satu-satunya alat yang digunakan sebagai penanganan sir bersih. Tidak ada listrik, pam, dan sejenis alat yang digunakan untuk menghasilkan air bersih. Saat ini berbagai peralatan teknologi super canggih yang biasanya hanya ditemukan di daerah perkotaan, sudah mulai menyentuh salah satu daerah terpencil kabupaten indramayu ini, sebagai alat penunjang kehidupan. Jika pada zaman dahulu, penduduk indramayu termasuk desa sumuradem merupakan penduduk yang memiliki kestabilan ekonomi merata. Tidak ada penduduk sangat kaya atau sangat miskin, semuanya penduduk berpenghasilan hampir sama. Namun, pada saat ini, keadaan tersebut berbalik arah. Sebagian besar penduduk indramayu termasuk desa sumuradem adalah seorang petani dan nelayan, baik sebagai pemilik maupun pekerja (buruh). Petani yang berperan sebagai pemilik tanah atau nelayan yang berperan sebagai pemasok, termasuk pada golongan ekonomi kelas atas atau kalangan mampu. Sedangkan petani atau nelayan yang berperan sebagai pekerja (buruh),termasuk pada golongan ekonomi kelas bawah atau kalangan tidak mampu.
Pada saat cerita berlangsung yaitu pada zaman dahulu, penduduk sekitar tidak tidak mementingkan adanya suatu organisasi secara khusus, yang ada hanya organisasi-organisasi bersifat kekeluargaan yang hanya mencakup tetangga sekitar. Namun, saat ini keadaan tersebut tidak lagi ada di daerah indramayu, sumuradem dan sekitarnya. Kini penduduk sekitar, sudah mulai mendirikan organisasi-organisasi sosial dalam cakupan yang lebih luas dan dianggap sebagai penunjang hidup bersosial. Baik organisasi-organisasi sosial yang merujuk pada dasar kegamaan, maupun sosial berlandaskan politik.
Pada saat cerita berlangsung, pendidikan dan pengetahuan di kalangan masyarakat dapat dikatakan sangat kurang diminati. Namun, seiring berkembangnya zaman masyarakat sudah semakin sadar pengetahuan. Sedikit demi sedikit, orang tua sudah sadar pendidikan dan pengetahuan sehingga anak-anak diarahkanuntuk mencapai semua itu secara maksimal. Walaupun tidak menutup kemungkinan, masih banyak pula masyarakat yang tidak sadar pentingnya pentingnya pengetahuan, dan bersikap apatis. Akibatnya, penduduk desa sering dianggap sebagai masyarakat yang bodoh akibat minimnya pengetahuan yang dimiliki.
Nilai religiusitas pada zaman dahulu, tidak jauh berbeda dengan nilai reigiusitas yang kini berkembang di desa Sumuradem dan sekitarnya. Kepercayaan atau agama yang dianut oleh masyarakat pada umumnya adalah Islam. Namun, kepercayaan tersebut masih tercampur aduk dengan adanya pngaruh hindu budha yang sempat merajai tanah Jawa. Sehingga Islam yang dianut, masih dalam konteks Islam campuran. Akibatnya sebagian besar penduduk masih sering melakukan ritual-ritual yang dianggap musyrik oleh ajaran Islam.
Nilai estetik pada zaman dahulu hingga sekarang pun masih dalam kadar yang tidak jauh berbeda. Masyarakat indramayu, termasuk desa Sumuradem masih sangat kental dengan sentuhan dongbret, tarling, sandiwara, organ tunggal, dan berbagai jenis kesenian yang digemari oleh masyarakat pantura pada umunya. Terbukti dengan adanya kutipan cerita berikut ini.
“Anane hiburan-hiburan rakyat sing disebut hiburan local. Jare wong dermayu mah diarani hiburan dongbret” (KH. Amin: 2018).
“Adanya hiburan-hiburan yang disebut hiburan local. Masyarakat indramayu menyebutnya sebagai hiburan dongbret”.
Dari kutipan di atas menunjukan bahwa salah satu kesenian pantura yaitu dongbret, memang ada digemari oleh masyarakat sekitar.
Sosial budaya yang bekembang di desa Sumuradem memang mempercayai adanya sumur yang hingga kini dikeramatkan terkait adanya sejarah terciptanya desa Sumuradem. Masyarakat percaya bahwa sumur tersebut merupakan sumur yang tercipta dari adanya keajaiban masa lalu untuk masa kini.
Penduduk Kali Mangsetan yang menjadi pelopor tercipatanya desa Sumuradem memproyeksikan keinginan yang sama yakni air tawar sebagai sumber kehidupan. Keinginan tersebut terealisasi dengan memancarkan air dari dalam tanah yang digali dengan peralataan penggalian (tradisional) oleh tokoh masyarakat. Terbukti pada kutipan cerita LAMDS (Legenda Asal Mula Desa Sumuradem) berikut.
“Disamping kuen karena letak perkampungan pinggir kali mangsetan iku rata-ratane tanahe asin karena berdekatan karo laut, sekitar antara 100 atau 200 meter karo laut (karo pantai0. Sehingga kesulitan kanggo memasak maupun mandi, banyune asin”. (KH. Amin: 2018)
“Selain itu, karena letak perkampungan Kali Mangsetan yang berdekatan dengan laut dan hampir semua tanah yang ada di daerah tersebut memiliki rasa asin, sehingga penduduk sekitar kesulitan mendapatkan air bersih dan tawar”.
Berdasarkan kutipan di atas, diksi “kesulitan” merupakan diksi penggerak adanya proyeksi penduduk Kali Mangsetan akan air bersih dan tawar.
Dan sampai saat ini sumur tersebut masih utuh di dalam satu ruangan khusus sebagai bukti mimpi penduduk Kali Mangsetan yang kemudian pindah menjadi desa Sumuradem. Jadi, sumur tersebut dianggap sebagai bukti realisasi mimpi bersama masyarakat akan air tawar.
Nama Desa Sumuradem merupakan bukti pengesahan kebudayaan dari Legenda Asal Mula Desa Sumuradem.Pengesahan tersebut, dibuktikan dengan adanya sumur yang dipercaya sebagai bukti terjadinya asal mula desa Sumuradem. Fungsi cerita LAMDS sebagai pengesahan kebudayaan terbukti pada kutipan teks berikut.
“Akhire krungu-krungu sumuradem, karena banyune adem digawe sumur dadi keceluke sumuradem. Nah wisdadi perkampungan atau pedesaan sampe sekarang atau sampe sekien yaiku arane desa Sumuradem”. (KH Amin: 2018)
“Akhirnya karena air (yang memancar) memiliki rasa tawar dan dibuat dalam sebuah sumur dan terkenal dengan sebutan Sumursdem. Pada saat ini, telah tercipta sebuah perkampungan (desa) bernama Sumuradem”.
Berdasarkan kutipan diatas, frasa dalam bahasa Jawa Ngoko “keceluke sumuradem” yang memiliki makna dalam dalam bahasa Indonesia “terkenalnya Sumuradem” merupakan frasa penguat atas penjelasan filosofi air tawar yang memancar kemudian dibuat (diwadahi) dalam sebuah sumur. Filosofi kata tersebut dianggap sebagai bukti pengesahan kebudayaan desa Sumuradem.
Saat ini, sumur tersebut dibuat dalam satu ruangan khusus dan dikeramatkan sebagai bukti pengesahan kebudayaan. Masyarakat desa Sumuradem menganggap bahwa air tawar dan sumur merupakan pembawa berkah bagi kehidupan mereka.Hingga sampai saaat ini masyarakat Sumuradem menganggap Eksistensi sumur dan air tawar tersebut, sebagai pembawa keberkahan dalam desa mereka, sehingga sumur tersebut sangat dikeramatkan dan diagungkan oleh masyarakat sekitar.
Kekeramatan sumur tersebut juga terkait oleh aturan-aturan tertentu jika ingin memasuki ruangan berisi sumur tersebut. Misalnya sumur keramat hanya boleh dibuka pada tanggal 10 Rabiul Awal (10 Mulud; malam). Masyarakat sumuradem percaya bahwa air tersebut merupakan air pembawa keberkahan yang dapat digunakan terkait keinginan-keinginan tertentu masyarakat tersebut. Misalnya, agar cepat mendapatkan jodoh atau ingin kaya dengan cara singkat seseorang harus mandi dengan air dari sumur tersebut, dengan ritual dan syarat-syarat tertentu yang telah ditetapkan oleh kuncen sumur keramat.
LAMDS berfungsi sebagai alat pendidikan anak dengan kutipan-kutipan cerita yang ada dalam LAMDS.
Pertama, mendidik anak agar menghormati orang tua. Fungsi tersebut terdapat pada kutipan LAMDS berikut.
“Pada suatu hari, penduduk rumusan sebatur-batur nunjuk diantarane salah satu sing ditokohaken ning perkampungan tersebut”. (KH. Amin:2018).
“Pada suatu hari penduduk kali mangsetan melakukan musyawarah untuk menunjuk salah satu tokoh masyarakat”.
Berdasarkan kutipan diatas, diksi ‘musyawarah dianggap sebagai diksi inti alat pendidian anak. Penutur menyebutkan bahwa tokoh masyarakat yang disebutkan merupakan orang yang dianggap ‘sepuh’ berdasarkan usia maupun pengalaman serta memiliki ilmu yang lebih diantara penduduk Kali Mangsetan lain. Tindakan menunjuk tokoh masyarakat (menurut versi penduduk Kali Mangsetan) menjadi tradisi bagi penduduk pedesaan sebagai bentuk penghormatan terhadap orang yang lebih tua (sepuh) atau orang yang memiliki ilmu dari yang lain.
Kedua, masih berdasarkan kutipan di atas cerita LAMDS dapat berfungsi sebagai alat pendidikan anak, mengenai cara memecahkan masalah bersama. Dari kutipan di atas, penduduk Kali Mangsetan mengajarkan bahwa, setiap memecahkan suatu masalah bersama seharusnya diadakan sebuah musyawarah. Tradisi musyawarah dikalangan masyarakat pedesaan dianggap sebagai tradisi bersifat kekeluargaan dengan menyatukan pendapat dari beberapa kepala menjadi satu gagasan pikiran yang mengarah pada tujuan yang sama.
Ketiga, sifat yang dimunculkan oleh tokoh ‘setan’ yakni pengganggu, pendendam, jahil dan sebagainya. Dapat dikategorikan pula sebagai alat pendidikan yang mengintegrasikan sifat setan memang buruk dan tidak patut untuk dicontoh. Terbukti pada kutipan cerita LAMDS berikut. “penduduk tersebut njerit-njerit atau ketakutan”(KH. Amin:2018).
Berdasarkan kutipan diksi atas, frasa ‘menjerit ketakutan’ merupakan frasa verbal yang dilakukan oleh penduduk setelah melihat wujud setan yang sengaja ditampakan karena merasa dendam dengan ulah penduduk yang membubarkan dongbret.
Membuat orang lain takut adalah perbuatan tercela, terlebih alasan utamanya adalah karena merasa dendam. Agama manapin melarang umatnya memiliki sifat pendendam, karena perbuatan tersebut hanya akan memperpanjang permusuhan dan menjauhkan dari ketentraman tali persaudaraan. Hal tersebut dianggap bisa dijadikan sebagai alat pendidikan anak.
Keempat, tokoh masyarakat yang memiliki sifat amanah, dapat dijadikan pula sebagai alat pendidikan anak. Sebab sifat amanah merupakan salah satu sifat yang wajib dimiliki oleh setiap individu, dalam praktik kehidupan sehari-hari dan harus dimiliki sejak kecil. Berikut ini, kutipan cerita LAMDS terkait sifat amanah yang dimiliki tokoh masyarakat dan dapat dijadilan alat pendidikan anak. “Tas tapa-tapa, sekian hari bahkan lamanya sampe puluhan hari atau sampe bulanan”. (setelah melakukan semedi, selama berhari-hari, pulahan hari, bahkan hingga berbulan-bulan).
Berdasarkan kutipan di atas, frasa setelah ‘setelah melakukan semedi’ merupakan frasa penguat adanya sifat amanah yang dimiliki oleh tokoh masyarakat.
Kutipan tersebut menunjukan bahwa yang telah melakukan semedi adalah tokoh masyarakat. Ia melakukan semedi, karena telah di amanatkan oleh penduduk sekitar untuk melakuka semedi. Semedi yang dilakukan oleh tokoh masyarakat tersebut, menujukan bahwa ia memiliki sifat amanah, dengan langsung melaksanakan hal yang diamanatkan oleh penduduk sekitar.
Secara umum latar tempat dalam cerita Legenda Asal Mula Desa Sumuradem, terdapat beberapa kata yang merujuk pada satu isotopi yang sama yaitu laut, sungai, dan sumur. Makna dari hubungan isotopi tempat yang menjadi latar cerita tersebut merujuk pada satu makna yang sama yaitu air. Terbukti pada kutipan cerita LAMDS berikut.
“Terjadi ning sebelah lor laut jawa”. (KH Amin: 2018). “Terjadi dibagian utara laut jawa; Laut utara pulau Jawa”
“Perkampungan ning pinggir kali pembuang sing pinggiran laut” (KH. Amin; 2018)
“Perkampungan yang berada di sekitar sungai saluran pembuangan air di pinggir laut”.
“Durung terjadi desa masih hutan belantara” (KH. Amin; 2018)
“Belum terdapat perkampungan, masih berbentuk hutan belantara”.
Berdasarkan ketiga kutipan teks di atas, merujuk pada tiga diksi tempat yang pada akhirnya membentuk sebuah isotopi tempat yang merupakan bukti sejarah terjadinya desa Sumuradem. Ketiga diksi tempat tersebut ialah : laut utara pulau jawa, sungai saluran pembuangan air kotor, dan hutan belantara.
Isotopi tempat yang merajuk pada ketiga tempat yang menjadi titik sejarah terjadinya desa Sumuradem sama-sama menitikberatkan pada diksi dari isi ketiga tempat tersebut yakni air. Sebagaimana telah diketahui bahwa air merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi kehidupan manusia. Dapat dibayangkan jika manusia hidup tanpa air (terutama air bersih), pasti akan mengalami kesulitan yang tidak sesederhana ketika kekurangan pakaian atau kebutuhan sekunder lainnya. Karena air adalah salah satu kebutuhan primer yang bersifat sangat vital.
Air diintegrasikan sebagai salah satu sumber kehidupan yang sangat penting. Cerita yang dimunculkan dianggap sebagai pembawa pesan yakni bagaimana seharusnya menghargai keberadaan air dan bagaimana seharusnya tindak lanjut pemanfaatan air sebagai karunia terpenting bagi kehidupan. Dalam cerita tersebut, dibuatlah sumur sebagai realisasi pemanfaatan sumber air, agar tidak terbuang percuma. Bukti ini kutipannya dalam cerita LAMDS.
“banyune adem digawe sumur dadi keceluke sumuradem” (KH. Amin: 2018)
“Air tawar (adem) dibuat sumur sehingga terkenal dengan sebutan Sumuradem”
Berdasarkan Kutipan teks di atas, diksi dalam bahasa Jawa Ngoko “digawe” yang dimaknai dalam bahasa Indonesia menjadi “Dibuat” menjadi titik hubung antara diksi air yang tawar (adem) dengan sumur sebagai tempat yang mewadahinya.
Sumber: https://sumuradem.com/sejarah-desa-sumuradem/
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |