Kerajaan Pasir Luhur / Kadipaten Pasir Luhur dinyatakan sebagai kerajaan Galuh yang merdeka karena tidak dibawah kekuasaan kerajaan lain baik Sunda (Pajajaran) maupun Majapahit. Pasir luhur dan Pajajaran terdapat hubungan kekerabatan, Pasir Luhur berada di posisi lebih tua dibandingkan dengan Pajajaran. Sejarah mengenai Babad Pasir Luhur dan Silsilanya ada 21 Versi Babad Pasir yang masih bertahan namun banyak teks Babad Pasir Luhur yang hilang, rusak atau tidak lolos seleksi alam karena tidak terpelihara dengan baik, tidak mendapat tanggapan pembaca, dan tidak disalin ulang. Pelacakan kembali terhadap teks-teks Babad Pasir Luhur dari berbagai scriptoria akan menambah khasanah karya-karya historiografi tradisional dari masyarakat Banyumas.
Versi Tembang
Versi Kedua adalah Versi Hardjana (1985) yang diterbitkan oleh Balai Pustaka Dan versi-versi lainnya.
Versi Gancaran atau Prosa meliputi empat Versi, yaitu (1) Versi Kedhungrandhu, dengan judul Babad Pasir Luhur, (2) Versi Wigno A dengan judul Babad Pasir (Raden Kamandaka), (3) Versi Wigno B dengan judul Lajang Raden Kamandaka ija Lutung Kasarung, dan (4) Versi Kartosoedirdjo dengan judul Babad Noesa Tembini.
Nama Banyak Catra yang sangat dikenal para pembaca Teks Babad Pasir juga dikenal dalam masyarakat sunda dan disebut sebagai salah satu pantun terpenting dalam Teks Sunda Kuna Sanghyang Siksa Kanda Ing Karesian yang berasal dari tahun 1518 Masehi , yaitu Langgalarang, Banyak Catra, Siliwangi, dan Haturwangi.
Kemudian Raden Kamandaka menikah dengan Dewi Cipta Rasa dan dinobatkan sebagai Adipati Pasir Luhur menggantikan Ayah Mertuanya Adipati Kandha Daha. Silsilah yang ditulis oleh M. Siradj dan juga R. Soemarko Adhisaputro yang disalin oleh R. Budi Sasongko sebagai berikut :
Dewi Cipta Rasa ( Putri Bungsu) |
Raden Banyak Catra ( Raden Kamandaka) |
Raden Banyak Wirata |
|
Raden Banyak Roma |
|
Raden Banyak Kesumba |
|
Raden Banyak Belanak / Patih Purwakencana (Pangeran Senopati Mangkubumi I) |
Raden Banyak Geleh / Patih Wirakencana (Pangeran Senopati Mangkubumi II) |
Pasir Bathang
Pasir Astana
Pangeran Senopati Mangkubumi II / Patih Wirakencana ( 1525 – 1549) |
|||
Pangeran Perlangon (1549 – 1581) |
|||
Pangeran Langkap ( Zaman Pajang & Mataram, Pasir Astana, 1581 – 1601) |
|||
Entol Purwakesuma (Panembahan Kaloran)(1601 – 1648) |
Wiranaya (1601) Demang I |
Nyi Permade (Istri Kiai Ng. Singapatra) di Kartanegra |
|
Entol Purwadita (1648 – 1705) |
Wiratruna Demang II |
Kiai Ng. Mertapura diKertanegara |
|
Entol Purwanangga (1705 – 1782) |
Nayatruna Demang II |
Kiai Ng. Singanegara di Kertanegara |
|
Kiai Purwadiwangsa (Maryan I ) (1782-1825) |
Nyai Maryam (Kiai Husen) (1821-1831) |
Nayadita |
Kiai Ng. Singawijaya di Kertanegara |
Kiai Purwadipa (Maryan II) (1825-1840) |
Nyai Nurhakim (1831-1850) |
Bangsarudin |
R. Ng. Muh Tahjudin |
Kiai Khusen (Maryan III) (1840-1881) |
M. Nurahman I (1850-1871) Mertua Kiai Noer Chakim (1818-1891) |
Ahmad Anom |
Sutawirya (1821-1840) |
M. Wahidun(Ranayuda I) (1881-1912) |
M. Wirasari (Nurahman II) (1871-?) |
Yudadikrama |
Sutadikrama I (1840-1877) |
M. Markus (Ranayuda II) (1912-1927) |
M. Nurahman III |
Danudimeja |
Sutadikrama II (Chamilin) (1877-1898) |
R. Soepardiman Yoedosaputro Blengur (1927-1945) |
M. Mulyadimeja (Nurahman IV) (?-1919) |
Danu Supraja |
Sutadikrama III (M. Sudana) (1898-1901) |
|
M. Lindu Abdullah (Nurahman V) (1919-1950) Kepala Desa I (1950-1963) |
Soedardja |
R. Abdullah (1901-1945) |
|
Wangidin Kepala Desa II (1963-1989) |
Oemar (1935-1945) |
|
|
Sutarman Kepala Desa III (1990-1995) |
|
|
|
Sukamto Kepala Desa IV (1998-2006) |
|
|
|
Chadjirin Kepala Desa V (2007 – 2013) |
|
|
|
Hj. Endriyani Kepala Desa VI (2013 – sekarang) |
|
|
PASIR KULON |
PASIR WETAN |
PASIR KIDUL |
PASIR LOR |
Pasir Wetan
1. Nyai Maryam (Demang Wanita)
2. Nyai Nurhakim (Demang Wanita)
3. Demang Nurahman I
Demang Nurahman I mempunyai anak sebagai berikut : (1) Kiai Demang Wirasari (Nurahman II) (2) Nyai Surya Muhammad (3) K. Tjandradipa (Penatus Dawuhan Wetan) (4) Mas Ajeng Sarwati (Istri Bupati Padang) (4) Mas Ajeng Demang (dimakam)
Demang Nurahman II dikenal juga dengan nama Demang Wirasari adalah anak dari Demang Nurahman I atau Cucu Kiai Nurhakim I. Demang Nurahman II dilahirkan dari Ibu yang berasal dari Gumelem. Mempunyai anak sebagai berikut : (1) Ibu Penatus Grendeng, (2) Kiai Demang Nurahman III (3) Mas Kramawidjaja (4) Mas Udadrana (5) Mas Kramajuda (6) Mas Madahir (7) Mas Reksa (Ciamis) (8) Mas Ajeng Djajawirana (9) tidak dikenal namanya hanya keturunannya yang terdeteksi yaitu yang menurunkan Bu Sawinem (Bu Sanpeki)
Demang Nurahman III adalah anak dari Demang Nurahman II mempunyai anak sebagai berikut : (1) Bu Lurah Karangwangkal (2) Bu Madikram (Ibu Pengulu Sepuh)/Ibu Kramajuda) (3) Bu Tjitraleksana (Bu Lurah Karangtalun Kidul - Purwajati) (4) Demang Mulyadimedja (5) Pak Nurjasemita (Bau Kebocoran) (6) Bu Lurah Karangsalam (7) Bu Hajjah Nurjareja (8) Bu Nurjasidin (9) Bu Lurah Klahang (Sokaraja) (10) Pak Dipawikarta (Demang Wakil) (11) Bu Nurjasentika (12) Pak Martasentika (13) Pak Ratiman Martotaruno (Mantri Alas Djawa Wetan) (14) Pak Atmaredja (Kebocoran) (15) Pak Sanwireja (16) Pak Nurjawikarta (Ahli Batik) (17) Pak Reksa (Bau Gendon Djogreg) (18) Bu Hajjah Dulsalam (Pasir Kulon) (19) Bu Lurah Dawuhan Kulon (20) Bu Murjawidjaja (21) Pak Bugel (Carik Karangtengah – Sokaraja) (22) Pak Kartun Tawireja (Pesawahan) (23) Bu Saminem (Bau Muntang Baturaden) (24) Pak Wirjadimedja (Tjarik/Lurah Karangpule – Karangsalam) (25) Pak Guteng (26) Bu Samijem (Carik Kedunglemah) (27) Pak Partosumarto (Wafat 3-9-1977)
Demang Muljadimedja mempunyai keturunan 19 dari 6 Istri yaitu :
b. Ibu Wasem : M. Lindu, M. Dullah, M. Hamid, Bu Lirin, Bu Prihati, M Sugara, M. Sidik
d. Ibu Dijem : M Ayat (Subroto), M. Sum
f. Ibu Saiwen : M. Tapsir, Bu Sariti, Bu Truti, Bu Roliyah
Anak-anak Demang Nurahman V meliputi : (1) Raden Nganten Supartinah (2) Raden Supraptomo (3) Raden Sugiyarto. Demang Lindu termasuk demang yang dicintai rakyatnya, oleh penduduk disebut Suci Rahayu dan mempunyai kekuatan Supranatural. Yang berkat sentuhan jari tengahnya bisa menyembuhkan orang sakit. Demang Lindu adalah Demang terakhir Pasir Wetan (1919 – 1950) setelah Perdikan dihapus oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan Undang-Undang No. 13/1946, namun Demang Nurahman V (Lindu) dipilih oleh rakyatnya untuk menjabat Lurah atau Kepala Desa Pasir Wetan (1950-1963).
Wangidin adalah Kepala Desa kedua setelah Lindu Abdurrahman dan Kepala Desa pertama Pasir Wetan yang bukan dari keturunan Demang Nurahman (rakyat biasa). Dan terhitung cukup lama menjadi Kepala Desa Pasir Wetan yaitu 26 tahun.
H. Soetarman HS menjadi Kepala Desa Pasir Wetan hanya berlangsung 5 tahun yaitu 1990-1995 kemudian mengundurkan diri. Karena kekosongan Kepala Desa maka diangkatlah Chadjirin ( Kadus) menjadi Penjabat Sementara Kepala Desa sampai dengan Pemilihan Kepala Desa yang Baru.
H. Sukamto menjadi Kepala Desa Pasir Wetan selama 8 Tahun. Ia adalah adik dari H. Harnoto seorang Tokoh di Pasir Wetan yang sukses dalam mengembangkan industri di Pasir wetan dan juga tokoh dalam keagaman khususnya organisasi Nahdlatul Ulama.
Chadjirin menjadi kepala Desa selama 6 tahun, ia adalah putra dari seorang Ibu anak Perempuan dari Pak Suwarno. Pak Suwarno putra dari Ibu Pengulu Sepuh Madikram. Ibu Madikram Putri dari Demang Nurahman III. Berarti Chadjirin masih Canggah dari Demang Nurahman III. Dan terhitung tiga kali menjadi Pejabat Sementara Kepala Desa Pasir Wetan yaitu periode 1989-1990, 1995-1997, dan 2006-2007.
Hj. Endriyani menjadi kepala Desa Pasir Wetan dari tahun 2013 hingga sekarang. Dilahirkan di Kediri pada 14 September 1961 dari Ayah Bp. Kodrat Soepeno dan Ibu Sumiati.
Sumber: http://pasirwetan.karanglewaskec.banyumaskab.go.id/news/16293/sejarah-desa-pasir-wetan#.W0gifNIzbIU
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja