Desa Cendono dan desa-desa lain sekitarnya sama-sama memiliki sejarah dan latar belakang tersendiri yang menjadi karakter dan perincian khas tertentu dari suatu desa.Sejarah desa atau daerah sering kali tertuang dalam cerita dan dongeng-dongeng yang di wariskan secara turun emurun dari mulut ke mulut,sehinggga sulit sekali untuk di buktikan secara fakta. Biasanya cerita atau dongeng tersebut di hubungkan dengan mitos tempat-tempat tertentu yang di anggap keramat.Desa Cendono juga memiliki hal tersebut yang menjadi identitas dan ciri khas dari desa ini yang kami tuangkan dalam kisah-kisah di bawah ini.
a. ASAL USUL DESA CENDONO
Dari berbagai nara sumber yang kami telusuri asal usul Desa Cendono memiliki banyak fersi dan legenda yang berfariatif. Terkait dengan tempat-tempat yang di keramatkan seperti : Makam Dempok Cendono (Makam Mbah Madu Bronto),Makam garen (Makam Mbah Gagar Aking),Gua Winong yang letaknya Di Winong,Gua Telasih Di Telasih, Gua Senetan,Gua Manuk Di antrokan,Mbah kasem,Dok Bikang,dll.
Dari dasar-dasar tersebut di atas maka kami membagi berbagai legenda menurut nara sumber yang berbeda beda.
b. LEGENDA KIK LAGIK
Kik Lagik berasal dari Aceh bersama adiknya Kik Kiwono di dampingi oleh dua orang Ponokawan yang tidak bisa di sebut namanya . Kik Lagik membabat alas Cendono dan Kik Kiwono membabat alas Damarjati (Karang rejo), bersama dua orang rekannya Kik Lagik membabat alas mengalami kelelahan akhirnya beristirahat (Jempor) dalam bahasa Jawa,atau di artikan tidak berdaya. Kata Jempor atau duduk bersila di sebut pula “ DEMPOK” akhirnya tempat tersebut di namakan Dempok. Setelah berniat untuk menetap di situ Kik Lagik mendirikan bangunan, untuk mencari bahan bangunan satu orang murid Kik Lagik di suruh ke Aceh untuk mengambil kayu Cendana dan satu orang lagi di suruh ke Lumajang untuk mengambil bambu. Setelah bangunan itu jadi Kik Lagik pamit pada dua orang muridnya untuk pergi ke Madura, karena dua orang murid tidak ada gurunya maka berprilaku malanggar aturan yang tidak di perbolehkan oleh gurunya,di antaranya sering mendatangkan kesenian tandak lengger, waktu gurunya mau kembali ke Dempok sampai di jurang Krapyak sudah terdengar suara tabuan (gamelan) dari iringan tandak lengger. Kik Lagik bertanya pada seseorang “suara apa itu, kok terdengar dung cekedung………” di jawab oleh orang tersebut “ bahwa di dempok sedang ada pertunjukan tandak lengger”.
Akhirnya Kik Lagik tidak meneruskan perjalanannya ke Dempok dan langsung kembali ke Madura, soalnya Kik Lagik menganggap kalau kedua orang muridnya telah gagal menjalankan perintahnya, tak lama kemudian kedua muridnya sadar ingin mencari gurunya ke Madura dengan membawa benda-benda pusaka milik gurunya diantaranya : Tombak, Cis dan Rompi Onto Kusumo. Namun dalam perjalannya sampai di Desa Janti murid tersebut jatuh sakit dan berpesan pada penduduk janti untuk memulangkan barang-barang tersebut ke Dempok Cendono. Barang-barang tersebut yang masih ada sekarang adalah Cis. Sejak peristiwa itu menurut mitos penduduk Desa cendono banyak mengalami kegagalan dalam usahanya. Bilamana ada orang yang akan sukses, maka ada saja cobaan dan rintangannya sehingga gagal.
c. LEGENDA MBAH MADU BRONTO
Nama Mbah Madu Bronto sudah melekat di hati penduduk Desa Cendono, namun siapa Mbah Madu Bronto itu tak satupun nara sumber yang bisa mengetahui ada yang berbicara bahwa setelah seratus tahun dari legenda Kik Lagik munculah Ulama’ Besar berwajah tampan berpostur tubuh tinggi besar dan berwibawa itulah ‘’Mbah Madu Bronto’’.
Mbah Madu Bronto datang di Cendono seorang diri tidak berkeluarga dan tidak menikah di Cendono. Selain itu Mbah Madu Bronto menetap beberapa lama di Dempok Cendono Kemudian pulang ke Madura ( karena berasal dari Madura ) kemudian datang lagi dan pulang lagi ke Madura, lalu datang lagi dan meninggal di Cendono.sehingga sulit untuk diketahui silsilahnya. Mungkin karena banyaknya ilmu yang disumbangsihkan kepada penduduk Desa Cendono sehingga nama Mbah Madu Bronto sehingga menjadi termashur sampai sekarang ini. Mbah Madu Bronto meninggal dan di makamkan di Dempok Cendono, selain makam Mbah Madu Bronto di Dempok Cendono terdapat makam Kik Surgi, Syekh Maulana, dan beberapa makam orang penting lainnya.
Pada Zaman sekarang Dempok Cendono Menjadi Pepunden seluruh masyarakat Desa Cendono Khususnya pada Umumnya masyarakat di luar Cendono, bahkan dari luar Purwosari atau dari luar Kabupaten terbukti pada hari tertentu misalnya malam Jum’at Legi, banyak yang bekunjung untuk maksud-maksud tertentu misalnya dalam masalah kerejekian, pangkat, kedudukan, juga tentang perjodohan, setelah terkabul permintaannya mereka datang lagi dengan membawa Tumpeng untuk tasyakuran. Dalam tasyakuran tersebut biasanya juru kunci mengundang masyarakat sekitar Dempok, pada masa Bapak Djoyo Waseso ( Kepala Desa Cendono periode ke VII ) mendirikan sebuah Masjid yang letaknya di sebelah Makam Mbah Madu Bronto. Berawal dari seorang Kyai Pemangku Pondok Pesantren Al-fitriyah yaitu KH. Mad Ruchin dari Sukorejo yang bercerita bahwa pada Zaman perjuangan melawan Belanda seorang pejuang bernama KH. Zainal Abidin berjalan kearah Barat dari Desa Lekemar mencium bau yang sangat harum. Baunya sudah tercium kurang lebih jarak 1 Km dari pohonnya, setelah diketahui ternyata bau harum tersebut adalah dari sebuah pohon yang tinggi dan besar yakni Pohon Cendono, KH. Zainal Abidin mengambil satu batang cabang dari pohon tersebut untuk dibuat tongkat dalam perjalanannya pulang ke Madura, setelah sampai di Madura tongkat tersebut ditancapkan ditanah akhirnya tumbuh menjadi pohon yang subur, setelah KH. Zainal Abidin meninggal juga di makamkan di bawah pohon tersebut, pada masa sekarang makam KH.Zainal Abidin menjadi tempat Ziarah yakni ziarah makam Cendana di Madura.
Dari berbagai Nara Sumber yang kami catat siapa sebenarnya Mbah Madu Bronto, siapa sebenarnya Kik Lagik, dan siapa sebenarnya KH. Zainal Abidin atau Syekh Zainal Abidin (menurut fersi Arab) atau Mbah Zainal Joyo Abidin (jawa) semua itu masih mesterius, karena tidak ada satu pun penduduk Desa Cendono yang dapat mengungkap rahasia legenda tersebut.
Penulis sangat berterima kasih kepada beberapa nara sumber yang telah memberikan Cerita, Legenda, atau sejarah tentang Desa Cendono sehingga untuk anak cucu masa depan mengetahui cerita-cerita dari para leluhurnya, atau cerita bahwa asal mula Nama Cendono diambil dari nama sebuah Pohon yang sangat harum baunya yaitu pohon Cendana.
Pada zaman penjajahan Belanda Desa cendono berbentuk kelurahan yang di pimpin oleh seorang lurah, pada waktu itu belum terbentuk nama-nama dusun yang ada hanya letak wilayah Cendono lor, cendono tengah, dan Cendono kidul. Sampai tahun 2007 ini Desa Cendono sudah mengalami sepuluh kali pergantian Lurah/Kepala Desa, adapun nama-nama Lurah/ kepala desa tersebut adalah :
1. LURAH BPK. DJOYO
Keturunannya adalah Bpk. Musiman, Ibu Rembati.
2. LURAH BPK. SARNAM (YAI NAM)
Keturunannya adalah Kasan (Bpk. Timbang). Bpk. Daib ( juru kunci Dempok pada saat ini)
3. LURAH BPK. KASBUN
Keturunannya adalah Bpk. Gondo, Kartoyo
4. LURAH BPK. TARIYO ( P. SANTRINAH)
Keturunannya adalah Bpk H. Fatkhuloh, Bpk. Sumitro (cucu)
Pada masa kepemimpinannya berhasil membuka tanah Rekes sampai sekarang menjadi tanah Bengkok ( Ganjaran Perangkat Desa Cendono)
5. LURAH BPK SARPIN ( SUMO SASTRO ) ( TAHUN ….. – 1948)
Ketutunannya adalah Bpk Suroto (anak) dan Bpk. Drs. Riadi (cucu)
6. LURAH BPK. RUSLAN (TAHUN 1948-1964)
Keturunannya adalah Bu. Sumi (anak), Susiami ( cucu )
Pada masa kepemimpinannya sempat melestarikan Kebudayaan asli yang dibawa oleh leluhur masyakat desa cendono yaitu Terbang Laro (yang sekarang telah diakui sebagai kebudayaan asli Kabupaten Pasuruan)
7. KEPALA DESA BPK. DJOYO WASESO ( TAHUN 1964-1989)
Keturunannya adalah Bpk. Alpan.
8. KEPALA DESA KHOIRUL ANAS ( TAHUN 1989-1998)
Berasal dari Tarik Mojokerto ( Setelah Purna Tugas kembali pulang ke Mojokerto)
9. KEPALA DESA BPK. DRS. RIADI ( TAHUN 1999-2007)
10. KEPALA DESA BPK. TOHIR ( HASIL PILIHAN 5 AGUSTUS 2007)
11. KEPALA DESA BPK. SANARI ( HASIL PILIHAN 13 AGUSTUS 2013)
juru kunci dempok BAPAK TAWI
Sumber: https://keramatpasuruan.com/2017/12/31/sejarah-desa-cendono/
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja