Motif Kain
Motif Kain
Motif Kain Sulawesi Utara Minahasa
Sehelai Kisah Kain Bentenan, Sempat Lenyap Selama 2 Abad
- 4 Maret 2015

Kain BentenanSepertinya halnya batik di Jawa, songket di Sumatera Selatan, dan ulos di Sumatera Utara, di Sulawesi Utara khususnya Etnis Minahasa mengenal kain tenun tradisional yang popular disebut kain Bentenan. Keberadaan kain ini cukup kontroversi karena pernah menghilang sekitar 200 tahun lamanya dari tanah Minahasa.

Bentenan sejatinya merujuk pada sebuah pulau dan teluk di pantai di Kabupaten Minahasan Tenggara. Dahulu, sekitar abad ke-15 hingga 17 perairan ini merupakan kawasan pelabuhan dagang dan transit para pelaut sebelum mereka menuju Ternate. Dan sekitar tahun 1900-an kain Bentenan ditemukan untuk yang pertama kali dikawasan tersebut, tepatnya di Desa Bentenan, Ratahan, Minahasa Tenggara.

Keberadaan kain Bentenan tidak terlepas dari aktivitas budaya dan sejarah suku Minahasa. Sekitar abad 7 Masehi masyarakat Minahasa telah mengenal kain dari kulit kayu bernama Fuya, yang berasal dari kulit pohon Lahendong dan kulit pohon Sawukkuow. Selain itu mereka juga mengenal serat nanas yang disebut Koffo dan serta bamboo yang disebut Wa’u.

Penamaan kain Bentenan sendiri berasal dari nama wilayah dimana pelabuhan utama di Sulawesi Utara  berada yaitu, Bentenan. Dari pelabuhan inilah yang pertama kali kain Bentenan di export (abad 15-17) ke luar Minahasa. Sehingga meskipun kain tersebut dibuat di  Tombulu, Tondano, Ratahan, Tombatu, dan wilayah lainnya di Minahasa namanya tetap dikenal dengan Bentenan.

Dalam perkembangan selanjut, setelah berinteraksi dengan para pelaut yang singgah serta menetap, masyarakat Minahasa mulai mengenal kapas, dari bahan kapas inilah kemudian mereka membuat pakaian yang kemudian dikenal  sebagai Bentenan Woven Cloth. Pada masa itu kain Bentenan telah menjadi kain dengan kualitas terbaik di dunia.

Bagi masyarakat Minahasa, kain Bentenan merupakan kain yang istimewa karena ada ritual-ritual tertentu sebelum mulai menenun. Keistimewaan lainnya adalah karena kain ini berperan utama dalam lingkaran kehidupan masyarakat Minahasa, seperti lahir, menikah, dan meninggal. Ketika bayi baru lahir diselimuti dengan kain, ketika menikah kain Benetanan dapat berfungsi sebagai mas kawin dan ketika meninggal kain digunakan untuk membungkus jenazah.

Karena proses pembuatannya yang rumit dan memakan waktu yang lama, kain-kain ini hanya dipakai oleh orang-orangtertentu dan acara-acara tertentu. Seperti  para pemimpin ada (Tonaan), pemimpin agama/sukt (Walian) dalam uparaca adat dan upacara agama. Kain Bentenan juga telah menjadi symbol status social dan menjadi bagian dari prinsip hidup yang dilakoni masyarakat Minahasa.

Bahkan, masyarakat Minahasa mempercayai ketika mereka berperang dan menggunakan kain Bentenan sebagai ikat pinggang maka akan dapat mematahkan serangan lawan, dengan kata lain orang yang mengenakan ikat pinggang kain Bentenan akan kebal terhadap senjata lawan. Hal ini tentunya sesuai dengan cerita orang-orang terdahulu bahwa pembuatan kain Bentenan sangat sakral.

Kesitimewaan lainnya dari kain Bentenan adalah teknik pembuatannya  yang  rumit.  Kain Bentenan ditenun dengan teknik double ikat, benang yang membentuk lebar kain (pakan) disebut Sa’lange dan benang yang memanjang (lungsi) disebut Wasa’lene. Teknik double ikat seperti ini adalah teknik tenun ikat dengan tingkat kesulitan yang tinggi, sangat jarang teknik ini digunakan di daerah lain. Motif yang dapat tercipta dari teknik ini akan bergambar halus, rumit dan sangat unik. Kain Bentenan ditenun tanpa terputus menghasilkan sebuah kain berbentuk silinder atau tabung.

Dalam proses pewarnaan, kain Bentanan menggunakan zat pewarna alami yang berasal dari tumbuhan yang tumbuh di wilayah tersebut. warna biru atau hijau biasanya diperoleh dari pohon Taun, kemudian apabila ditambah dengan air kapur sirih, maka warna biru itu akan berubah menjadi hitam.  Semak Lenu (morinda bractenta) untuk warna kuning dan apabila dicampur air kapur sirih akan menjadi warna merah.  Lelenu (peristrophe tinctoris) untuk warna merah,  Sangket (homnolanthus paulifolius) kulitnya menghasilkan warna hitam.

Kain Bentenan memiliki tujuh motif yaitu Tonilama (tenun dari benang putih, tidak berwarna dan merupakan kain putih), Sinoi (tenun dengan benang warna warni dan berbentuk garis-garis), Pinatikan, tenun dengan garis-garis motif jala dan bentuk segi enam, merupakan yang pertama ditenun di Minahasa. Tinompak Kuda (tenun dengan aneka motif berulang), Tononton Mata (tenun dengan gambar manusia), Kalwu Patola (tenun dengan motif tenun Patola India) dan Kokera (tenun dengan motif bunga warna-warni bersulam manik-manik).

Kain tenun Bentenan yang paling tinggi nilainya digunakan untuk upacara adat ialah Tinonton Mata symbol leluhur pertama orang Minahasa yaitu Toar-Lumimuut. Sedangkan kain tenun Bentenan yang bernilai tinggi sebagai alat tukar menukar adalah motif ragam hias kain Patola India, seperti motif Kaiwu Patola. Motif Kaiwu Patola, Tinonton Mata, Tinompak Kuda yang sudah bisa diproduksi kembali.

Sempat Hilang

Setelah Belanda masuk ke Minahasa dan menyebarkan ajaran Kristen, terjadi banyak perubahan sosial budaya termasuk menghilangnya upacara ritual baik adat maupun keagamaan. Masyarakat Minahasa juga mulai meninggalkan kebiasaan lamanya karena ingin dianggap sederajat dengan Belanda. Salah satu kebiasan tersebut adalah menggunakan kain Bentenan karena mereka mulai tidak nyaman menggunakan kain yang bermotif animism. Sehingga lambat laun penggunaan kain tenun semakin jarang dan akhirnya menghilang. Maka mulai dari saat itulah kebiasaan menenun kain Bentenan terhenti.

Kain Bentenan sempat menghilang dalam waktu yang cukup lama sekiat kurang lebih 200 tahun. Bahkan konon katanya orang minahasa sendiri banyak yang tidak mengetahui tentang keberadaan kain berkualitas tinggi ini. Dan saat ini kain tenun Bentenan hanya tersisa 28 lembar disluruh dunia, yang tersimpan di Museum Nasional Jakarta, Museum   Tropenmuseum, Amsterdam, Museum voor Land-en Volkenkunde, Rotterdam, Museum fur Volkenkunde, Frankfurt-am-Main, Jerman, Ethnographical Museum, Dresden, dan Indonesisch Ethografisch Museum.

Kain Bentenan kembali ditemukan sekitar tahun 2005, atas prakasa HIMSA (Himpunan Seni dan Budaya Minahasa) kain Bentenan asli koleksi museum Nasional dibawa ke Universitas Sam Ratulangi, Manado untuk dipamerkan.  Kemudian tahun 2006, Yayasan Kreasi Masyarakat Selawesi Utara (Karema) memproduksi  kain Bentenan dalam bentuk print. Langkah tersebut kemudian  ditindaklanjuti oleh Gubernur Sulut dan seluruh kepala daerah (Bupati/Walikota) yang mewajibkan PNS menggunakan seragam kain Bentenan seminggu sekali.

Akhirnya sehelai kisah kain Bentenan tertoreh manis dalam catatan sejarah, masyarakat Minahasa semakin bangga akan jati dirinya dan kain Bentenan telah menjadi identitas budaya Minahasa yang tinggi. (DAM)

 

 

 

 

 

 

 

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline