Sekitar tahun 1950-an ada seorang tokoh Tionghoa peranakan bernama Pek Chunyo dan tokoh pemuda Betawi bernama Bosin yang berkompromi untuk menyelenggarakan kegiatan Sedekah Bumi, dengan alasan bahwa "kita buang air di bumi, makan kita dari bumi". Di daerah Lengkong setiap tahunnya ada "kewajiban" untuk mensyukuri keberadaan manusia di bumi, dalam bentuk perayaan makan makanan hasil bumi diselingi tontonan topeng dan doa bersama. Kegiatan tersebut berlangsung hingga tahun 1952, diikuti oleh 30 kepala keluargaLengkong, diiringi hiburan tontonan topeng grup tholay Tangerang, dilanjutkan makan dan doa bersama dengan harapan tahun berikutnya mendapatkan keberkahan.
Pada tahun 1953, tiga tahun menjelang Pemilu 1955, terjadi kekacauan di hampir semua wilayah Indonesia dan berdampak pula dengan situasi keamanan masyarakat Lengkong. Pada masa itu adalah masanya "gerombolan" atau sebuah pemberontakan dalam bentuk perampokan massal kepada masyarakat yang dilakukan oleh para "pejuang" dan "pasukan sekutu" yang menetap dan kecewa terhadap pemerintah saat itu.
Tahun 1960 amil Bosin hijrah ke Kulon Banten untuk memperdalam ilmu agama Islam di sebuah pesantren terkenal. Pek Chunyo seorang diri memimpin kegiatan Sedekah Bumi, beliau ditemani sahabat amil Bosin yang bernama Tirtonadi, seorang tokoh masyarakat Lengkong sampai tahun 1962. Tahun 1962-1965 pecahlah peristiwa "Gestok", yang disebut oleh Presiden Sukarno berarti Gerakan Satu Oktober yang digerakkan langgsung oleh "PKI" dipimpin DN Aidit. Terjadi kekacauan negeri yang mengakibatkan kegiatan Sedekah Bumi vakum. Tahun 1965 Pek Chunyo akhirnya meninggal.
Setelah ditinggal amil Bosin ke Kulon Banten untuk belajar agama dan meninggalnya Pek Chunyo, tradisi Sedekah Bumi masyarakat Lengkong vakum hingga tahun 2000-an. Tahun 2014 tradisi Sedekah Bumi kembali digelar oleh masyarakat lengkong yang dipelopori oleh Apen, salah satu keturunan Pek Chunyo hingga tahun 2015.
Menurut Koh Apen tokoh penggerak sedekah bumi tahun 2009, 2012, 2015 di Lengkong, awal mula sedekah bumi adalah warisan adat istiadat leluhur Tionghoa yang berbaur dengan kebiasaan masyarakat Betawi di Lengkong, Serpong, Tangerang Selatan, Banten diselenggarakan tiap tiga tahun sekali setelah panen.
“Sedekah bumi itu adalah suatu bentuk ungkapan rasa syukur masyarakat Tionghoa peranakan dan masyarakat Betawi di Lengkong, Tangerang Selatan, Banten sehabis panen, dengan menyelenggarakan makan bersama dari hasil tanaman padi, buah-buahan, tumbuh-tumbuhan yang telah ditanam,” ungkapnya (9/7/2015) di kediamannya, Kampung Perigi RT. 018/05 Lengkong Karya, Serpong Utara, Tangerang Selatan, Banten.
Dijelaskannya bahwa sedekah bumi terselenggara setiap tiga tahun sekali menurut penanggalan Tionghoa, leluhur Keluarga Besar She Ghow. Sejak tahun 1950-an Pek Chunyo yang merupakan Tionghoa peranakan bersama dengan amil Bosin dan Tirtonadi dari Betawi mengungkapkan rasa syukurnya setelah panen dalam bentuk Sedekah Bumi. “Setelah ditinggalkan oleh ketiga tokoh pencetus Sedekah Bumi tersebut di tahun 1962, tradisi sedekah bumi vakum,” jelasnya.
Tahun 1963 tradisi sedekah bumi kembali berlangsung yang dipimpin langsung oleh istri mendiang almarhum Pek Chunyo yang biasa dipanggil Ny. Kana hingga beliau meninggal tahun 1970. Memasuki tahun 1980, Koh Apen dari Jakarta hijrah ke Lengkong menemani dan mengurus orang tuanya She Ghow.
“Beliau selalu berpesan sekaligus memberikan amanat kepada kami bahwa “wajib” mengurusi makam Keluarga Besar She Ghow dan tradisi sedekah bumi, hingga akhir hayat,” tegasnya.
Pesan dan amanat tersebut terus terngiang. Pada akhirnya di tahun 1982, kami bersama tokoh masyarakat lainnya, Koh Apen, Chang Pe, Jok Wa, Koh Engle, In Chan memulai kembali tradisi sedekah bumi sekaligus membangun tugu yang disebut “Tugu Lengkong” sebagai tanda prosesi sedekah bumi di tahun berikutnya.
“Keberadaan Tugu Lengkong selain sebagai tanda sekaligus menjadi pusat batas teritorial administratif antara Kelurahan Lengkong Wetan dengan Kelurahan Lengkong Karya,”. Tradisi Sedekah Bumi masyarakat Lengkong adalah tradisi akulturasi tiga budaya, yaitu budaya Tiongkok, budaya Sunda, dan budaya Betawi yang diselenggarakan oleh masyarakat Lengkong.
Sumber: http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/2095/tradisi-sedekah-bumi-masyarakat-lengkong
1. Rendang (Minangkabau) Rendang adalah hidangan daging (umumnya sapi) yang dimasak perlahan dalam santan dan bumbu rempah-rempah yang kaya selama berjam-jam (4–8 jam). Proses memasak yang sangat lama ini membuat santan mengering dan bumbu terserap sempurna ke dalam daging. Hasilnya adalah daging yang sangat empuk, padat, dan dilapisi bumbu hitam kecokelatan yang berminyak. Cita rasanya sangat kompleks: gurih, pedas, dan beraroma kuat. Rendang kering memiliki daya simpan yang panjang. Rendang adalah salah satu hidangan khas Indonesia yang paling terkenal dan diakui dunia. Berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat, masakan ini memiliki nilai budaya yang tinggi dan proses memasak yang unik. 1. Asal dan Filosofi Asal: Rendang berasal dari tradisi memasak suku Minangkabau. Secara historis, masakan ini berfungsi sebagai bekal perjalanan jauh karena kemampuannya yang tahan lama berkat proses memasak yang menghilangkan air. Filosofi: Proses memasak rendang yang memakan waktu lama mela...
Ayam goreng adalah salah satu menu favorit keluarga yang tidak pernah membosankan. Namun, jika kamu ingin mencoba variasi yang lebih gurih dan harum, ayam goreng bawang putih renyah adalah pilihan yang tepat. Ciri khasnya terletak pada aroma bawang putih yang kuat serta kriukannya yang renyah saat digigit. Resep ini juga sangat mudah dibuat, cocok untuk menu harian maupun ide jualan. Bahan-Bahan Bahan Ayam Ungkep ½ kg ayam (boleh potong kecil agar lebih cepat matang) 5 siung bawang putih 4 siung bawang merah 1 sdt ketumbar bubuk 1 ruas kunyit (opsional untuk warna) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400 ml Bahan Kriuk Bawang 5–6 siung bawang putih, cincang halus 3 sdm tepung maizena ¼ sdt garam ¼ sdt lada Minyak banyak untuk menggoreng Cara Membuat Ungkep ayam terlebih dahulu Haluskan bawang putih, bawang merah, kunyit, dan ketumbar. Tumis sebentar hingga harum. Masukkan ayam, aduk rata, lalu tuang air. Tambahkan garam dan kaldu...
Ayam ungkep bumbu kuning adalah salah satu menu rumahan yang paling praktis dibuat. Rasanya gurih, aromanya harum, dan bisa diolah lagi menjadi berbagai hidangan seperti ayam goreng, ayam bakar, hingga pelengkap nasi kuning. Keunggulan lainnya, resep ini termasuk cepat dan cocok untuk kamu yang ingin memasak tanpa ribet namun tetap enak. Berikut resep ayam ungkep bumbu kuning cepat yang bisa kamu coba di rumah. Bahan-Bahan ½ kg ayam, potong sesuai selera 4 siung bawang putih 5 siung bawang merah 1 ruas kunyit 1 ruas jahe 1 ruas lengkuas (geprek) 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 batang serai (geprek) 1 sdt ketumbar bubuk (opsional) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400–500 ml Minyak sedikit untuk menumis Cara Membuat Haluskan bumbu Blender atau ulek bawang merah, bawang putih, kunyit, jahe, dan ketumbar bubuk (jika dipakai). Semakin halus bumbunya, semakin meresap ke ayam. Tumis bumbu hingga harum Panaskan sedikit m...
Sumber daya air merupakan sebuah unsur esensial dalam mendukung keberlangsungan kehidupan di bumi. Ketersediaan air dengan kualitas baik dan jumlah yang cukup menjadi faktor utama keseimbangan ekosistem serta kesejahteraan manusia. Namun, pada era modern saat ini, dunia menghadapi krisis air yang semakin mengkhawatirkan (Sari et al., 2024). Berkurangnya ketersediaan air disebabkan oleh berbagai faktor global seperti pemanasan, degradasi lingkungan, dan pertumbuhan penduduk yang pesat. Kondisi tersebut menuntut adanya langkah-langkah strategis dalam pengelolaan air dengan memperhatikan berbagai faktor yang tidak hanya teknis, tetapi juga memperhatikan sosial dan budaya masyarakat. Salah satu langkah yang relevan adalah konservasi air berbasis kearifan lokal. Langkah strategis ini memprioritaskan nilai-nilai budaya masyarakat sebagai dasar dalam menjaga sumber daya air. Salah satu wilayah yang mengimplementasikan konservasi berbasis kearifan lokal yaitu Goa Ngerong di kecamatan Rengel,...
Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...