Orang Manggarai zaman lampau sangat kental dengan pengobatan tradisional. Mereka memanfaatkan apotik alam untuk merawat kesehatan tubuh. Saking dekat alam, segala sesuatu melalui sebuah proses tesi (sebelum memetik daun untuk pengobatan, diawali dengan doa permintaan karena mereka menyakini setiap tetumbuhan memiliki penjaganya).
Salah satu dedaunan yang sangat mujarab menurut mereka adalah saung mene te pucek (dedaunan yang lazimnya untuk memperlancar feses). Mereka mencampurinya dengan kemiri tua yang sudah dibakar (welu tapa) lalu saung mene tersebut dihaluskan kemudian dimasukkan ke dalam lubang dubur.
Selain sebagai teknik untuk mempercepat datangnya feses yang keras dari usus juga berfungsi untuk mengobati lubang dubur dan mempercepat angin keluar dari perut, baik karena kembung maupun sakit perut karena salah mengonsumsi sesuatu.
Saung mene te pucek, demikian namanya sangat jarang diberikan pada anak karena jika diminum akan memuntahkan sesuatu dari dalam perut. Bila ketika seseorang mencret, daun itu adalah obat yang ampuh untuk mengeluarkan isi makanan di dan dari dalam perut.
Sedangkan, untuk pengobatan dari dalam mereka akan memakan mentah saung lema ulas (pecut kuda, Latinnya Stachycarpetha Jamaicensis), saung sensus rona (tekelan, Latinnya chromolaena odorata), saung kaweng (tembelekan, Latinnya Lantana Camara), saung renggong (tempuyung, Latinnya Sonchus Arvencis), dan saung legi (rumput signal, Latinnya Brachiaria/ Urocloa Decumbens).
Lazimnya, dedaunan itu dimakan mentah untuk menghilangkan rasa sakit di dan dari dalam dan berfungsi untuk mengembalikan kondisi tubuh.
Disebut saung mene te pucek karena sering digunakan untuk pucek (memasukkannya lewat lubang dubur atau anus). Pucek artinya memasukkan sesuatu ke dubur, anus.
sumber: http://www.komodolinenews.com/Saung-Mene-Obat-Tradisional-Orang-Manggarai-Flores
#SBJ