|
|
|
|
Saparan wonolelo Tanggal 29 Dec 2018 oleh Sri sumarni. |
Orang yang pertama kali menggagas upacara adat Saparan ialah: Bapak Purowidodo (Pak Lurah Widodomartani) bersama Kepala Dukuh Pondok Wonolelo pada tahun 1967. Keduanya memiliki ide dan gagasan untuk melangsungkan upacara dengan mengumpulkan trah atau keturunan Ki Ageng Wonolelo, dan merancang kegiatan yang akan dilaksanakan. Setelah bermusyawarah dan masyarakat bersepakat, semua keturunan Ki Ageng Wonolelo diundang dan diminta untuk mengumpulkan pusaka yang tersebar di beberapa tempat untuk disatukan dan diarak keliling kampong sampai ke tujuan akhir, yaitu kompleks makam Ki Ageng Wonolelo. Pusaka tersebut disimpan di dalam rumah Tiban. Warisan Pusaka Ki Ageng Wonolelo meliputi :
Pada awal pelaksanaannya, upacara Saparan dimulai dengan kirab pusaka Ki Ageng Wonolelo, lalu dilanjutkan dengan tahlilan dan doa bersama trah. Setelah itu, upacara diisi dengan nyekar (berziarah) dan pada penghujung upacara, diisi dengan penyebaran apem untuk masyarakat sekitar. Upacara dilaksanakan pada malam hari dengan menggunakan petromaks atau lampu minyak sebagai penerang.
Penyebaran apem memiliki makna tersendiri bagi Saparan Wonolelo. Apem adalah sejenis makanan yang terbuat dari kelapa dan tepung ketan. Apem mulai diperkenalkan oleh Ki Ageng Wonolelo saat seusai menunaikan ibadah haji. Apem sendiri berasal dari kata Afuwun atau ampunan. Pembagian kue apem bertujuan untuk memberikan nasihat kepada masyarakat, jika pergi kemanapun dengan memiliki perasaan penuh ampunan, maka tidak akan mendapatkan musuh atau masalah.
Sesaji merupakan “makanan” yang disiapkan untuk dipersembahkan kepada roh leluhur, terutama Ki Ageng Wonolelo yang memiliki jasa yang sangat besar bagi masyarakat Pondok Wonolelo. Sesaji terdiri atas sembilan komponen, di antaranya adalah (1) tumpeng robyong, berupa nasi tumpeng yang dibuat dengan 3 tingkatan; (2) ingkung ayam panggang; (3) pisang raja; (4) kembang telon yang terdiri dari kembang mawar, melati, dan kanthil; (5) buah-buahan, terdiri dari 2 buah apel, 3 buah jeruk, dan 3 buah salak; (6) daun kluwih 5 lembar; (7) tumpeng; (8) sembilan telur ayam kampung; (9) kerupuk udang atau peyek. Makna dari sesaji ialah harapan masyarakat terhadap pencipta semesta supaya diberikan kebaikan, ketentraman, kebahagiaan, kemudahan, kelancaran untuk semua urusan. Selain itu, makna sesaji juga sebagai rasa syukur atas rezeki yang telah diberikan kepada masyarakat Pondok Wonolelo.
Upacara Saparan Ki Ageng Wonolelo memiliki peran penting dalam masyarakat.Pertama, upacara Saparan menjadi sarana untuk mendoakan, mengenang, dan meneladani perjuangan Ki Ageng Wonolelo, supaya keturunan Ki Ageng Wonolelo bisa menjadi orang yang berbakti kepada para leluhur (pepunden). Kedua, upacara Saparan mampu menjaga dan melestarikan nilai-nilai budaya dan seni, yang dimiliki Pondok Wonolelo serta sekitarnya (Kabupaten Sleman dan D.I.Yogyakarta). Ketiga, upacara Saparan mampu mendukung Pondok Wonolelo sebagai desa wisata religius.Keempat, upacara Saparan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagai pelaku ekonomi melalui upacara adat Saparan Wonolelo dan kirab pusaka Ki Ageng Wonolelo.
Sumber : Buku Pentapan WBTB 2018
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |