Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Bali Bali
Sang Sempiar, Sapi Yang Meminang Sang Putri
- 27 Desember 2018
Konon ceritanya di Kerajaan Sunianegara ada seorang Raja mempunyai seorang putri yang sangat cantik bernama Diah Ratna Sari. Karena sangat cantik putri beliau, maka banyaklah putra-putra raja meminang sampai-sampai raja bingung memikirkannya. Atas usul para patih, maka diadakanlah sayembara, yang isinya barang siapa yang bisa memindahkan pohon beringin besar yang berada di tengah hutan ke kerajaan  Sunianegera dan menanamkannya di depan rumah raja (bencingah) dengan catatan daun tidak boleh jatuh, ranting, akar dan cabangnya tidak boleh patah serta demikian ditanam hidupnya seperti hidup di hutan. Sesudah berselang beberapa hari banyaklah putra-putra raja mengikuti sayembara itu, tetapi semuanya gagal.

Dengan tidak disangka-sangka datang seekor sapi yang sangat besar bernama Sang Sempiar ingin mengikuti sayembara yang diadakan oleh raja. Raja memperkenankan Sang Sempiar ikut dengan pertimbangan tidaklah mungkin seekor sapi akan bisa memindahkan pohon beringin tersebut, apalagi dengan persyaratan yang begitu sukar. Karena sudah diperkenankan, maka mulailah Sang Sempiar mencabut pohon beringin yang sudah ditentukan,mengangkatnya ke kerajaan Sunianegera dan menananamkannya di sana. Raja bersama Permaisuri, Para Patih, hamba sahaya raja dan masyarakat sangat tercengang  melihat pohon beringin yang ditanam itu hidup seperti di hutan dan daun, ranting, akar tidak ada yang jatuh dan patah.

Maka sayembara itu dimenangkan oleh Sang Sempiar, karena dia telah memenuhi syarat-syarat sayembara. Raja dan isi  istana sangat bersedih hati dan berat rasanya untuk melepaskan Sang Putri Diah Ratna Sari untuk dipersunting oleh seekor sapi. Para Patih melihat rajanya bersedih, maka ada seorang patih mengusulkan agar seorang di antara dayang-dayang raja dipilih yang tercantik kemudian dihias diserahkan kepada Sang Sempiar dan dikatakan bahwa itulah Putri Raja. Raja sangat setuju dengan usulnya, maka dilaksanakan rencana itu. Sesudah selesai mempersiapkan segalanya, maka diserahkanlah si dayang-dayang raja itu kepada Sang Sempiar.

Dengan spontan Sang Sempiar menolak dan mengancam akan merusak kerajaan kalau Putri Raja yang bernama Diah Ratna Sari tidak diserahkan kepadanya. Lalu dengan sedih dan terpaksa raja menyerahkan putirnya kepada Sang Sempiar, maka dibawalah putri raja ke tengah hutan. Sesudah lama berjalan tibalah di sebuah batu besar di bawah pohon kayu besar yang daunnya sangat rindang. Sang Sempiar berhenti, menyuruh Sang Putri duduk di atas batu itu menunggu Sang Sempiar turun ke sungai mencari air. Sang Putri dengan sabar menuruti perintah Sang Sempiar. Sesampai di tepi sungai Sang Sempiar  minum dengan sepuas-puasnya dan mengasah tanduknya supaya runcing untuk membunuh Sang Putri.

Rencana Sang Sempiar ini diketahui oleh seekor burung Tadah Asih, lalu berbunyilah burung tersebut. "Engkik-engkik engkir, sang Sempiar ngasah tanduk, untuk membunuh tuan Putri," berulang-ulang  burung Tadah Asih itu bersuara sehingga didengar oleh seekor Lutung atau Kera. Segeralah si Lutung mencari-cari dimana tuan Putri yang dimaksud dan dia sendiri sudah melihat Sang Sempiar di tepi sungai mengasah tanduknya pada sebuah batu besar. Sesudah lama si Lutung mencari diketemukanlah Sang Putri sedang duduk di sebuah batu besar. Segera si Lutung menghampiri dan menceritakan maksud kedatangannya untuk menolong Sang Putri. Maka Sang Putri diajak oleh si Lutung naik ke atas pohon kayu yang terbesar di hutan itu. Sesudah Sang Sempiar selesai mengasah tanduk pergilah dia ke tempat Sang Putri, tapi sial baginya, Sang Putri sudah tidak ada di tempat. 
 
Di carilah Sang Putri kesana kemari oleh Sang Sempiar dan terlihatlah Sang Putri berada diatas pohon kayu itu dengan tanduknya. Karena memang sudah kehendak Tuhan, maka tersangkutlah tanduk Sang Sempiar pada akar pohon kayu itu. Si Lutung melihat keadaan Sang Sempiar demikian, maka cepat-cepatlah dia pergi mencari beberapa ekor harimau untuk membunuh Sang Sempiar yang sudah tidak berdaya. Dengan tidak begitu lama datanglah beberapa ekor harimau di antar oleh si Lutung lalu menerkam Sang Sempiar sampai menemui ajalnya. Sang Putri diajak oleh si Lutung ketempatnya dan dipelihara olehnya. Setiap hari si Lutung pergi mencari buah-buahan untuk makanan Sang Putri. Yang menjadi sasaran tempat dia mencari buah-buahan, ialah di kebun Kaki Raksasa. 

Di sana banyak sekali pohon buah-buahan yang sedang berbuah. Karena sering buah-buahan Kaki Raksasa dicuri, maka Kaki Raksasa memasang jerat untuk menangkap pencuri. Suatu hari yang naas bagi si Lutung karena kealpaannya, maka terjeratlah dia. Lutung menangis meronta-ronta. Tangis si Lutung di dengar oleh Kaki Raksasa, lalu didekatilah si Lutung dan Lutung mau dimakan oleh Kaki Raksasa. Si Lutung menangis mengiba-iba mohon belas kasihan Kaki Raksasa supaya jangan dibunuh. Kalau permintaannya dipenuhi, dia berjanji akan menyerahkan Putri Raja untuk santapan Kaki Raksasa dengan syarat waktu penyerahan lampu-lampu yang berada di rumah Kaki Raksasa supaya dimatikan, karena Sang Putri Raja tidak berani melihat wajah dari Kaki Raksasa. Permohonan si Lutung dikabulkan, maka dilepaskanlah si Lutung. Si Lutung sangat bergembira dan dia minta beras ketan, kelapa, gula dan tebu untuk makanan Sang Putri supaya daging Sang Putri enak disantap oleh Kaki Raksasa.

Bahan-bahan itu diambil oleh si Lutung di rumah Kaki Raksasa. Waktu dia mencari bahan-bahan itu dilihatlah olehnya sebuah periuk yang sangat istimewa. Si Lutung sangat tertarik akan periuk itu, lalu ditanyakannya kepada Kaki Raksasa. Kaki Raksasa menerangkan, bahwa periuk itu berisi racun yang bisa membunuh siapa saja. Timbullah pikiran si Lutung untuk membunuh Kaki Raksasa, maka mulailah si Lutung membuat  jalan dengan bahan-bahan yang diminta dari Kaki Raksasa di rumah Kaki Raksasa itu.

Dia membuat sebuah sebuah boneka yang kepalanya berasal dari kelapa muda, kaki dan tangannya dari tebu, badannya dari buah pepaya yang masak yang dilobangi untuk memasukkan racun yang dicuri dari periuk Kaki Raksasa. Lalu boneka itu dilapisi dengan  jajan  ketan bercampur beras dan gula. Kemudian selesailah boneka yang dibuat oleh si Lutung. Di samping itu dia  tidak lupa membuat jajan yang enak-enak untuk Sang Putri. Sesudah semua selesai, maka pamitlah si Lutung kepada Kaki Raksasa untuk pulang ke tempatnya dan berjanji akan membawa Sang Putri malam hari ke rumah Kaki Raksasa. Sesampai di tempatnya semula diserahkanlah  jajan yang enak-enak kepada Sang Putri. Beliau terkejut sekali karena tak diduga-duga si Lutung membawa makanan seperti itu.

Sang  Putri menanyakan dari mana si Lutung mendapat jajan yang begitu enak dan mengapa membawa boneka dari jajan. Si Lutung menerangkan dan juga menasehatkan jangan sama sekali memakan boneka beracun itu, karena akan diberi kepada Kaki Raksasa dan nanti malam akan dibawa ke sana sebagai pengganti Sang Putri. Sesudah matahari terbenam bersiap-siaplah si Lutung berangkat ke rumah Kaki Raksasa. Setiba di sana terlihat oleh si Lutung rumah Kaki Raksasa sudah gelap sekali, maka masuklah dia dan menyerahkan boneka  itu kepada Kaki Raksasa dan segera dimakanlah boneka itu. Begitu boneka diterkam, si Lutung menangis seperti tangis manusia supaya disangka betul-betul yang menangis itu adalah Sang Putri. 

Kaki Raksasa sangat senang karena enak sekali dan sehabis makan perutnya merasa sakit dan terus mati, akibat racun yang ada di dalam makanan itu. Sesudah Raksasa mati senanglah hati si Lutung, segera Putri untuk diajaknya pindah dan menetap di rumah Kaki Raksasa, hanya saja hanya saja Sang Putri sedih karena teringat akan orang tua beliau.

Si Lutung tidak lupa menanam racun  yang berada di rumah Kaki Raksasa. Memang sudah kehendak Tuhan, tidak begitu lama datanglah seorang Putra Raja yang bernama Raden Kama Jaya dari kerajaan Pancimanegara untuk berburu di hutan sekitar rumah Kaki Raksasa dan kebetulan sekali beliau bersama pengiringnya singgah di rumah Kaki Raksasa itu untuk meminta air, karena kehausan. Sehingga bertemulah Sang Putri Diah Ratna Sari dengan saudara sepupunya sendiri yaitu Raden Kama Jaya. Atas kesepakatan mereka berdua, maka berangkatlah Raden Kama Jaya bersama Diah Ratna Sari kembali ke Kerajaan Suma Negara dan tidak ketingalan si Lutung juga diajak ikut serta.

Setiba di sana Raja bersama Permaisuri merasa sangat senang, melihat Putri beliau bersama Raden Kama Jaya (adalah kemenakan raja sendiri) datang kembali. Sesudah sang Putri menerangkan segala sesuatunya kepada Raja, maka sang Raja mengucapkan banyak terima kasih kepada si Lutung dan Raden Kama Jaya, begitu pula beliau tak lupa mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kemurahan-Nya. Akhirnya si Lutung yang baik hati itu diberi tempat di hutan Raja di lingkungan tanaman Raja.
 
 

Sumber : Bunga Rampai Ceritera Rakyat Bali oleh Ida Bagus Sjiwa & A.A. Gde Geria

 

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline