Sesajen atau sajen kerap kali disalahartikan sebagai sesembahan ataupun makanan dari makhluk halus atau leluhur. Semoga dengan adanya artikel ini dapat meluruskan hal yang selama ini dianggap sebagian masyarakat sebagai hal mistis ataupun tabu.
-
Parukuyan atau anglo : Wadah untuk menyimpan bara apai terbuat dari tanah merah, dibuat menggunakan empat unsur tanah, api, air, dan angin. Merupakan lambing tubuh manusia.
-
Rujakeun (rujakan) : bahwa kehidupan ini penuh dengan dinamika, penuh berbagai rasa dari kesedihan, kegembiraan, kekecewaan, dsb. Oleh karena itu, rujakan dipenuhi oleh berbagai macam rasa
-
Air minum : air bening, teh manis, teh pahit, kopi pahit, kopi manis. Disini mengandung ajaran bahwa ketika kita lahir kita seperti air bening, belum terpengaruh apapun. Teh manis, teh pahit melambangkan ketika kita beranjak dewasa, kita ditempa oleh cobaan hidup. Kita lihat bagaimana teh ini tumbuh, mereka berkelompok dalam keadaan panas, hujan, dsb. Kemudian teh ini diambil pucuk mudanya saja. Kemudian, teh dirajang lalu dipanaskan kemudian kering. Ketika disajikan ia diseduh dengan air panas, lalu air itu mulai berwarna tetapi masih bening. Lembaran daun teh yang kering masih terlihat. Menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan masih belum kemana-mana tapi sudah tertempa dan diwarnai. Kopi pahit dan manis prinsipnya sama dengan teh, tapi ini menunjukkan ketika kita jadi orang tua yang sudah mengalami pengalaman hidup, rintangan, dan juga berbagai rasa sehingga dapat memunculkan ilmu. Sudah sewajarnya menjadi orang yang bijaksana karena pengetahuan yang sudah dimilikinya. Filosofi dari kopi sendiri memiliki makna yang dalam, yaitu ia hidup di wilayah yang harus bercampur dengan tumbuhan lain. Kopi adalah tanaman yang berbuah, pohon kopi yang sudah ditempa oleh alam sehingga menghasilkan buah yang masak lalu dipetik kemudian dikupas lalu dikeringkan, dijemur, dipanaskan sehingga hangus, ditempa sedemikian rupa, ditumbuk hingga jadi serbuk yang tidak terlihat lagi buah kopinya, sebelum disajikan kopi harus diseduh dengan air mendidih tidak bisa dengan air panas lalu diaduk dan menjadi keruh tapi lama kelamaan secara ternang dan perlahan serbuk kopi akan turun dan mengendap kemudian ia terpisah dengan airnya. Hal tersebut merupakan siloka atau perlambangan bahwa orang yang sudah dewasa adalah orang yang penuh tempaan hidup. Gelap bukan berarti ia berada dalam kegelapan, namun berarti telah mengalami proses kehidupan yang sangat beragam, berbagai rasa telah dialaminya, baik kesedihan, kesenangan, kesusahan, dsb. Namun demikian, makna dari ketiga jenis air bisa dibaca terbalik sebenarnya. Artinya, ketika seseorang sudah mengalami proses seperti hal diatas, tahapan dari bening, teh, kopi, jika dibaca terbalik ia akan menjadi proses menjadi puncak kebeningan kembali. Orang yang ilmu pengetahuannya seperti kopi harus mampu mengendapkan, menyederhanakan kembali hal yang sangat rumit. Seperti halnya orang yang bisa melihat kembali daun teh, transparan, namun terwarnai. Pada puncaknya tetap harus memiliki keweningan, perbedaanya dengan yang sebelumnya adalah yang satu tentang pengetahuan dan pengalaman, sedangkan saat dibaca terbalik merupakan persoalan pikiran dan daya cipta. Orang yang sudah tertempa kehidupan, penuh pengalaman, ia harus bisa menjernihkan pikiran, hati dan perilakunya sehingga dapat menjadi sosok yang mulia dan penuh kejujuran.
-
Telur Ayam Kampung : Kita tidak boleh melupakan masa lalu kita atau wiwitan atau cikal bakal. Menitahkan agar tidak boleh lupa dengan kampung halaman kita dilahirkan. Dalam istilah disebut Cupu Manik Astagina, disisi lain kita diingatkan proses awal kehidupan bahkan bumi. Diceritakan dalam pewayangan, bagaimana Sanghyang Tunggal melahirkan tiga anak, yaitu Sanghyang Tejamaya, Sanghyang Ismaya dan Sanghyang Manikmaya yang masing-masing melambangkan secara berurutan dari kulit telur, putih telur, dan kuning telur. Jika dilihat filosofi dari nilai ini, Sanghyang Tejamaya adalah segala sesuatu yang disinari oleh sinar matahari. Sanghyang Ismaya berarti lapisan bumi ini dimana manusia dan makhluk lainnya hidup didalamnya. Sanghyan Manikmaya adalah inti bumi atau magma.
-
Beras : kita harus menjadi manusia yang bisa membagikan kemakmuran, kesejahteraan pada lingkungan sekitar. Disini diingatkan bahwa manusia tidak hidup sendirian, kita harus bisa berbagi dari apa yang kita dapat dari alam.
-
Pisang Manggala dan Pisang Emas : Keduanya berkulit kuning dalamnya sesuatu yang sangat lembut. Leluhur kita mengingatkan bahwa kita harus menjaga kelembutan dan kebersihan hati dengan warna kuningnya yang menyimbolkan kemuliaan. Kita juga senanstiasa menjaga perasaan orang lain. Keunikannya sendiri adalah fisofinya yaitu pisang manggala bukan karena buahnya saja tapi dari namanya yaitu manggala. “Mang” berarti memulai atau timur dimana matahari terbit atau awal dari kehidupan. “Gala” berarti besar, agung. Jadi kita diingatkan agar tetap menjadi orang yang selalu menantikan ilmu pengetahuan dan juga pencerahan. Pisang emas sama penamaannya dengan pisang manggala artinya kita harus menjadi orang yang mulia, kehalusan budi pekerti yang dikemas dengan kemuliaan. Warna kuning sendiri sering disebut sebagai ah yang berarti barat. Jika dirangkaikan keduanya memiliki arti bahwa dari awal hingga akhir kehidupan kita memiliki tugas untuk tetap menjaga perilaku yang berbudi, kita harus menjaga perasaan kita yang halus dan lembut dengan segala kemuliaannya. Prinsip dari pisang ini, pisang adalah tumbuhan yang sulit dimatikan, ketika ditebang ia akan tumbuh kembali. Artinya, kita dalam sebuah keluarga akan selalu turun temurun, ajaran ini tidak akan pernah hilang, dimana ia mati yang besarnya akan melahirkan tunas baru. Pisang selalu tumbuh diawali dengan jantungnya, segala sesuatu berarti kehidupan manusia harus diawali dari detak jantungnya. Kemudian muncul kehidupan-kehidupan lain yang digambarkan dengan tandan pisang. Tandan pisang menggambarkan keluarga-keluarga yang dipicu dari detak jantung yang merupakan simbol kehidupan. Bila diterjemahkan secara luas bahwa kita diingatkan dengan detak jantung kehidupan pertama di bumi ini, yang melahirkan segala bangsa adalah bangsa kita.
-
Pelita : berbahan bakar minyak kelapa. Maknanya bahwa saripati kehidupan kita harus menjadi penerang bagi diri sendiri dan orang lain bila kita mampu melakukan hal yang lebih besar lagi maka lebih baik. Kita harus menjadi penerang, jadilah penerang dimanapun berada, sebesar apapun lingkungannya jadilah penerang. Pelita menghasilkan cahaya dan kehangatan. Dalam filosofinya minyak kelapa itu harus diparut, diperas lalu dipanaskan sedemikian rupa sehingga lahirlah saripati berupa minyak.
-
Kujang yang menancap di kelapa : kita diingatkan agar senantiasa menjadi manusia cahaya atau manusia yang memiliki watak kedewaan. Bedanya bukan kita diminta menjadi dewa yang berwatak kemanusiaan, justru terbalik ini sangat luar biasa. Kita diminta dan diperingatkan agar memiliki watak kedewaan. Turunnya cahaya kepada kita, turunnya ilmu pengetahuan menjadikan kita seseorang yang berwatak paripurna, menjadi manusia cahaya yang mampu menerangi alam raya dengan segala kehidupan. Kujang merupakan perlambangan dari manusia bersayap yang turun dari dunia atas menuju bumi. Artinya, ia membawa satu pengetahuan yang luar biasa sehingga ketika manusia mengalami kesadaran, maka disitu ia mengalami pencerahan. Kelapa dalam Bahasa Sunda adalah kalapa. “Kala” berarti waktu, “Pa” berarti ruang. Jika diartikan bersamaan dengan kujang, kita harus menjadi manusia berwatak dewa kapanpun dan dimanapun kita berada.
-
Cermin : Maknanya adalah kita harus menjadi manusia yang pandai mengevaluasi diri, sebelum kita menyalahkan ataupun menilai orang lain, kita seharusnya menilai diri sendiri karena belum tentu kita adalah yang paling baik. Bisa jadi terbalik, kita hanya mampu bicara, sesungguhnya kita dalam keadaan yang sangat buruk. Dengan mudah kita membicarakan orang lain padahal belum tentu diri kita lebih baik dari yang dibicarakan. Dalam cermin juga kita diajarkan atau diminta bercermin bukan sekedar wajah saja, coba kita bercermin dari pikiran dan juga nurani kita. Hal ini diungkap dalam cermin.
-
Sisir : perlambangan dari daya cipta, dalam bahasa arab yaitu fikir. Kita harus mampu menata pikiran dan daya cipta kita. Bukan berarti rambut kita harus lurus walaupun keriting karena sisir, tetapi pikiran dan daya cipka kita yang harus lurus, tertata dan juga terawat.
-
Sinjang (kain batik dengan corak garuda) : diajarkan dan diminta agar kita tidak salah menggunakan pakaian. Pakaian dalam hal ini adalah kebudayaan. Jangan salah menggunakan pakaian bangsa lain atau kebudayaan lain. Bangsa kita sendiri sudah memiliki kebudayaan yang sangat agung, adilihung, dan juga luar biasa. Kita diminta tidak melupakan kebudayaan bangsa kita, itu yang dimaksud sinjang.
-
Minyak wangi : kita harus menjadi manusia yang senantiasa pusat wewangian. Membagikan wewangian, keharuman kepada diri, keluarga, bangsa dan negara, inilah hal yang diminta didalam simbolisasi dari minyak wangi. Apabila dikaji lebih dalam, minyak wangi yang dimaksud adalah apabila kita melakukan kebaikan, maka nama kita yang menjadi waik bahkan keluarga. Tidak hanya keluarga, apabila Bangsa Indonesia melakukan hal yang sama maka kita mampu mewangikan buana ini, menjadi contoh bagi segala bangsa betapa hebatnya Bangsa Indonesia.
-
Pohon hanjuang : pepatah masyarakat Jawa Barat, “Tunda alaeun carita, pakeun anu neang”. Artinya adalah tempat menyimpan dan mengambil cerita bagi siapapun yang mencarinya. Ajaran tentang bagaimana manusia hidup dimuka bumi ini secara beradab.
-
Seperangkat sepaheun (sirih) : perlambangan dari eratnya hubungan kekeluargaan. Dalam keluarga terjadi berbagai permasalahan dilambangkan dengan berbagai rasa dalam sepaheun. Ketika memiliki masalah dalam keluarga, kita menampungnya lalu memecahkan dengan gotong royong. Diibaratkan, daun sirih melambangkan rasa cinta kasih, kemudian semua permasalahan dimasukan dan dibungkus dengan cinta kasih lalu dikunyah. Ketika dikunyah, itu akan mengeluarkan warna merah darah. Artinya, segala sesuatu peristiwa baik itu menyenangkan atau tidak, semuanya harus dibicarakan, kemudian dikeluarkan warna merah yang berarti segala masalah didasari oleh ikatan darah yang jangan sampai terputus. Apabila salah mengambil sikap dalam permasalahan ini, maka akan terjadi pertumpahan darah.
-
Garam : perlambangan menjadi manusia yang jujur, berani terhadap kebenaran. “asin ya asin, manis ya manis”. Garam didalem sesajen ini melambangkan bahwa kita harus mampu menjadi manusia yang selalu belajar, kemampuan mendapatkan ilmu dari dalamnya samudra dan luasnya lautan disaripatikan menjadi garam. Karena ilmu pengetahuan inilah kita punya keberanian mengatakan kebenaran dengan jujur. Garam juga melambangkan bahwa kita adalah bangsa maritim.
-
Gla Kawung : menunjukkan bahwa kita bangsa agraris. Kita diingatkan agar mampu mengambil ilmu pengetahuan dari besar dan tingginya gunung, lalu disaripatikan dan dipadukan antara lautan dan pegunungan. Menunjukkan bahwa kita sebagai manusia yang selalu berpikir, haus akan keilmuan, lapar akan hal yang berguna bagi kehidupan sehari-hari. Kita dituntut untuk selalu mencari ilmu pengetahuan itu.
-
Hahampangan : sejenis kerupuk yang terbuat dari “aci” atau saripati umbi-umbian. Dibuat dengan diparut lalu diambil saripatinya, hasilnya disebut acining atau saripatinya, lalu diolah menjadi hahampangan. Maknanya adalah apabila kita membawa ilmu pengetahuan sebesar apapun akan ringan karena yang dibawa adalah ilmu pengetahuan yang akan menyelamatkan kita. Dengan membawa ilmu pengetahuan kita diharapkan akan ringan menghadapi hidup ini.
-
Cerutu : ucapan atau sabda ajat dari leluhur yang mengandung pola makna berlapis. Seperti halnya cerutu, bila diperhatikan dari luar ke dalam memiliki banyak gulungan yang berlapis. Maksudnya adalah kita harus berhati-hati dalam membuka ajaran, berhati-hati dalam mengkaji, apabila salah cerutu itu sangat rentan sobek. Demikian juga dengan ajaran tersebut, apabila kita tidak berhati-hati dalam ajaran tersebut maka dia sama dengan merusak, maka diperlukan kecerdasan dan ketelitian dalam membuka unsur-unsur yang ada didalam sesajen. Bermaksud untuk berhati-hati dalam mengkaji, melihat segala yang ada dikehidupan kita, jangan terburu-buru agar kita tidak merusak nilai yang ada dalam kehidupan ini. Cerutu berasal dari pohon tembakau yang ada di dataran tinggi yang melambangkan bahwa tingginya ajaran leluhur kita sehingga harus hati-hati dalam menggalinya.
-
Beh larang (kain suci) : hamparan kain putih bersih tempat meletakkan sesajen. Maknanya adalah untuk mengingatkan kita ketika membaca ilmu pengetahuan harus dilandasi kebeningan atau kesucian hati ataupun daya pikiran, sehingga apa yang diterima merupakan hasil dari penalaran yang tidak ada sedikitpun cacat ataupun celah. Dengan demikian, pembacaan sesajen diatas kain itu harus dilakukan dengan hati dan pikiran yang bersih juga dilandasi niat yang bersih. Itu artinya, ketika kita berkehidupan, harus dilandasi dengan kebersihan hati, pikiran, dan jiwa. Dengan demikian, ilmu pengetahuan didalam kehidupan akan masuk kedalam diri kita dan dilaksanakan dengan kebersihan dan kesucian.
-
Kembang Sataman : bunga-bunga yang disimpan dalam sebuah bokor kemudian diisi air. Didalamnya lebih-kurang terdiri dari tujuh macam bunga. Menyimbolkan, apabila kita melaksanakan ilmu pengetahuan itu, maka kita menjadi orang yang selalu diharapkan kedatangannya yang membawa kegembiraan dan kebahagiaan. Semua makhluk menyukai bunga, konon katanya juga makhluk yang tidak terlihat. Oleh karena itu, kembang sataman adalah siloka dari keberadaan diri kita, tujuh jenis bunga melambangkan dari hari ke hari selama satu minggu kita diharapkan kedatangannya yang mampu membawa kabar gembira, membagikan wewangi, dan juga mewarnai kehidupannya.
Sebenarnya leluhur kita itu haus akan ilmu pengetahuan dan makanan mereka adalah ilmu pengetahuan itu sendiri. Sajen sendiri sebenarnya berasal dari Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu. Arti kata Sastra Jendra Hayuningrat berdasarkan tiap kata dapat diartikan Sastra berupa tulis, ilmu atau kitab.
#OSKMITB2018
Sumber : Bumi DEGA Sunda Academy, Kitab Suci yang Hidup
https://id.wikipedia.org/wiki/Sastra_Jendra_Hayuningrat