Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Aceh
Sahudin Cempanir
- 20 Agustus 2009
Seorang pemuda bernama Sahudin. Jika dilihat tampangnya, terlihat agak ganteng, tapi dia sedikit kurang cerdas. Sahudin seorang bujang yang ingin menikah. Ia pun menyampaikan niat itu pada bibinya, kemudian bibinya ini yang akan menjadi perpanjangan lidah Sahudin pada orangtuanya.

Dipilihlah seorang gadis untuk Sahudin. Setelah acara pelamaran, pesta pun digelar. Semuanya terjadi serba cepat. Si gadis langsung mengiyakan lamaran karena melihat tampang Sahudin yang lumayan. Setelah menikah, barulah terlihat perlahan. Awalnya Sahudin tidak punya pekerjaan, semuanya hanya berharap dari belas kasih mertuanya, karena memang dia tinggal di rumah istri. Sampai sekian lama belum juga ada mata pencaharian Sahudin. Si istri mulai berbadan dua. Mertua juga mulai lelah melihat keadaan menantunya. Adanya hanya duduk-duduk di rumah setiap hari, bermain dengan istrinya, begitu setiap harinya.

Telah sampai masa, si istri melahirkan seorang anak perempuan. Sahudin belum menunjukkan perubahan apa pun. Ada satu hal sifatnya yang sangat menonjol, yaitu ‘lupa’. Sahudin sangat pelupa sehingga setiap dia dimarahi oleh mertuanya, dia cuek saja karena saat itu juga dia bisa lupa.

Suatu hari, mertuanya meminta Sahudin membeli perlengkapan bersalin untuk istrinya dan untuk perlengkapan anaknya. Hal yang perlu dibeli itu bedak, tampal, popok anak. Dengan cepat Sahudin berangkat, tapi sampai di jalan dia bahkan tidak mengingat apa pun yang di perintahkan oleh mertuanya. Akhirnya, Sahudin kembali lagi ke rumah dan bertanya pada mertuanya.

"Mak, tadi saya di suruh membeli apa?" tanya Sahudin pada mertuanya.

"Bedak, tampal, popok," jawab mertuanya dengan baik.

Dengan begitu, Sahudin sudah tahu apa yang hendak dia beli. Namun, sekarang berbeda, Sahudin mencoba menyanyikan pesanan mertuanya agar dia tidak lupa lagi. "Bedak, tampal, popok anak....., bedak tampal popok anak...," begitu terus menerus mulai dari pintu rumah. Namun, ternyata tidak tertahan lama, sesampainya di halaman, kaki Sahudin tersandung oleh bongkahan batu hingga membuat nyeri di kakinya. Nyanyian Sahudin pun terhenti, dia mengaduh sesaat merasai nyeri di kakinya. Setelah nyeri hilang, dia lupa lagi apa yang hendak dikerjakannya tadi. Mengingat-ingat sesaat, tapi tidak juga menemukan jawabnya. Terpaksa dia pulang lagi dan bertanya pada mertuanya.

"Mak, tadi saya disuruh membeli apa?" tanya Sahudin.

"Bedak, tampal, popok," jawab dengan baik lagi oleh mertuanya.

Sahudin pergi lagi dengan bernyanyi, dia terus melewati pintu pagar hingga menelusuri jalan, masih saja terus bernyanyi dan bernyanyi. Nyanyiannya pun tetap sama dan dengan irama yang sama pula. "Bedak, tampal, popok anak....., bedak tampal popok anak...," begitu terus menerus.

Ketika menelusuri sepanjang jalan menuju pasar, Sahudin bertemu dengan kawannya, kawannya menegur. "Hendak kemana, Din?" Bagaimanapun dia harus menjawab, tidak mungkin tidak. "O, mau ke pasar sebentar," jawabnya singkat. Temannya bertanya lagi, "Ngapain?" medengar pertanyaan itu Sahudin memikirkan jawabannya, ternyata dia lupa lagi. Dia bahkan tidak tahu ngapain dia ke Pasar.

Sahudin kembali lagi ke rumah, hendak bertanya lagi pada emak mertuanya, atas tujuan apa dia di suruh ke pasar. "Mak, tadi saya di suruh membeli apa?" "Bedak, tampal, popok," jawab mertuanya geram dan penuh amarah oleh. "O, iya!" jawab Sahudin dengan entengnya. Lagi-lagi dia menelusuri jalan dengan nyanyian khasnya. Sambil berjalan dia mencoba menutup telinga dan memicing-micingkan mata agar tidak ada satu orang pun yang menegurnya. Selain itu, agar dia tidak ada keinginan pula untuk menegur orang lain. Ternyata ini adalah usaha terakir Sahudin, akhirnya dia berhasil membawa pesanan mertuanya.

Setelah itu, Sahudin tidak ada kegiatan lagi, tidak ada pula pekerjaannya. Lagi-lagi dia duduk-duduk di rumah mendampingi anak dan istrinya sambil bermain-main. Padahal, itu pantang dilakukan oleh seorang suami di Gayo. Melihat keadaan itu, ibunya geram dan marah. "Hey, Aman Nipak, tidak perlu terus-terusan di jaga anak dan istrimu di persalinan, atau kamu juga ingin bersalin? Dengar ya, kalau memang tidak punya kerjaan, pergi cari bibit, tanami tanah lapang dan tanah yang rata itu," Begitulah amarah mertuanya, ternyata cukup menggairahkan ingatannya.

Segeralah Sahudin pergi ke pasar membeli bibit jagung. Setelah itu, dia membawa berbagai peralatan menanam ke lapangan umum dan menanami jagung di sana. Orang-orang terkejut dan sontak bertanya, " Sahudin, kenapa lapangan ini ditanami jagung?" Dengan simple Sahudin menjawab, "disuruh oleh mertuaku."

Pernyataan semacam itu membuat orang-orang lebih terkejut lagi. Lebih-lebih ketika melihat Sahudin juga menanami jagung di jalan-jalan setapak, karena menurutnya itu tanah yang rata yang di sebutkan oleh mertuanya.

Mengetahui itu, mertua Sahudin marah besar. ‘’Dasar menantu bodoh, tidak becus apa-apa.’’ semua ucapan pun terlontar dari mulut mertuanya. Sahudin merasa bersalah dan akhirnya dia diam-diam saja. Melihat keadaan itu, mertuanya menjadi merasa tidak enak. Untuk memecahkan suasana tidak enak ini mertuanya meminta Sahudin untuk membeli garam. "Aman Nipak, tolong belikan garam untuk pakis dan talas." Dengan perintah itu Sahudin kembali merasa dihargai lagi.

Dengan penuh semangat dia pergi membeli garam. Sesampai di pasar Sahudin membeli garam. Sepulang dari pasar, Sahudin kembali menelusuri jalan yang biasa. Di sepanjang jalan ada pakis dan talas yang tumbuh berjejer, karena merasa ingin membantu mertuanya dia langsung menaburkan garam pada talas dan pakis di sepanjang jalan. Al-hasil sesampai di rumah garam tinggal sedikit. Ibu mertuanya bertanya lagi, "Aman Nipak, kenapa garamnya tinggal sedikit?" dengan bangga Sahudin menjawab, Mak, tadi emak katakan garamnya untuk talas dan pakis. Nah, ketika pulang tadi, aku langsung memberi garam pada talas dan pakis, agar Emak tidak capek-capek lagi." Mendengar jawaban itu, mertuanya hanya bisa mengelus dada. **

Diceritakan ulang oleh Rismawati, asal Blangkejeren, Gayo Lues

Sumber: http://blog.harian-aceh.com/

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Balai Padukuhan Klajuran
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Balai Padukuhan Klajuran merupakan bangunan dengan arsitektur tradisional Jawa yang ditandai oleh bentuk atap limasan dan kampung. Bangunan ini terdiri dari pendhapa, nDalem, dan gandhok, serta menghadap ke selatan. Pendhapa memiliki denah persegi panjang dan merupakan bangunan terbuka dengan atap limasan srotong yang terbuat dari genteng vlam dan rangkaian bambu yang diikat dengan ijuk. Atap tersebut ditopang oleh 16 tiang kayu, termasuk 8 tiang utama dan 8 tiang emper, yang berdiri di atas umpak batu. Di belakang pendhapa terdapat pringgitan yang menyambung dengan nDalem, yang memiliki denah persegi panjang dan atap limasan srotong dengan atap emper di sebelah timur. Atap nDalem terbuat dari genteng vlam, dindingnya dari bata, dan disangga oleh empat tiang di bagian tengah. nDalem memiliki pintu masuk di bagian tengah serta pintu yang menghubungkan dengan gandhok, dan dilengkapi dengan senthong yang terdiri dari senthong tengen, senthong tengah, dan senthong kiwo. Di sebelah timur n...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pesanggrahan Hargopeni
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pesanggrahan Hargopeni adalah rumah tinggal milik Keluarga Kadipaten Pakualaman yang didirikan sekitar tahun 1930-an pada masa Paku Alam VII. Bangunan ini dirancang oleh Ir. Wreksodiningrat, insinyur pribumi pertama lulusan Belanda dan kerabat Kadipaten Pakualaman. Pesanggrahan ini pernah digunakan untuk menginap delegasi dari Australia selama Perundingan Komisi Tiga Negara pada 13 Januari 1948. Selama Agresi Militer II, bangunan ini menjadi camp tawanan perang Belanda. Saat ini, Pesanggrahan Hargopeni masih dimiliki oleh Kadipaten Pakualaman. Pesanggrahan Hargopeni adalah bangunan milik Kadipaten Pakualaman yang terletak di Jalan Siaga, Pedukuhan Kaliurang, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman. Difungsikan sebagai tempat penginapan bagi Keluarga Pakualaman, bangunan ini mengusung gaya arsitektur New Indies Style, sebuah perpaduan antara arsitektur modern Belanda dan tradisional Nusantara yang disesuaikan dengan iklim tropis Indonesia. Pesanggrahan Hargopeni menampilk...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Joglo Fajar Krismanto
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Joglo milik Fajar Krismasto dibangun oleh Soerodimedjo (Eyang buyut Fajar Krismasto, seorang Lurah Desa), semula berbentuk limasan. Kemudian dilakukan rehabilitasi menjadi bangunan tradisional dengan tipe Joglo dan digunakan sebagai Kantor Kalurahan Karanglo, tempat pertemuan, pertunjukan kesenian dan kegiatan sosial lainnya. Pada masa perang kemerdekaan, rumah ini digunakan sebagai markas pejuang dan tempat pengungsian Agresi Militer II. Rumah milik Fajar Krismasto merupakan bangunan dengan arsitektur tradisional Jawa tipe Joglo. Mempunyai empat sakaguru di bagian pamidhangan dengan atap brunjung, dan 12 saka pananggap di keempat sisinya. Di ketiga sisi, depan dan samping kiri-kanan terdapat emper. Saka emper terdapat Bahu Danyang untuk menahan cukit. Joglo ini mempunyai lantai Jerambah untuk bagian Pamidhangan dan Pananggap, dan Jogan pada bagian Emper. Di bagian depan dengan dinding dari kayu atau biasa disebut gebyok, sedangkan di bagian lain dengan tembok. Lantainya menggunakan t...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Ginonjing
Cerita Rakyat Cerita Rakyat
Jawa Tengah

Ginonjing adalah istilah yang digunakan untuk menamai emansipasi Kartini. Istilah tersebut diambil dari nama gending Ginonjing yang digemarinya dan adik-adiknya. Ginonjing berasal dari kata gonjing dalam bahasa Jawa yang berarti "goyah karena tidak seimbang". Ginonjing juga bisa berarti “digosipkan”. Ungkapan ini mengingatkan kepada gara-gara dalam pewayangan yang memakai ungkapan gonjang-ganjing . Menurut St. Sunardi, istilah itu dipilih Kartini sendiri untuk melukiskan pengalaman batinnya yang tidak menentu. Saat itu, dia sedang menghadapi zaman baru dan mencoba menjadi bagian di dalamnya.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Vila Van Resink
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Vila Van Resink adalah bangunan cagar budaya berbentuk vila yang terletak di Jalan Siaga, Kalurahan Hargobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pemilik awal vila ini adalah Gertrudes Johannes "Han" Resink, seorang anggota Stuw-groep , sebuah organisasi aktif pada Perang Dunia II yang memperjuangkan kemerdekaan dan pembentukan negara demokratis Hindia Belanda. Bangunan tersebut dibangun pada masa pemerintah Hindia Belanda sebagai bagian dari station hill (tempat tetirah pada musim panas yang berada di pegunungan) untuk boschwezen dienst (pejabat kehutanan Belanda). Pada era Hamengkubuwana VII, kepengelolaan Kaliurang (dalam hal ini termasuk bangunan-bangunan yang berada di wilayah tersebut) diserahkan kepada saudaranya yang bernama Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Mangkubumi. Tanah tersebut lantas dimanfaatkan untuk perkebunan nila, tetapi kegiatan itu terhenti kemudian hari karena adanya reorganisasi pertanian dan ekonomi di Vors...

avatar
Bernadetta Alice Caroline