Sabai Nan Aluih adalah putri sulung dari pasangan Rajo Babanding dan Sadun Saribai. Ia mempunyai adik laki-laki yang tampan bernama Mangkutak Alam. Sabai Nan Aluih memiliki arti Sabai yang Lembut atau halus. Disamping memiliki paras yang cantik, Sabai juga memiliki budi pekerti baik, santun dalam berbicara dan hormat kepada kedua orang tua. Berbeda dengan adik laki-lakinya, Mangkutak Alam, yang memiliki sifat pemalas, Sabai dikenal rajin membantu kedua orang tuanya. Kecantikan Sabai Nan Aluih telah tersiar hingga ke kampung lain.
Rajo Babanding memiliki teman baik yang tinggal di kampung Situjuh bernama Rajo Nan Panjang. Ia adalah seorang saudagar kaya raya yang disegani masyarakat kampung Situjuh. Meskipun kaya raya, namun Rajo Nan Panjang memiliki perangai buruk yaitu suka memeras warga di sekitarnya dengan cara meminjamkan uang namun meminta pengembalian dengan bunga yang sangat tinggi. Warga kampung Situjuh tidak berani melawan Rajo nan Panjang karena ia memiliki tiga orang pengawal hebat yang bernama Rajo nan Konkong, Lompong Bertuah, dan Palimo Banda Dalam.
Kecantikan Sabai Nan Aluih terdengar oleh Rajo Nan Panjang. Ia berminat untuk meminang putri sulung sahabatnya itu. Rajo nan Panjang kemudian mengirim utusannya untuk meminang Sabai nan Aluih. Ia sangat yakin bahwa Rajo Babanding pasti akan menerima pinangannya.
Para utusan Rajo Nan Panjang kemudian berangkat ke Padang Tarok. Sesampainya di Padang Tarok, mereka pun menyampaikan pinangan majikannya kepada ayah Sabai nan Aluih, Rajo Babanding. Namun ayah Sabai menolak pinangan sahabatnya itu dengan alasan ia malu memiliki mantu yang seumur dengannya walaupun ia orang kaya.
Setelah mendapat jawaban penolakan dari Rajo Babanding, para utusan itu pun segera kembali ke Kampung Situjuh untuk menyampaikan berita tersebut kepada Rajo Nan Panjang. Tentu saja Rajo nan Panjang merasa sangat terhina dengan penolakan tersebut.
Rajo Nan Panjang akhirnya memutuskan akan datang langsung menemui Rajo Babanding untuk meminang Sabai. Berangkatlah Rajo nan Panjang bersama ketiga orang pengawalnya. Setelah mendengar langsung keinginan sahabatnya untuk meminang Sabai, Rajo Babanding menawarkan untuk berunding di luar rumah, yaitu di sebuah lokasi bernama Padang Panahunan pada hari minggu. Padang Panahunan adalah tempat yang sepi dan sejak dulu digunakan untuk berkelahi.
Rajo Babanding merasa bahwa sahabatnya itu telah melanggar sopan santun karena berani meminang anak gadisnya secara langsung. Menurut adat di negeri itu, pinangan tidak boleh disampaikan langsung kepada ayah si Gadis, melainkan kepada mamak atau adik kandung ibu si gadis.
Rajo nan Panjang pun mengetahui bahwa pinangannya ditolak secara halus oleh ayah Sabai nan Aluih. Ia sadar bahwa dirinya ditantang untuk berkelahi. Ia menerima permintaan sahabatnya itu dan segera pergi meninggalkan rumah Rajo Babanding dengan marah.
Sabai Nan Aluih merasa cemas mendengar percakapan ayahandanya dengan Rajo Nan Panjang. Sabai sadar bahwa ayahnya menantang Rajo Nan Panjang berkelahi. Sabai sangat mengkhawatirkan keselamatan ayahandanya. Tapi Rajo Babanding menenangkan hati anaknya bahwa ia akan baik-baik saja.
Tibalah hari yang telah ditentukan. Berangkatlah Rajo Babanding ke Padang Panahunan dengan membawa seorang pembantunya yang bernama Palimo Parang Tagok. Rajo nan Panjang bersama seorang pengawal setianya Palimo Banda Dalam sudah menunggu. Rupanya Rajo nan Panjang sengaja datang lebih awal untuk mengatur siasat liciknya. Ia telah memerintahkan dua orang pengawal lainnya yakni Rajo nan Kongkong dan Lompong Bertuah untuk bersembunyi di balik semak-semak. Salah seorang di antaranya membawa senapan. Senapan itu akan digunakan jika diperlukan.
Tidak lama kemudian mereka kemudian bertarung hebat. Rajo Babanding dan Rajo Nan Panjang bertarung habis-habisan dengan dibantu oleh pengawal masing-masing. Perkelahian itu rupanya berlangsung lama, akhirnya para pengawal tumbang lebih dulu. Raja Babanding dan Raja Nan Panjang masih terus berkelahi sampai akhirnya Raja Babanding terkena peluru oleh salah satu pengawal dari Rajo Nan Panjang yang muncul secara tiba-tiba dari semak-semak. Rajo Nan Panjang berlaku curang. Rajo Babanding pun tergeletak dan tak bergerak.
Seorang gembala secara tak sengaja melihat kejadian ini. Si gembala ini kemudian bergegas pergi ke rumah Raja Babanding untuk memberitahukan kejadian tersebut kepada keluarga Raja Babanding. Mendengar kabar kondisi ayahandanya dari si gembala, Sabai langsung lemas. Sabai mengajak adiknya Mangkutak Alam untuk melihat kondisi ayahandanya namun adiknya menolak dengan alasan tidak ingin mencari mati.
Sabai pun berlari ke Padang Panahunan dengan membawa senapan. Di tengah jalan, Sabai bertemu dengan Rajo Nan Panjang dan pengawalnya. Sabai bertanya tentang kecurangan Raja Nan Panjang, tetapi Raja Nan Panjang hanya tertawa seakan-akan mengejek kematian Raja Babanding. Mendidih darah Sabai melihat pembunuh ayahnya tertawa mengejek. Sabai pun tidak bisa menahan amarahnya. Saat itu juga Sabai langsung menarik pelatuk senapan yang ia bawa dari rumah. Terdengarlah suara dentuman yang sangat keras. Peluru mengenai dada Raja Nan Panjang dan ia langsung terjatuh dari kuda. Rajo Nan Panjang tewas seketika.
Tidak memperdulikan Rajo Nan Panjang, Sabai nan Aluih segera berlari ke Padang Panahunan untuk melihat keadaan ayahnya. Sesampainya di tempat itu, ia mendapati ayahnya sudah tidak bernyawa lagi. Hati Sabai hancur karena sang Ayah yang sangat dicintainya telah pergi untuk selamanya untuk membela kehormatan keluarga. Tidak berapa lama kemudian, ibu Sabai bersama beberapa orang warga tiba di Padang Panahunan. Jenazah Rajo Babanding kemudian dibawa pulang untuk dikuburkan secara layak.
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja