Betawi atau lebih sering dikenal DKI Jakarta merupakan salah satu pusat pemerintahan negara kita tercinta, Indonesia. Ternyata, tidak hanya itu ciri khas Betawi lho! Betawi juga memiliki banyak kebudayaan yang spesial jika dibandingkan dengan daerah atau negara lain. Salah satunya adalah Rumah Kebaya. Apa itu Rumah Kebaya?
Rumah Kebaya merupakan rumah adat suku Betawi. Rumah adat ini memiliki atap yang cukup unik. Atapnya menyerupai pelana yang dilipat dan apabila dilihat dari samping maka lipatan ini terlihat seperti lipatan kebaya. Bentuknya yang tak lazim akhirnya dijadikan ide untuk menamai rumah adat satu ini yaitu "Rumah Kebaya".
Adapun ciri khas lain dari rumah adat ini. Rumah Kebaya memiliki teras yang luas bertujuan untuk menjamu tamu sekaligus menjadi tempat bersantai bagi keluarga. Dinding rumahnya terbuat dari panel-panel yang dapat dibuka dan digeser, bertujuan untuk memberi kesan luas pada rumah ini.
Pada jaman dahulu, masyarakat betawi membuatsumur di depan rumah dan pemakaman disamping rumah. Masyarakat betawi menggunakan batu kali untuk pondasi rumah dan batu bata untuk landasan dinding. Lantainya umumnya ditinggikan agar menghalangi air untuk masuk.
Rumah Kebaya memiliki beberapa ruangan dimana setiap ruangan dibangun dengan tujuan tertentu. Ruangan yang ada: Teras yang disebut amben, kamar tamu yang dikenal paseban, kamar-kamar tidur,ruang keluarga yang disebut pangkeng, dan dapur Orang Betawi yang dikenal srondoyan. Pintu, jendela, dan pagar Rumah Kebaya memiliki bentuk menarik dan bermacam ornamen yang menjadi salah satu ciri khasnya.
Rumah adat ini sangat unik, bukan? Kini, terdapat Rumah Kebaya beserta rumah khas Betawi lainnya di Setu Babakan, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Masyarakat yang ingin mengenal rumah adat ini lebih dalam dapat melihat langsung loh!! Pengunjung juga mendapatkan informasi lebih banyak dari pemandu wisata Setu Babakan. Ayo, kenali budaya Indonesia lebih banyak!! #OSKMITB2018
Vila Van Resink adalah bangunan cagar budaya berbentuk vila yang terletak di Jalan Siaga, Kalurahan Hargobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pemilik awal vila ini adalah Gertrudes Johannes "Han" Resink, seorang anggota Stuw-groep , sebuah organisasi aktif pada Perang Dunia II yang memperjuangkan kemerdekaan dan pembentukan negara demokratis Hindia Belanda. Bangunan tersebut dibangun pada masa pemerintah Hindia Belanda sebagai bagian dari station hill (tempat tetirah pada musim panas yang berada di pegunungan) untuk boschwezen dienst (pejabat kehutanan Belanda). Pada era Hamengkubuwana VII, kepengelolaan Kaliurang (dalam hal ini termasuk bangunan-bangunan yang berada di wilayah tersebut) diserahkan kepada saudaranya yang bernama Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Mangkubumi. Tanah tersebut lantas dimanfaatkan untuk perkebunan nila, tetapi kegiatan itu terhenti kemudian hari karena adanya reorganisasi pertanian dan ekonomi di Vors...
Gereja Kristen Jawa (GKJ) Pakem Kertodadi adalah salah satu gereja di bawah naungan sinode Gereja Kristen Jawa, yang terletak di Jalan Kaliurang km. 18,5, Padukuhan Kertadadi, Kalurahan Pakembinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Awal mula pertumbuhan jemaat gereja ini berkaitan dengan keberadaan Rumah Sakit Paru-Paru Pakem, cabang dari Rumah Sakit Petronela (Tulung), yang didirikan di wilayah Hargobinangun. Sebelum tahun 1945, kegiatan keagamaan umat Kristen diadakan secara sederhana dalam bentuk renungan atau kebaktian pagi yang berlangsung di klinik maupun apotek rumah sakit yang dikenal dengan nama "Loteng". Para perawat di rumah sakit tersebut juga melakukan pelayanan kesehatan ke dusun-dusun di sekitarnya, yaitu Tanen, Sidorejo, Purworejo, dan Banteng. Menurut Notula Rapat Gerejawi, jemaat gereja ini mengadakan penetapan majelis yang pertama kali pada 21 April 1945. Tanggal tersebut lantas disepakati sebagai hari jadi GKJ Pa...
Situs Cepet Pakem adalah situs arkeologi yang terletak di Padukuhan Cepet, Kalurahan Purwobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan temuan dua buah yoni dan sejumlah komponen arsitektur candi di sekitarnya, situs ini diduga merupakan reruntuhan sebuah candi Hindu dari masa klasik. Lokasinya kini berada di area permakaman umum Padukuhan Cepet, berdekatan dengan sebuah masjid. Benda cagar budaya (BCB) utama yang ditemukan di situs ini adalah dua buah yoni yang terbuat dari batu andesit. Kondisi keduanya telah rusak, sedangkan lingganya tidak ditemukan. Yoni pertama awalnya berada di pekarangan penduduk bernama Pujodiyono, tetapi sekarang dipindahkan di halaman makam. Yoni ini memiliki ukuran relatif besar dengan bentuk yang sederhana, yaitu lebar 134 sentimeter, tebal 115 sentimeter, dan tinggi 88 sentimeter. Bagian bawah cerat yoni tersebut tidak bermotif dan memberikan kesan bahwa pengerjaannya belum selesai. Sementara itu, terdap...
Situs Potro atau Pancuran Buto Potro adalah situs arkeologi yang terletak di Padukuhan Potro, Kalurahan Purwobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Situs ini terdiri atas dua benda cagar budaya (BCB) utama yang seluruhnya terbuat dari batu andesit, yaitu jaladwara dan peripih. Jaladwara di situs ini oleh masyarakat setempat dikenal dengan nama Pancuran Buto, karena bentuknya menyerupai kepala raksasa (kala) dengan mulut terbuka, gigi bertaring, dan ukirannya menyerupai naga. Sementara itu, keberadaan peripih berukuran cukup besar di situs ini menimbulkan dugaan bahwa pernah berdiri sebuah bangunan keagamaan di sekitar lokasi, kemungkinan sebuah candi, meskipun bentuk dan coraknya tidak dapat dipastikan karena minimnya artefak yang tersisa.
Resep Sambal Matah Bahan-bahan: Bawang Merah Cabai Rawit Daun Jeruk Sereh Secukupnya garam Minyak panas Pembuatan: Cincang bawang merah, cabai rawit, daun jeruk, dan juga sereh Campur semua bahan yang sudah dicincang dalam satu wadah Tambahkan garam secukupnya atau sesuai selera Masukkan minyak panas Aduk semuanya Sambal matah siap dinikmati