Ritual
Ritual
Ritual Aceh Aceh
Ritual Masyarakat Aceh Dalam Menyambut Kelahiran Anak
- 21 Januari 2015

Adat Aceh Apabila Istri Dalam Keadaan Hamil
Seorang isteri pada saat hamil anak pertama, maka sudah menjadi adat bagi mertua atau maktuan dari pihak suami mempersiapkan untuk membawa atau mengantarkan nasi hamil kepada menantunya. Acara bawa nasi ini disebut ba bu atau mee bu. 

Upacara ini dilaksanakan dalam rangka menyambut sang cucu yang dilampiaskan dengan rasa suka cita sehingga terwujud upacara yang sesuai dengan kemampuan maktuan. Nasi yang diantar biasanya dibungkus dengan daun pisang muda berbentuk pyramid, ada juga sebahagian masyarakat mempergunakan daun pisang tua. Terlebih dahulu daun tersebut dilayur pada api yang merata ke semua penjuru daun, karena kalau apinya tidak merata maka daun tidak kena layur semuanya. 

Sehingga ada mitos dalam masyarakat Aceh kelak apabila anak telah lahir maka akan terdapat tompel pada bahagian badannya. Di samping nasi juga terdapat lauk pauk daging dan buah-buahan sebagai kawan nasi. Barang-barang ini dimasukkan ke dalam idang atau kateng (wadah). Idang ini diantar kepada pihak menantu perempuan oleh pihak kawom atau kerabat dan jiran (orang yang berdekatan tempat tinggal).
Upacara ba bu atau Meunieum berlangsung dua kali. Ba bu pertama disertai boh kayee (buah-buahan), kira-kira usia kehamilan pada bulan keempat sampai bulan kelima. Acara yang kedua berlangsung dari bulan ketujuh sampai dengan bulan kedelapan. Ada juga di kalangan masyarakat acara ba bu hanya dilakukan satu kali saja. Semua itu tergantung kepada kemampuan bagi yang melaksanakannya, ada yang mengantar satu idang kecil saja dan adapula yang mengantar sampai lima atau enam idang besar. Nasi yang diantar oleh mertua ini dimakan bersama-sama dalam suasana kekeluargaan. Ini dimaksudkan bahwa perempuan yang lagi hamil adalah orang sakit, sehingga dibuat jamuan makan yang istimewa, menurut adat orang Aceh perempuan yang lagi hamil harus diberikan makanan yang enak-enak dan bermanfaat. 

Dalam ilmu kesehatanpun memang dianjurkan untuk kebutuhan gizi cabang bayi yang dikandungnya, namun apabila itu tidak dituruti maka berakibat buruk pada anak yang dikandungnya kalau istilah bahasa Aceh roe ie babah (ngences). Masyarakat Aceh upacara bawa nasi suatu kewajiban adat yang harus dilakukan, sampai saat sekarang masih berlangsung dalam masyarakat. Lain halnya pada Masyarakat suku Aneuk Jamee Kabupaten Aceh Selatan terdapat adat bi bu bidan (memberi nasi untuk ibu bidan) maksudnya seorang anak yang baru kawin dan hamilnya sudah 6 bulan sampai 7 bulan maka untuk anak tersebut sudah dicarikan ibu bidan untuk membantu proses kelahirannya. Pada upacara kenduri dimaksud kebiasaan masyarakat, ibu bidan akan dijemput oleh utusan keluarga ke rumah bidan lalu dibawa kerumah yang melakukan hajatan. Acara serah terima, melewati beberapa persyaratan antara lain : 

1. Pihak keluarga yang melakukan hajatan mendatangi ibu bidan dengan membawa tempat sirih (bate ranub) sebagai penghormatan kepada ibu bidan dan sebagai tanda meulakee (permohonan).
2. Setelah ibu bidan hadir di rumah hajatan, maka keluarga yang melakukan permohonan tersebut dengan acara adat menyerahkan anaknya yang hamil tersebut agar diterima oleh bidan sebagai pasiennya.
3. Sebagai ikatan bagi bidan pihak keluarga menyerahkan seperangkap makanan yang sudah dimasak, untuk dibawa pulang ke rumah bidan, lengkap dengan lauk pauknya sesuai dengan kemampuan keluarga yang melakukan hajatan disertai juga dengan menyerahkan selembar kain dan uang sekedarnya.

Acara puncak bi bu bidan adalah kenduri dengan didahului pembacaan tahlil dan doa, acara tersebut biasanya dilakukan pada jam makan siang dan ada juga pada malam hari setelah shalat Isya. Setelah upacara selesai maka ibu bidan diantar kembali ke rumahnya, mulai saat itu anaknya yang hamil telah menjadi tanggungjawabnya ibu bidan. 

Pada saat bayi telah lahir disambut dengan azan bagi anak laki-laki dan qamat bagi anak perempuan. Teman bayi yang disebut adoi (ari-ari) dimasukkan ke dalam sebuah periuk yang bersih dengan disertai aneka bunga dan harum-haruman untuk ditanam di sekitar rumah baik di halaman, di samping maupun di belakang. Selama satu minggu tempat yang ditanam ari-ari tersebut dibuat api unggun, hal ini untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan seperti : Adanya orang ilmu hitam yang memanfaatkan benda tersebut, tangisan bayi diwaktu malam dan dari serangan binatang pemangsa seperti anjing. Pada hari ke tujuh setelah bayi lahir, diadakan upacara cukuran rambut dan peucicap, kadang-kadang bersamaan dengan pemberian nama. Acara peucicap dilakukan dengan mengoles manisan pada bibir bayi disertai dengan ucapan : 
” Bismillahirahmanirrahim, manislah lidahmu, panjanglah umurmu, mudah rezekimu, taat dan beriman serta terpandang dalam kawom”.

Pada saat inilah bayi telah diperkenalkan bermacam rasa di antaranya asam, manis, asin. Ini merupakan latihan bagi bayi untuk mengenal rasa, bisa dia bedakan antara satu rasa dengan rasa yang lainnya. Sebelumnya, bayi hanya mengenal ASI eklusif yang dia dapatkan dari ibunya.

Pada zaman dahulu upacara turun tanah dilakukan setelah bayi berumur satu sampai dua tahun, bagi kelahiran anak yang pertama upacaranya lebih besar. Namun untuk saat sekarang ini masyarakat tidak mengikutinya lagi, apalagi bagi ibu-ibu yang beraktifitas di luar rumah seperti pegawai negeri, pegawai perusahaan, dan karyawati di instansi tertentu. Ke luar rumah sampai satu tahun dan dua tahun itu dianggap tidak efisien dan tidak praktis lagi. Bagi ibu-ibu pada zaman dahulu, selama jangka waktu satu atau dua tahun tersebut mereka menyediakan persiapan-persiapan kebutuhan upacara. 

Pada saat upacara tersebut, bayi digendong oleh seorang yang terpandang, baik perangai dan budi pekertinya. Orang yang mengendong tersebut memakai pakaian yang bagus maka sewaktu bayi diturunkan dari rumah, bayi dipayungi dengan sehelai kain yang dipegang pada setiap sudut kain oleh empat orang. Di atas kain tersebut dibelah kelapa, dengan makksud agar bayi tidak takut mendengar bunyi petir. Belahan kelapa dilempar kepada sanak famili dan wali karongnya. Salah seorang keluarga bergegas-gegas menyapu tanah dan yang lainnya menampi beras, ini dilakukan apabila bayinya perempuan. Namun apabila bayinya laki-laki, maka yang harus dikerjakan adalah mencangkul tanah, mencincang batang pisang atau tebu, memotong rumput, naik atas pohon seperti : pinang, kelapa, mangga, dll. Pekerjaan ini dimaksudkan agar anak perempuan menjadi rajin dan bagi laki-laki menjadi ksatria. Setelah semua selesai, selanjutnya bayi ditaktehkan (diajak berjalan) di atas tanah dan akhirnya dibawa keliling rumah sampai bayi dibawa pulang kembali dengan mengucapkan assalamualaikum waktu masuk ke dalam rumah.

Analisis Perubahan dan Pergeseran dalam konteks Kekinian
Untuk saat sekarang ini upacara menyambut kelahiran anak pertama, telah terjadi perubahan. Perubahan adat yang terjadi hanya sedikit saja namun tidak pernah bergeser dari makna yang telah tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Aceh. Di sini penulis dapat mengutarakan bahwa inti rangkaian upacara ini adalah symbol dari suka cita. Ini dilatarbelakangi oleh rasa bahagia yang ada pada pasangan suami isteri yang baru berumah tangga, begitu juga bagi kedua orang tua mereka yang sudah menanti-nanti kehadiran cucunya. Salah satu pergeseran budaya dari upacara ini, misalnya sekarang ini bawa nasi ada sebahagian masyarakat mengantikan dengan bawaan mentah yaitu uang. 

Hal yang demikian sudah sering kita dengar dari masyarakat Aceh, ini disebabkan oleh beberapa hal di antaranya karena mertuanya jauh, tidak ada yang masak. Ini mereka anggap menyulitkan dan juga merepotkan., jadi mereka mengambil jalan yang praktisnya yaitu mengasihkan uang senilai hantaran nasi yang mau dibawa. Terlebih dahulu ini telah menjadi kesepakatan antara orang tua kedua belah pihak, baik pihak isteri maupun suami, sehingga tidak menimbulkan permasalahan. Namun peraturan ini tidak berlaku bagi sama-sama besan yang berdekatan, bagi mereka diharuskan untuk menjalankan adat tersebut. Waktu pelaksanaan bawa nasipun, sekarang telah banyak berubah, masyarakat Aceh zaman dahulu melakukan sampai dua kali, namun sekarang ini telah dipraktiskan dengan sekali hantaran saja. Perubahan ini, masyarakat menganggap biasa dan lebih praktis baik dari segi waktu dan kerja. 

Namun diharapkan upacara ini janganlah sampai hilang, karena upacara ini telah menjadi bahagian dari adat Aceh yang harus kita lestarikan. Dari upacara ini terwakili beberapa nilai ketauladanan, di antaranya nilai penghormatan dan nilai kebersamaan dalam menyambut kebahagian. Kebahagian yang ada tidak hanya dinikmati terbatas pada keluarga itu saja, akan tetapi dirasakan juga oleh tetangga maupun saudara sekampung yang menghadiri undangan dalam acara makan tersebut. 

Ketika bayi sudah lahir kebiasaan-kebiasaan masyarakat pada zaman dulu banyak yang sudah ditinggalkan. Mereka telah mengikuti anjuran-anjuran dari bidan rumah sakit tempat mereka melakukan persalinan, misalnya bayi yang baru lahir tidak boleh diberikan makanan. Kebiasaan dulu bayi yang baru lahir langsung diberikan pisang, kalau di Aceh biasanya pisang wak (pisang monyet) kebiasaan-kebiasaan ini telah berubah. 

Perubahan yang terjadi dipengaruhi oleh kesadaran masyarakat untuk melahirkan pada bidan rumah sakit, tidak lagi pada bidan kampung. Pergeseran budaya ini telah ada, namun bidan-bidan kampung tetap difungsikan untuk mengurus bayi dan ibunya. Walaupun bidan kampung, sebahagian di antara mereka telah mendapatkan pelatihan dari bidan rumah sakit, sehingga dia dalam mengurus bayi dan ibunya tidak menyimpang dari anjuran rumah sakit. 

Upacara turun tanah, disimbolkan pada kesucian ibu bayi yang baru saja melewati masa persalinan. Dalam prosesi upacara ini juga melibatkan bayi yang baru lahir, di mana pada saat upacara berlangsung bayi dibawa ke luar rumah. Ibu yang baru melahirkan dianggap tidak suci lalu tidak dibolehkan untuk ke luar rumah, disebabkan karena dia dalam keadaan masa nifas, haids dan wiladah.

Pada saat turun tanah di sinilah puncaknya bahwa dia telah suci terbebas dari darah kotor sehingga dia telah boleh ke luar rumah. Begitu juga dengan bayinya, sebetulnya bayi yang belum berumur satu bulan masih dianggap rentan dengan penyakit sehingga bayi tidak dibolehkan untuk ke luar rumah kecuali dalam keadaan terpaksa apa dia sakit dan sebab lainnya yang sangat mendesak. 

Namun, pada saat upacara turun tanah pertama sekali bayi mengenal dunia luar. Di sinilah bayi diajarkan dengan dunia luar, di mana kita itu harus giat bekerja dan jangan malas-malasan, karena kalau sifatnya malas akan berakibat buruk bagi kehidupannya kelak. Rangkaian dari upacara ini adalah proses pembelajaran sehingga dapat kita ambil iktibar dalam kehidupan kita sehari-hari, adat istiadat yang terdapat dalam suatu upacara harusnya tetap dilestarikan karena adat merupakan salah satu cerminan dari budaya bangsa.

Penutup
Adat menyambut kelahiran anak adalah kebiasaan masyarakat Aceh dengan mengadakan upacara yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada dalam ajaran Islam. Ketentuan tersebut telah menjadi kepercayaan dan tradisi orang-orang tua yang dilakukan pada masa dahulu. 

Serangkaian upacara tersebut seperti ba bu (bawa nasi ), cuko oek (cukur rambut), peucicap (memberi rasa makanan), akikah dan turun tanah dinilai penting dan bermakna dalam kehidupan, sehingga perlu untuk dijalankan sesuai dengan ketentuan adat yang telah ditetapkan. Di zaman serba modern sekalipun, kegiatan ritual ini akan menjadi aset wisata budaya. Zaman boleh saja modern, namun adat dan budaya jangan sampai hilang, jadi kita berusaha bagaimana adat dan budaya tersebut tetap tampil disesuaikan dengan perkembangan zaman. 

Penulis:
Cut Zahrina, S.Ag. adalah Tenaga Honorer pada Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Banda Aceh

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Dari Rendang Hingga Gudeg: 10 Mahakarya Kuliner Indonesia yang Mengguncang Lidah
Makanan Minuman Makanan Minuman
DKI Jakarta

1. Rendang (Minangkabau) Rendang adalah hidangan daging (umumnya sapi) yang dimasak perlahan dalam santan dan bumbu rempah-rempah yang kaya selama berjam-jam (4–8 jam). Proses memasak yang sangat lama ini membuat santan mengering dan bumbu terserap sempurna ke dalam daging. Hasilnya adalah daging yang sangat empuk, padat, dan dilapisi bumbu hitam kecokelatan yang berminyak. Cita rasanya sangat kompleks: gurih, pedas, dan beraroma kuat. Rendang kering memiliki daya simpan yang panjang. Rendang adalah salah satu hidangan khas Indonesia yang paling terkenal dan diakui dunia. Berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat, masakan ini memiliki nilai budaya yang tinggi dan proses memasak yang unik. 1. Asal dan Filosofi Asal: Rendang berasal dari tradisi memasak suku Minangkabau. Secara historis, masakan ini berfungsi sebagai bekal perjalanan jauh karena kemampuannya yang tahan lama berkat proses memasak yang menghilangkan air. Filosofi: Proses memasak rendang yang memakan waktu lama mela...

avatar
Umikulsum
Gambar Entri
Resep Ayam Goreng Bawang Putih Renyah, Gurih Harum Bikin Nagih
Makanan Minuman Makanan Minuman
Jawa Barat

Ayam goreng adalah salah satu menu favorit keluarga yang tidak pernah membosankan. Namun, jika kamu ingin mencoba variasi yang lebih gurih dan harum, ayam goreng bawang putih renyah adalah pilihan yang tepat. Ciri khasnya terletak pada aroma bawang putih yang kuat serta kriukannya yang renyah saat digigit. Resep ini juga sangat mudah dibuat, cocok untuk menu harian maupun ide jualan. Bahan-Bahan Bahan Ayam Ungkep ½ kg ayam (boleh potong kecil agar lebih cepat matang) 5 siung bawang putih 4 siung bawang merah 1 sdt ketumbar bubuk 1 ruas kunyit (opsional untuk warna) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400 ml Bahan Kriuk Bawang 5–6 siung bawang putih, cincang halus 3 sdm tepung maizena ¼ sdt garam ¼ sdt lada Minyak banyak untuk menggoreng Cara Membuat Ungkep ayam terlebih dahulu Haluskan bawang putih, bawang merah, kunyit, dan ketumbar. Tumis sebentar hingga harum. Masukkan ayam, aduk rata, lalu tuang air. Tambahkan garam dan kaldu...

avatar
Apitsupriatna
Gambar Entri
Resep Ayam Ungkep Bumbu Kuning Cepat, Praktis untuk Masakan Harian
Makanan Minuman Makanan Minuman
Jawa Barat

Ayam ungkep bumbu kuning adalah salah satu menu rumahan yang paling praktis dibuat. Rasanya gurih, aromanya harum, dan bisa diolah lagi menjadi berbagai hidangan seperti ayam goreng, ayam bakar, hingga pelengkap nasi kuning. Keunggulan lainnya, resep ini termasuk cepat dan cocok untuk kamu yang ingin memasak tanpa ribet namun tetap enak. Berikut resep ayam ungkep bumbu kuning cepat yang bisa kamu coba di rumah. Bahan-Bahan ½ kg ayam, potong sesuai selera 4 siung bawang putih 5 siung bawang merah 1 ruas kunyit 1 ruas jahe 1 ruas lengkuas (geprek) 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 batang serai (geprek) 1 sdt ketumbar bubuk (opsional) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400–500 ml Minyak sedikit untuk menumis Cara Membuat Haluskan bumbu Blender atau ulek bawang merah, bawang putih, kunyit, jahe, dan ketumbar bubuk (jika dipakai). Semakin halus bumbunya, semakin meresap ke ayam. Tumis bumbu hingga harum Panaskan sedikit m...

avatar
Apitsupriatna
Gambar Entri
Konsep Ikan Keramat Sebagai Konservasi Lokal Air Bersih Kawasan Goa Ngerong Tuban
Cerita Rakyat Cerita Rakyat
Jawa Timur

Sumber daya air merupakan sebuah unsur esensial dalam mendukung keberlangsungan kehidupan di bumi. Ketersediaan air dengan kualitas baik dan jumlah yang cukup menjadi faktor utama keseimbangan ekosistem serta kesejahteraan manusia. Namun, pada era modern saat ini, dunia menghadapi krisis air yang semakin mengkhawatirkan (Sari et al., 2024). Berkurangnya ketersediaan air disebabkan oleh berbagai faktor global seperti pemanasan, degradasi lingkungan, dan pertumbuhan penduduk yang pesat. Kondisi tersebut menuntut adanya langkah-langkah strategis dalam pengelolaan air dengan memperhatikan berbagai faktor yang tidak hanya teknis, tetapi juga memperhatikan sosial dan budaya masyarakat. Salah satu langkah yang relevan adalah konservasi air berbasis kearifan lokal. Langkah strategis ini memprioritaskan nilai-nilai budaya masyarakat sebagai dasar dalam menjaga sumber daya air. Salah satu wilayah yang mengimplementasikan konservasi berbasis kearifan lokal yaitu Goa Ngerong di kecamatan Rengel,...

avatar
Muhammad Rofiul Alim
Gambar Entri
Upacara Kelahiran di Nias
Ritual Ritual
Sumatera Utara

Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...

avatar
Admin Budaya