Ritual
Ritual
Ritual adat Sulawesi Barat Kabupaten Mamasa
Ritual Mappurondo
- 14 April 2014
Mappurondo merupakan agama asli masyarakat Pitu Ulunna Salu yang terletak di wilayah Sulawesi Barat. Biasa juga disebut Aluk Mappurondo. Dalam aluk ini dikenal memiliki serangkaian upacara atau ritual yang tertata secara sistematis. Tata upacara ini mengatur setiap tahap kehidupan manusia sesuai dengan periode yang sudah ditentukan. Tata upacara Mappurondo berasaskan pada Pemali Appa' Randanna. Pemali Appa' Randanna adalah empat ruas aturan sesuai dengan empat siklus kehidupan yang harus dilaksanakan, lengkap dengan anjuran dan larangannya. Pemali Appa' Randanna ini dilambangkan dengan 4 untai kalung yang menggambarkan 4 siklus hidup manusia yaitu, masa bekerja, masa bergembira, masa pernikahan dan kematian. Manik-manik dalam kalung melambangkan anjuran-anjuran dan larangan-larangan yang harus dipatuhi.
 
Dalam asas Pemali Appa' Randanna upacara-upacara Mappurondo secara garis besar digolongkan menjadi 2 periode pokok, yakni Patotibojongan dan Pealloan.
 
Patotibojongan adalah masa dimana masyarakat harus bekerja, dari bercocok tanam hingga waktu panen dan menyimpan padi.
Pealloan adalah masa dimana masyarakat melakukan upacara yang bersifat perayaan sukacita atau kegembiraan.
Di dalam 2 periode pokok tersebut telah diatur mengenai 4 jenis upacara sesuai dengan empat untai kalung yang mewakili Pemali Appa' Randanna.
 
Keempat jenis itu adalah :
- Patotibojongan itu sendiri, masa bekerja atau bercocok tanam
- Patomatean, yang berkaitan dengan upacara kematian & penyimpanan jenazah
- Pa'bisuan, yaitu acara perayaan untuk mengembalikan semangat setelah bekerja selama masa Patotibojongan
- Pa'bannetauan, yaitu masa pernikahan 
 
 
Upacara Patomatean dilaksanakan pada masa bercocok tanam yaitu masa Patotibojongan. Jadi pada periode pokok Patotibojongan ini sudah dilaksanakan 2 upacara, yakni Patotibojongan itu sendiri dan Patomatean. Sedangkan upacara Pa'bisuan dan Pa'bannetauan dilaksanakan pada periode pokok Pealloan.
 
Sesuai penanggalan keagamaan Mappurondo, keempat jenis upacara ini dimulai dengan tahap Patotibojongan. Pada masa ini masyarakat melakukan penghormatan terhadap Dewi Padi yang turun dari langit dan menempati tiap petak sawah. Pada waktu bajak sawah dan cocok tanam tiap keluarga memberikan persembahan dan berdoa kepada Debata agar mendapat hasil panen sesuai harapan. Setelah selesai masa cocok tanam, masyarakat masuk pada masa penantian kurang lebih selama 8 bulan, biasanya dari bulan Juli hingga Februari. Selama masa penantian ini dilarang atau tidak diperbolehkan melakukan hal-hal yang mengganggu Dewi Padi. Hal-hal yang dilarang itu antara lain membuat kebisingan, tertawa-tawa ria, bercerita, menyanyi, bermain gendang dan melakukan upacara-upacara. Adapun upacara yang boleh dilakukan pada saat itu hanyalah Patomatean, upacara kematian. Hal lain yang boleh dilakukan pada saat itu adalah membuat ayunan dan kincir angin, juga suara-suara yang menyenangkan Dewi Padi.
 
Pada masa panen tiba, masyarakat memberikan persembahan terakhir kepada Dewi Padi yang akan kembali ke langit. Pada masa ini berkas-berkas padi dikeringkan pada rak pengeringan hingga penyimpanan di lumbung. Sampai pada tahap ini berakhirlah masa Patotibojongan, dilanjutkan pada masa Pealloan.
 
Pada awal masa Pealloan (ritual gembira), para pemuda keluar dari dusun dan melakukan ritual atau acara Pangngae, yaitu pengayauan atau berburu kepala. Acara Pangngae ini menjadi awal dari periode pokok Pealloan sekaligus awal dari ritual Pa'bisuan, masa untuk menghidupkan kembali semangat. Pa'bisuan dibagi dua, yaitu Pa'bisuam Muane untuk urusan Pria dalam hal ini termasuk ritual Pangngae >> biasa disebut Ukusam Botto, dan Pa'bisuam Baine untuk kaum Wanita yang berhubungan dengan masalah rumah tangga >> biasa disebut Ukusam Banua.
 
Pa'bisuam Muane meliputi Pangngae dan Morara. Morara adalah ritual pengorbanan binatang. Acara Pa'bisuam Muane ini melibatkan penduduk satu dusun. Dalam ritual ini diharapkan Debata menghidupkan kembali sumanga' (semangat) para Pria. Dalam ritual ini keberanian dan kecerdikan pemburu sangat ditonjolkan, juga wibawa dan kemakmuran satu dusun. Pada Pa'bisuam Muane terlebih dahulu diadakan perayaan Pangngae yang melibatkan satu dusun, juga para tamu dari dusun lain, dalam hal ini biasanya para penatua. Setelah Pangngae baru diadakan perayaan Morara, yang mengundang tamu dari segalah penjuru Pitu Ulunna Salu. Namun acarah ini sangatlah jarang diadakan. Oleh karena itu, biasa setelah selesai acara Pangngae langsung dilanjutkan dengan ritual Pa'bisuam Baine yang dilaksanakan pada masing-masing keluarga.
 
Pa'bisuam Baine, dalam hal ini wanita memegang otoritas dan peranan penting. Acara Pa'bisuam Baine ini bertujuan untuk kemakmuran dan kesehatan setiap anggota keluarga juga kerabat. Dalam acara ini keluarga mempersembahkan korban untuk menyenangkan hati para Debata. Acara Pa'bisuam Baine ini hanya boleh diadakan sekali dalam setahun, tidak boleh lebih. Dalam ritual Pa'bisuam Baine ini mempunyai urutan-urutan dari yang paling sederhana hingga yang paling rumit dan berat yang biasa disebut sebagai Parri' (Parri' artinya berat atau sulit). Khusus untuk Parri', bukan merupakan suatu acara yang wajib dilakukan bagi keluarga, kecuali ada pasangan suami-istri yang berikrar untuk melakukan ritual ini.
 
Setelah berakhir masa Pa'bisuam Baine, aktivitas dilanjutkan dengan Pa'bannetauan, yaitu ritual Pernikahan. Dalam hal Pa'bannetauan, persediaan beras memegang peranan yang sangat vital. Pernikahan hanya dapat diselenggarakan jika pihak laki-laki punya persediaan beras cukup untuk digunakan pada pesta pernikahan. Jika persyaratan tersebut tidak dipenuhi, orang tua pihak wanita akan menolak lamaran dari pihak pria. Karena itu, gagal atau berhasilnya panen sangat berpengaruh terhadap angka pernikahan pada musim ini. Berakhirnya masa Pa'bannetauan menjadi tahap akhir dari periode pokok Pealloan.
 
Setelah berakhirnya periode Pealloan ini, tidak ada lagi upacara diadakan, penduduk kembali bekerja dan bersantai seperti sedia kalah untuk menanti kembalinya masa Patotibojongan.
 
Selain upacara-upacara di atas, masih ada upacara-upacara lain yang biasa diadakan pada periode pokok Pealloan. Upacara ini berkaitan dengan wabah penyakit, bencana alam, kelahiran dan keselamatan rumah. Dalam hal penyembuhan penyakit yang serius dan berkepanjangan, ditangani oleh dukun terkemuka (biasanya wanita) yang memiliki pengetahuan tentang mantra-mantra dan persembahan yang digunakan untuk penyembuhan.
 
Untuk mencegah wabah penyakit, penghulu dusun mengadakan upacara untuk mengusir roh-roh jahat yang diyakini membawa wabah. Upacara ini dilakukan dengan persembahan korban dan memasang patung yang menakutkan untuk menangkal roh jahat.
 
Untuk mencegah bencana alam, seperti tanah longsor, tumbangnya pohon, runtuhnya rumah, penduduk memberikan persembahan korban kepada Debata agar terhindar dari bahaya.
 
Upacara-upacara kecil yang juga diadakan pada masa Pealloan yaitu,
- Upacara memakaikan baju pada anak berumur 4 tahun (khas masyarakat Toissilita')
- Upacara memohon umur panjang untuk bayi berumur 1 tahun
- Upacara anak menginjakkan kaki ke tanah untuk pertama kali
- Upacara menindik kuping bayi perempuan
- Upacara pemasangan tungku perapian pada rumah baru, dengan mengambil abu dari tungku perapian ibu dari pihak istri.
- Upacara potong gigi atau pengikiran gigi 
 
Ritual atau upacara kecil lain seperti pemberian nama pada bayi umur 1 bulan, perkenalan bayi dengan ayunan gendong tidak berhubungan dengan waktu Pealloan.
 
Demikian tradisi keagamaan Mappurondo di Pitu Ulunna Salu. Tradisi ini mulai menurun dan perlahan ditinggalkan oleh masyarakat seiring dengan kedatangan Kolonial Belanda. Ditambah lagi dengan berpindahnya keyakinan penduduk ke Kristen dan Islam pada waktu itu. Tradisi ini semakin tidak tampak lagi, karena tradisi ini dianggap tidak sesuai lagi dengan ajaran agama yang baru dianut. Namun meskipun demikian, masih ada kelompok masyarakat yang memegang teguh tradisi ini. Kelompok masyarakat ini berada di Kecamatan Bambang, Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat.

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Ikan Tongkol Sambal Dabu Dabu Terasi
Makanan Minuman Makanan Minuman
Sulawesi Utara

Bahan: 1 buah tomat, potong dadu 2 ekor ikan tongkol ukuran sedang (1/2kg) 1/2 bks bumbu marinasi bubuk 1 sdt bawang putih Secukupnya garam Secukupnya gula 7 siung bawang merah, iris 5 buah cabe rawit, iris 2 batang sereh, ambil bagian putihnya, iris 3 lembar daun jeruk, iris tipis-tipis 1 bks terasi ABC Minyak untuk menumis Secukupnya air Cara memasak: Cuci bersih ikan tongkol. Taburi bumbu marinasi desaku, garam secukupnya, air 2 sdm ke ikan tongkol. Siapkan bahan-bahan. Iris tipis bawang merah, daun jeruk, seret, cabe rawit. Kukus ikan tongkol selama 10 menit. Lapisi dengan daun pisang atau daun kunyit. Boleh jg tidak d lapisi. Setelah ikan di kukus, goreng ikan. Tumis bawang merah dan bahan lainnya. Masukkan terasi yg telah dihancurkan. Setelah matang, masukkan ikan yang telah digoreng. Aduk hingga rata. Sajikan dengan nasi hangat. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/24995999?ref=search&search_term=dabu+dabu

avatar
Deni Andrian
Gambar Entri
Peda bakar sambal dabu-dabu
Makanan Minuman Makanan Minuman
Sulawesi Selatan

Bahan-bahan Porsi 2 orang Bumbu Ikan bakar : 2 ekor ikan peda 1 sdm kecap 1/2 sdm Gula merah 1/2 sdt garam Minyak goreng Bahan sambal dabu-dabu : 7 buah cabe rawit merah, iris kecil 1 buah tomat merah, iris dadu 3 siung bawang merah,iris halus 2 lembar daun jeruk, buang tulang tengah daun, iris tipis 2 sdm minyak goreng panas Cara Membuat: Marinasi ikan dengan air perasan jeruk nipis dan garam secukupnya, diamkan 20 menit, kemudian panggang diatas teflon(aku di happycall yang dialasi daun pisang) sesekali olesi minyak plus bumbu ke ikannya(aku pakai bumbu kecap dan gula merah) panggang sampai matang. Cara bikin Sambal dabu-dabu : Campurkan semua bahan sambal dabu-dabu ke dalam mangkok kecuali minyak kelapa, panaskan minyak kelapa, kemudian siram diatas sambal tadi, sajikan ikan peda bakar dengan sambal dabu-dabu. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/15232544?ref=search&search_term=peda+bakar

avatar
Deni Andrian
Gambar Entri
tes
Alat Musik Alat Musik
Bali

tes

avatar
Reog Dev
Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline