Ritual
Ritual
Adat Istiadat Sumatera Utara Samosir
Ritual Kematian Orang Batak
- 14 Agustus 2018

Kematian. Satu kata yang identik dengan kesedihan dan air mata, serta biasanya dihindari manusia untuk diperbincangkan.  Namun, sebenarnya itulah yang ditunggu-tunggu manusia yang sadar bahwa tanpa kematian tidak ada proses pada kehidupan yang kekal dan abadi.

Kehidupan terdiri dari dua kutub pertentangan, antara “hidup” dan “mati”, yang menjadi paham dasar manusia sejak masa purba sebagai bentuk dualisme keberadaan hidup hingga masa kini (Sumardjo,2002:107). Kematian merupakan akhir dari perjalanan hidup manusia. Maka kematian pada dasarnya adalah hal yang biasa, yang semestinya tidak perlu ditakuti, karena cepat atau lambat akan menjemput kehidupan dari masing-masing manusia.
Namun, wajar bila kematian bukan menjadi keinginan utama manusia. Berbagai usaha akan selalu ditempuh manusia untuk menghindari kematian, paling tidak memperlambat kematian itu datang. Idealnya kematian itu datang pada usia yang sudah sangat tua.

Pada masyarakat Batak, kematian identik dengan pesta dan suka cita. Ini sangatlah unik dan sangat khas. Ya, adat budaya kematian suku Batak memang beda dari kebanyakan suku yang ada di Indonesia.

Dalam tradisi Batak, orang yang mati akan mengalami perlakuan khusus, terangkum dalam sebuah upacara adat kematian. Upacara adat kematian tersebut diklasifikasi berdasarkan usia dan status orang yang meninggal dunia. Untuk yang meninggal ketika masih dalam kandungan (mate di bortian) belum mendapatkan perlakuan adat (langsung dikubur tanpa peti mati). Tetapi bila mati ketika masih bayi (mate poso-poso), mati saat anak-anak (mate dakdanak), mati saat remaja (mate bulung), dan mati saat sudah dewasa tapi belum menikah (mate ponggol), keseluruhan kematian tersebut mendapat perlakuan adat : mayatnya ditutupi selembar ulos (kain tenunan khas masyarakat Batak) sebelum dikuburkan. Ulos penutup mayat untuk mate poso-poso berasal dari orang tuanya, sedangkan untuk mate dakdanak dan mate bulungulos dari tulang (saudara laki-laki ibu) si orang yang meninggal.

Upacara adat kematian semakin sarat mendapat perlakuan adat apabila orang yang mati: 1. Telah berumah tangga namun belum mempunyai anak (mate di paralang-alangan/mate punu), 2. Telah berumah tangga dengan meninggalkan anak-anaknya yang masih kecil (mate mangkar), 3. Telah memiliki anak-anak yang sudah dewasa, bahkan sudah ada yang kawin, namun belum bercucu (mate hatungganeon), 4. Telah memiliki cucu, namun masih ada anaknya yang belum menikah (mate sari matua), dan 5. Telah bercucu tapi tidak harus dari semua anak-anaknya (mate saur matua).

Pada masa megalitik, kematian seseorang pada usia tua yang telah memiliki keturunan, akan mengalami ritual penguburan dengan tidak sembarangan karena kedudukannya kelak adalah sebagai leluhur yang disembah. Hal itu terindikasi dari banyaknya temuan kubur-kubur megalitik dengan patung-patung leluhur sebagai objek pemujaan (Soejono,1984:24).

Mate Saur matua menjadi tingkat tertinggi dari klasifikasi upacara bagi masyarakat Batak (terkhusus Batak Toba), karena mati saat semua anaknya telah berumah tangga. Memang masih ada tingkat kematian tertinggi diatasnya, yaitu mate saur matua bulung(mati ketika semua anak-anaknya telah berumah tangga, dan telah memberikan tidak hanya cucu, bahkan cicit dari anaknya laki-laki dan dari anaknya perempuan) (Sinaga,1999:37–42). Namun keduanya dianggap sama sebagai konsep kematian ideal (meninggal dengan tidak memiliki tanggungan anak lagi).

Dalam kondisi seperti inilah, masyarakat Batak mengadakan pesta untuk orang yang meninggal dunia tersebut. Ini menjadi sebuah tanda bahwa orang yang meninggal tersebut memang sudah waktunya (sudah tua) untuk menghadap Tuhan dan ini disambut dengan rasa bahagia dan suka cita. Sedih pasti ada, tapi mengingat meninggalnya memang dikarenakan proses alami (sudah tua) maka kesedihan tidak akan berlarut-larut. Ibaratnya, orang yang meninggal dalam status saur matua, hutangnya di dunia ini sudah tidak ada lagi/LUNAS. Dalam masyarakat Batak, hutang orang tua itu adalah menikahkan anaknya. Jadi, ketika hutang seseorang itu LUNAS, maka sangatlah wajar jika dia merasa tenang dan lega.

Masyarakat Batak biasanya mengadakan acara seperti acara pernikahan, dengan menampilkan alat musik berupa organ untuk bernyanyi, makan makan seperti menyembelih hewan, minum minuman tradisional seperti tuak. Alat musik organ digunakan di daerah perantauan umumnya, namun di daerah aslinya, Sumatera Utara, gondang sebagai alat musik khas Bataklah yang digunakan. Ini semata-mata karena alat musik gondag yang sulit ditemukan di daerah perantauan. Untuk peyembelihan hewan, juga ada kekhasannya. Masyarakat Batak secara tersirat seperti punya simbol tentang hewan yang disembelih pada upacara adat orang yang meninggal dalam status saur matua ini. Biasanya, kerbau atau sapi akan disembelih oleh keluarga Batak (terkhusus Batak Toba) yang anak-anak dari yang meninggal terbilang sukses hidupnya (orang mampu). Namun, jika kerbau yang disembelih, maka anggapan orang terhadap keluarga yang ditinggalkan akan lebih positif, yang berarti anak-anak yang ditinggalkan sudah sangat sukses di perantauan sana.

Ketika seseorang masyarakat Batak mati saur matua, maka sewajarnya pihak-pihak kerabat sesegera mungkin mengadakan musyawarah keluarga (martonggo raja), membahas persiapan pengadaan upacara saur matua. Pihak-pihak kerabat terdiri dari unsur-unsur dalihan natoluDalihan natolu adalah sistem hubungan sosial masyarakat Batak, terdiri dari tiga kelompok unsur kekerabatan, yaitu : pihak hula-hula (kelompok orang keluarga marga pihak istri), pihak dongan tubu (kelompok orang-orang yaitu : teman atau saudara semarga), dan pihak boru (kelompok orang-orang dari pihak marga suami dari masing-masing saudara perempuan kita, keluarga perempuan pihak ayah). Martonggo raja dilaksanakan oleh seluruh pihak di halaman luar rumah duka, pada sore hari sampai selesai. Pihak masyarakat setempat (dongan sahuta) turut hadir sebagai pendengar dalam rapat (biasanya akan turut membantu dalam penyelenggaraan upacara). Rapat membahas penentuan waktu pelaksanaan upacara, lokasi pemakaman, acara adat sesudah penguburan, dan keperluan teknis upacara dengan pembagian tugas masing-masing. Keperluan teknis menyangkut penyediaan peralatan upacara seperti: pengadaan peti mati, penyewaan alat musik beserta pemain musik, alat-alat makan beserta hidangan buat yang menghadiri upacara, dsb.

Pelaksanaan upacara bergantung pada lamanya mayat disemayamkan. Idealnya diadakan ketika seluruh putra-putri orang yang mati saur matua dan pihak hula-hula (saudara laki-laki dari pihak isteri) telah hadir. Namun karena telah banyak masyarakat Batak merantau, sering terpaksa berhari-hari menunda pelaksanaan upacara (sebelum dikuburkan), demi menunggu kedatangan anak-anaknya yang telah berdomisili jauh. Hal seperti itu dalam martonggo raja dapat dijadikan pertimbangan untuk memutuskan kapan pelaksanaan puncak upacara saur matua sebelum dikuburkan. Sambil menunggu kedatangan semua anggota keluarga, dapat dibarengi dengan acara non adat yaitu menerima kedatangan para pelayat (seperti masyarakat non-Batak). Pada hari yang sudah ditentukan, upacara saur matua dilaksanakan pada siang hari, di ruangan terbuka yang cukup luas (idealnya di halaman rumah duka).

Jenazah yang telah dimasukkan ke dalam peti mati diletakkan di tengah-tengah seluruh anak dan cucu, dengan posisi peti bagian kaki mengarah ke pintu keluar rumah. Di sebelah kanan peti jenazah adalah anak-anak lelaki dengan para istri dan anaknya masing-masing, dan di sebelah kiri adalah anak-anak perempuan dengan para suami dan anaknya masing-masing. Di sinilah dimulai rangkaian upacara saur matua. Ketika seluruh pelayat dari kalangan masyarakat adat telah datang (idealnya sebelum jamuan makan siang). Jamuan makan merupakan kesempatan pihak penyelenggara upacara menyediakan hidangan kepada para pelayat berupa nasi dengan lauk berupa hewan kurban yang sebelumnya telah dipersiapkan oleh para parhobas (orang-orang yang ditugaskan memasak segala makanan selama pesta). Setelah jamuan makan, dilakukan ritual pembagian jambar (hak bagian atau hak perolehan dari milik bersama). Jambarterdiri dari empat jenis berupa : juhut (daging), hepeng (uang), tor-tor (tari), dan hata(berbicara) (Marbun&Hutapea,1987:66–67). Masing-masing pihak dari dalihan natolumendapatkan hak dari jambar sesuai ketentuan adat. Pembagian jambar hepeng tidak wajib, karena pembagian jambar juhut dianggap menggantikan jambar hepeng. Namun bagi keluarga status sosial terpandang, jambar hepeng biasanya ada.

Selepas ritus pembagian jambar juhut, dilanjutkan ritual pelaksanaan jambar hata berupa kesempatan masing-masing pihak memberikan kata penghiburan kepada anak-anak orang yang meninggal saur matua (pihak hasuhuton). Urutan kata dimulai dari hula-hula, dilanjutkan dengan dongan sahuta, kemudian boru / bere, dan terakhir dongan sabutuha. Setiap pergantian kata penghiburan, diselingi ritual jambar tor-tor, yaitu ritus manortor(menarikan tarian tor-tor). Tor-tor adalah tarian tradisional khas Batak. Tarian tor-torbiasanya diiringi musik dari gondang sabangunan (alat musik tradisional khas Batak). Gondang sabangunan adalah orkes musik tradisional Batak, terdiri dari seperangkat instrumen yakni : 4 ogung, 1 hesek , 5 taganing, 1 odap, 1 gondang, 1 sarune.

Setelah jambar tor-tor dari semua pelayat selesai, selanjutnya adalah kata-kata ungkapan sebagai balasan pihak hasuhuton kepada masing-masing pihak yang memberikan jambar hata dan jambar tor-tor tadi. Selanjutnya, salah seorang suhutmengucapkan jambar hata balasan (mangampu) sekaligus mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terlaksananya upacara. Setiap peralihan mangampu dari satu pihak ke pihak lain, diselingi ritus manortorManortor dilakukan dengan sambil menghampiri dari tiap pihak yang telah menghadiri upacara tersebut, sebagai tanda penghormatan sekaligus meminta doa restu.

Setelah semua ritus tersebut selesai dilaksanakan, upacara adat diakhiri dengan menyerahkan ritual terakhir (acara penguburan berupa ibadah singkat). Ibadah bisa dilakukan di tempat itu juga, atau ketika jenazah sampai di lokasi perkuburan. Hal ini menyesuaikan kondisi, namun prinsipnya sama saja. Maka sebelum peti dimasukkan ke dalam lobang tanah (yang sudah digali sebelumnya), ibadah singkat dilaksanakan (berdoa), barulah jenazah yang sudah di dalam peti yang tertutup dikuburkan.

Sepulang dari pekuburan, dilakukan ritual adat ungkap hombung. Adat ungkap hombungadalah ritus memberikan sebagian harta yang ditinggalkan si mendiang (berbagi harta warisan) untuk diberikan kepada pihak hula-hula. Namun mengenai adat ungkap hombung ini, telah memiliki variasi pengertian pada masa kini. Idealnya tanpa diingatkan oleh pihak hula-hulaungkap hombung dapat dibicarakan atau beberapa hari sesudahnya. Apapun yang akan diberikan untuk ungkap hombung, keluarga yang kematian orang tua yang tergolong saur matua hendaklah membawa rasa senang pada pihak hula-hula.

Ini adalah bagian dari ritual kematian adat Batak, khususnya Batak Toba. Memang unik, tetapi itu nyata dan saya melihat serta pernah mengikuti prosesi ini sendiri. Kematian yang seharusnya dengan air mata akan penuh dengan canda tawa dan riuhnya pesta pakai musik, layaknya pesta pernikahan, hanya jika mendiang meninggal dalam status SAUR MATUA tadi. Ya, ini memang adatnya, kita tidak mungkin  menolak ataupun menentangnya. Tetapi saya bangga memiliki budaya seperti ini, penuh kekhasan yang tidak ada di negara lain di dunia ini.

#OSKMITB2018

Sumber : https://www.gentaandalas.com/tradisi-pesta-dalam-upacara-kematian-suku-batak/

 

 

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline