Pada Zaman dahulu kala, di suatu negeri tersebutlah seorang raja bernama Api. Raja api ini tinggal di istana yang sangat indah. Hidupnya sangat senang karena negerinya aman, makmur, dan sentosa. Di setiap halaman istananya terdapat pengawal bersenjata lengkap.
Tetapi, anehnya, di istana itu tidak tampak seorang wanita pun. Semuanya laki-laki, kecuali permaisuri yang sedang hamil tua dan para dayang.
Hewan yang amat disenangi oleh raja adalah seekor burung gagak buta. Raja menyenanginya karena burung gagak itu sangat setia, jujur, dan pandai berbicara.
Pada suatu hari, berkatalah Raja Api kepada permaisurinya yang bernama Putri Hijau, "Permaisuriku tercinta, aku akan berangkat ke luar kota melaksanakan kunjungan kerja. Jika engkau sudi, ada tiga hal yang aku minta kepadamu."
"Apakah tiga hal yang hendak engaku minta kepadaku, wahai Kanda? Katakanlah terus terang, mungkin aku bisa membantu," sahut sang permaisuri.
"Baiklah. Dengarkan baik-baik! Pertama, jagalah dirimu baik-baik. Jangan pergi kemana-mana.
Kedua, jangan lupa memberi makan burung gagak buta kesayanganku itu,
Ketiga, jika engkau melahirkan anak lelaki segera kabarkan kepadaku, tetapi jika engkau melahirkan anak perempuan, segera dibunuh!'
Setelah menyampaikan pesan itu, berangkatlah sang raja dengan kereta kuda beserta para pengawal dan penggiringnya menuju daerah yang akan ia kunjungi.
Selama sang raja dalam perjalanan, permaisurinya sering termenung dan gelisah. Kandungannya semakin besar, berarti saat melahirkan sudah semakin dekat. Hal yang sangat menggelisahkan permaisuri adalah perintah suaminya untuk segera membunuh anaknya jika yang dilahirkan anak perempuan. Kegelisahan itu pula yang menyebabkan ia lupa memberi makan gagak buta kesayangan raja.
Pada suatu hari, lahirlah anak yang dinanti-nantikan oleh permaisuri. Bayi itu cantik sekali. Kulitnya putih. Rambutnya ikal, hitam dan lebat. Bayi perempuan itu diberi nama Sulita.
Dengan penuh rahasia, permaisuri memanggil para dayang dan pembantu pribadinya. Permaisuri berpesan kepada mereka agar nanti mengatakan kepada raja bahwa anak perempuan yang dilahirkannya itu telah dibunuh dan dihanyutkan di sungai yang sangat deras alirannya, yang mengalir di pinggir ibukota kerajaan.
Dua minggu kemudian, pulanglah sang raja dari luar kota. Setelah tiba di istana, sang raja langsung menemui permaisurinya yang kebetulan sedang terbaring di tempat tidur. Berkatalah sang raja, "Apa kabar permaisuriku? Mengapa engkau berbaring di tempat tidur?"
"Kanda Raja yang tercinta, keadaanku baik-baik saja. Kandunganku sudah kempis. Bayi perempuan yang aku lahirkan sudah kubunuh dan kubuang ke sungai."
"Kalau begitu, bahagia sekali aku mendengarnya," ujar Raja Api dengan gembira. Kemudian raja berkata, "Bangkitlah dari pembaringanmu. Aku ingin bersantap denganmu. Aku membawa daging rusa yang lezat sekali."
Ketika mereka bersantap, tiba-tiba bersuaralah gagak buta dari dalam sangkarnya, "Makanlah yang enak Tuan, biarlah aku dalam sangkar kelaparan! Hiduplah dengan enak, tetapi bayi perempuan yang dilahirkan, disingkirkan ke luar kota.
Raja Api tampak kaget mendengar kata-kata burung gagak yang tidak terduga itu. Raja merasa sangat gelisah. Setelah selesai makan, raja langsung bertanya kepada permaisurinya, "Hai permaisuriku, bicaralah dengan sebenarnya. Dimana bayi perempuan yang kau lahirkan itu sekarang?"
"Tuanku Raja yang tersayang, sesungguhnya bayi perempuan yang aku lahirkan itu telah tiada," jawab permaisuri.
"Permaisuriku, ingatlah. Apabila para pengawal kerajaan dapat menemukan bayi perempuan itu, engkau akan mendapat hukuman yang berat," tegas raja sambil berlalu menuju ruang peraduan.
Tidak terasa, lima belas tahun pun berlalu. Suasana telah banyak berubah. Bayi perempuan yang dipelihara oleh Dayang Santi di sebuah desa terpencil itu sudah beranjak menjadi seorang gadis jelita. Wajahnya semakin cantik, perilakunya baik serta memiliki pengetahuan dan keterampilan. Yang lebih menarik lagi adalah ia pandai mengobati berbagai macam penyakit.
Pada suatu hari, di istana Raja Api yang selama ini tenang dan damai, tiba-tiba dikejutkan sebuah berita bahwa sang raja jatuh sakit. Para tabib dan dukun istana telah bersusah payah mengobati raja, namun penyakit yang ia derita belum juga sembuh. Oleh karena itu, diumumkanlah kepada khalayak bahwa dukun atau tabib yang mampu mengobati penyakit sang raja, baik kepada orang yang menemukan dukun maupun dukun itu sendiri, akan memperoleh hadiah yang besar dari sang raja. Selain itu, keselamatan hidupnya juga akan dijamin.
Pengumuman itu tersebar kemana-mana. Mendengar berita itu, timbullah keinginan Putri Sulita untuk mencoba mengobati penyakit yang diderita oleh raja.
Pagi-pagi benar, berangkatlah Putri Sulita bersama pengasuhnya, Dayang Santi. Tepat ketika matahari sepenggalan, sampailah mereka di istana raja. Seorang pengawal langsung menghampiri mereka dan menanyakan apa maksud dan tujuan kedatangan mereka. Sementara itu, pengawal-pengawal yang lain memperhatikan gerak-gerik kedua wanita yang baru saja datang itu. Maklum, selama kerajaan berada di bawah kekuasaan Raja Api, jarang kaum wanita bisa keluar masuk istana.
"Begini, Tuan. Kami mendapat berita bahwa Yang Mulia Raja Api dalam keadaan sakit keras," ujar Dayang Santi, "Kami ingin mencoba mengobati penyakit yang diderita Tuan Raja."
"Oooo ..., kalau begit, silakan masuk!" ujar salah seorang yang tampaknya menjadi pemimpin para pengawal istana raja. Kemudian Putri Sulita dan Dayang Santi dibawa masuk ke kamar tempat sang raja sedang terbaring lesu.
Tidak terlalu lama, selesailah pengobatan yang dilakukan oleh tabib wanita muda yang sangat cantik jelita itu. Perlahan-lahan raja mulai sadarkan diri. Kemudian, raja mulai melihat ke kanan kiri. Sejenak kemudian, ia bangkit dari pembaringan dan bersandar di tempat tidur. Wajahnya mulai berseri-seri. Sang raja merasa terharu dan bahagia karena bisa sehat kembali seperti sediakala. Beliaupun merasa sangat berhutang budi kepada dukun yang telah mampu mengobatinya.
Sesuai dengan pengumuman yang disebarkan, sang raja meminta agar Putri Sulita dan Dayang Santi tinggal bersama raja di istana. Setelah itu berkatalah sang raja, "Sebagai tanda terima kasihku, mulai hari aku nyatakan bahwa Putri Sulita, tabib wanita yang telah menyelamatkan nyawaku, aku angkat sebagai anak kandungku yang berhak mendapat gelar dan akan menjadi ratu bila saatnya tiba.
Mendengar ucapan raja itu, Permaisuri sangat bahagia. Demikian pula Dayang Santi. Sejak itu, mereka menetap di istana, mendapat perhatian dan jaminan keselamatan hidup dari Raja Api yang dahulu terkenal sangat bengis dan galak.
Sumber:
http://www.ceritadongenganak.com/2015/02/cerita-rakyat-dari-bengkulu-raja-api.html
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja