Kajang merupakan salah satu kecamatan yang ada di kabupaten bulukumba provinsi Sulawesi selatan. Bulukumba dari kota Makassar berjarak kurang lebih 140 km, kecamatan kajang terbagi beberapa desa yang desa tersebut terdapat sebuah komunitas kajang yang mendiami wilayah tersebut. Komunitas ini menolak keras yang namanya modernisasi, tidak ada penerangan listrik dan alat-alat yang di anggap modern. Oleh karena ini banyak yang meningingkan untuk mengunjungi tempat tersebut di karenakan untuk penelitian ataupun yang lainnya.
Berbicara tentang komunitas ini banyak yang menjadi pertanyaan di sebabkan karena mindset (pemikran) masyarakat sekang yang tidak percaya akan adanya komunitas yang belum modernisasi. Di komunitas ini mempunyai 2 hukum yakni hukum adat dan hukum Negara, serta di hukum adat mempunyai 9 pasal yang harus dijalankan untuk kehidupan meraka. Komunitas ini merupakan komunitas yang menjaga alam serta hutan karena dengan itu 4 hal yang sangat di jaga oleh meraka yakni: hutan, rotan, lebah dan udang. Keempat unsur ini jika ada yang menyalahgunakan di area tersebut maka akan mendapat denda dari ammatoa (kepala komunitas kajang).
Alam dan kajang dua perpaduan yang sangat luar biasa karena dengan keduanya sehingga masyarakat sekitar sangat menghargai alamnya, begitu pula dengan cara pembuatan rumah adat komunitas yang kajang sangat sangat sederhana karena melambangkan hal-hal kesederhanaan dan kehidupan masyarakat kajang. Rumah adat komunitas kajang mempuyai filosofi sendiri karena rumat adat tersebut terbagi atas 3 tingkatan yakni: Bagian atas disebut Para merupakan tempat yang dianggap suci biasanya dipakai untuk menyimpan bahan makanan, bagian tengah disebut Kale Balla sebagai tempat manusia menetap atau bertempat tinggal, bagian bawah disebut Siring sebagai tempat menenun kain atau sarung hitam (topeh le’leng) merupakan pakaian khas masyarakat Ammatoa. Konsep ini sekaligus merupakan wujud fisik manusia yang terdiri dari kepala, badan, dan kaki. Pada bagian badan
(Kale balla) terdapat bagian yang dianalogikan dengan bahu pada bagian badan manusia yakni berupa rak 60 cm yang berada di bagian luar dinding tepat di bawah atap yang menjorok keluar dan memanjang sepanjang bangunan. Bagian ini disebut Para-para. Ketinggan para-para setinggi telinga/mata pemilik rumah, yang dimaksudkan agar si pemilik rumah bisa melihat/mendengar jika ada yang bermaksud jahat. Para-para ini difungsikan sebagai tempat menyimpan 16 peralatan dapur. Sedang langit-langit rumah (Kajang: para) difungsikan sebagai lumbung tempat menyimpan bahan makanan seperti padi dan juga sebagai tempat menyimpan benda pusaka. Bagian paling atas adalah merupakan penutup para/atap (Kajang: Ata’ ). Pada bagian muka dan belakang dari atap ( ata â) ini terdapat timpa laja yakni atap pada bagian muka dan belakang berbentuk segitiga sama kaki selain sebagai penutup para untuk melindungi bahan makanan dari tempiasan air hujan juga terdapat lubang kecil sebagai pengahawaan Timpa laja ini terdiri atas 2 susun dan terdapat hanya pada Bola/Balla Hanggang (rumah yang tiangnya ditanam) dan ini merupakan ciri khas yang menunjukkan keseragaman dan memberikan indikasi keturunan Ammatoa yang tidak melihat strata sosial dari bentuk dan model rumah. Untuk rumah yang sudah mengalami perubahan (Bola/Balla paleha), tiang tidak lagi ditanam, susunan timpak laja sudah ada yang terdiri atas 3 atau 5 susun. Ini ditemukan umumnya pada ibukota desa Tanatoa (dusun Bagian lain adalah tiang pusat (pocci balla) yang merupakan analogi dari Pusar pada tubuh manusia dimana nutrisi ditransfer ke embrio dan tempat yang ditujukan untuk perlindungan. Oleh karena itu Pocci Balla ini dianggap sebagai pusat yang membentuk keseimbangan, selain itu secara mistik mempunyai nilai religius, dianggap keramat (suci). Pada tiang ini mendapat perhatian yang paling penting diikuti dengan syarat-syarat termasuk bahan/jenis kayu dan tata cara mendirikannya. Tiang rumah ditanam ke dalam tanah dan tingginya diukur sesuai dengan aktivitas yang dapat dilakukan dibawahnya. Tangga dan pintu masuk hanya ada di depan bagian tengah agak ke kanan atau kekiri dari lebar rumah. Sistem konstruksinya masih sangat sederhana berupa sistem ikat dan pasak. Begitupula dengan desain pintu dan jendala yang masih sangat sederhana dengan sistem konstruksi menggunakan sistem geser (sliding door and sliding window).
Bentuk rumah adat suku kajang sangat unik. Bangunan rumah khas Sulawesi selatan secara umum adalah rumah panggung. Tapi suku kajang mempunyai keunikan bentuk rumah panggung tersendiri yaitu dapurnya terltak di depan menghadap jalan utama. Ini melambangkan kesederhanaan, dan mau menunjukan apa adanya. Mereka senantiasa menyembunyikan rumah di balik hutan. Di dalam setiap rumah adat suku kajang, tidak ada satupun peralatan rumah tanggga. Tidak ada kursi ataupun kasur. Bahkan mereka tidak menggunakan satu barang elektronik pun. Mereka menganggap modernitas dapat menjauhkan suku kajang dengan alam dan leluhurnya.
Sumber:
http://rioblay25.blogspot.com/2015/06/rumah-adat-suku-kajang.htmldiunduhtanggal26november2016
Ammatoa Kepala Komunitas Ammatoa Kajang
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja
Jembatan Plunyon merupakan bagian dari wisata alam Plunyon-Kalikuning yang masuk kawasan TNGM (Taman Nasional Gunung Merapi) dan wisatanya dikelola Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) setempat, yaitu Kalikuning Park. Sargiman, salah seorang pengelola wisata alam Plunyon-Kalikuning, menjelaskan proses syuting KKN Desa Penari di Jembatan Plunyon berlangsung pada akhir 2019. Saat itu warga begitu penasaran meski syuting dilakukan secara tertutup. Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan zoom-in-whitePerbesar Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan "Syuting yang KKN itu kebetulan, kan, 3 hari, yang 1 hari karena gunungnya tidak tampak dibatalkan dan diu...