Megengan berasal dari kata megeng yang artinya ‘menahan’. Tak hanya makan dan minum, tetapi juga menahan dari segala nafsu dan hal-hal yang bisa membatalkan puasa.
Tradisi Megengan dimaknai sebagai perwujudan rasa syukur atas umur panjang sehingga bisa bertemu lagi dengan bulan suci Ramadhan.
Megengan diisi dengan kegiatan bersih-bersih makam bagi laki-laki dan bersih-bersih masjid atau mushola. Kegiatan ini dilakukan seminggu sebelum memasuki Bulan Ramadhan.
Sedangkan para perempuan mempersiapkan tumpeng untuk disedekahkan dalam rituan megengan. Mereka juga memasak makanan untuk kemudian dikirimkan sebagai bentuk sedekah ke tetangga atau saudara. Kue yang tak pernah ketinggalan dalam tradisi ini adalah kue apem.
Apem berasal dari kata afwum yang artinya adalah meminta dan memberi maaf. Konon karena masyarakat Jawa tidak mengenal huruf “f”, kata afwun berubah menjadi apwun, lalu menjadi apwum, kemudian apwem, dan akhirnya menjadi apem. Begitu yang sering diungkap oleh para sesepuh desa dan pemuka agama setempat.
Kue apem terbuat dari bahan dasar tepung beras putih dan santan. Tepung beras putih dimaknai sebagai symbol kebersihan dan kesucian. Sementara itu, santan merupakan air hasil perasan dari kelapa. Dalam bahasa Jawa disebut ‘santen’ yang merupakan akronim dari kata Jawa ‘sagetho nyuwun pangapunten’ yang berarti permohonan maaf.
Gula dan garam melambangkan perasaan hati. Apabila semua bahan-bahan itu dijadikan satu, bermakna simbolis, yaitu kesucian dan ketulusan perasaan hati manusia. Jadi, makan Kue Apem bisa diartikan memohon maaf kepada keluarga, sanak saudara, tetangga, dan teman. Seusai makan apem biasanya orang-orang saling bersalaman meminta maaf dan kemudian membaca doa.
Selain mengirimkan kue apem, biasanya disertakan juga buah pisang. Apem dan pisang bila disatukan akan menjadi payung yang melambangkan perlindungan dari segala cobaan selama menjalankan ibadah di bulan Ramadhan.
Tradisi ini dipuncaki dengan berdoa bersama lalu diikuti dengan menyantap tumpeng seusai Tarawih. Puncak acara tradisi ini juga diisi dengan mendoakan para sesepuh yang telah wafat. Sebagai puncak megengan biasanya warga masyarakat berkumpul di suatu tempat untuk berdoa bersama dan setelah itu mereka akan makan secara bersama-sama. Dalam acara ini, mereka melebur menjadi satu antara orang dewasa dan anak-anak dengan makan di satu alas daun pisang yang menjadi simbol kerukunan dan saling berbagi.
Seiring berjalannya waktu pelaksanaan megengan sudah tidak kaku lagi. Di beberapa daerah megengan dilakukan beberapa hari sebelum Ramadhan dan dengan memakai gunungan apem ditempat terbuka atau lapangan. Meskipun masih ada yang memegang tradisi melaksanakan megangan pada satu hari menjelang Ramadhan. Sedekah pun hampir semua seragam, yakni nasi tumpeng lengkap beserta ubo rampe, apem, dan pisang.
Sebuah tradisi seharusnya masih akan terus lestari, sebab di situ terdapat nilai-nilai luhur seperti gotong royong dan saling berbagi, sekaligus bertukar senyum kebahagiaan dan merajut tali kebersamaan.
Sumber: Media Indonesia, edisi Mei 2017
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja