Pupuh adalah salah satu jenis kesenian tradisional khas Sunda,  merupakan lagu yang terikat oleh aturan-aturan tertentu. Aturan-aturan tersebut antara lain jumlah baris (padalisan) dalam setiap paragraf, jumlah suku kata dalam setiap baris, serta bunyi vokal terakhir dalam setiap baris dalam satu paragraf.

Pupuh Sunda berjumlah kurang-lebih 17 jenis, dengan aturan dan makna serta fungsi yang berbeda-beda dalam setiap jenisnya. Ada yang berisi humor dengan fungsi menghibur seperti pupuh balakbak, pupuh magatru yang berisi kesedihan, pupuh asmarandana yang berisi pengingat, dan lain-lain. Pada pupuh Pucung, aturan yang berlaku adalah sebagai berikut;

     a. baris pertama berjumlah 12 suku kata dengan vokal akhir (u)                        
     b. baris kedua berjumlah 6 suku kata dengan vokal akhir (a)
     c. baris ketiga berjumlah 8 suku kata dengan vokal akhir (e/o)
     d. baris keempat berjumlah 12 suku kata dengan vokal akhir (a)

atau biasa ditulis 12u-6a-8e/o-12a.

Setiap jenis pupuh memiliki karakteristik dan fungsi yang berbeda. Dalam pupuh pucung, isi yang disampaikan biasanya berupa nasihat atau pengajaran untuk anak-anak atau siswa. Berfungsi sebagai media penyampaian nasihat untuk anak/siswa agar nasihat yang disampaikan dapat lebih mudah diingat dan diterima. Nasihat yang disampaikan dalam pupuh pucung biasanya tentang gotong-royong, perintah menuntut ilmu, dan lain-lain.

Pupuh Sunda biasanya diajarkan di sekolah-sekolah oleh guru mata pelajaran kesenian atau bahasa Sunda. Pupuh merupakan kesenian tradisional Sunda yang perlu dilestarikan.

Berikut adalah contoh pupuh pucung:

Lutung buntung luncat kana tunggul gintung ( 12 – u )
Monyet loreng leupas ( 6 – a )
luncat kana pager dengdek ( 8 – e )
Bajing kuning jaralang belang buntutna ( 12 – a )

Hayu batur urang diajar sing suhud
Ulah lalawora
Bisi engke henteu naek
Batur seuri urang sumegruk nalangsa

#OSKMITB2018