Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Papua Barat Lembah Baliem
Pupa dan Narinare dari Lembah Baliem
- 24 Desember 2018

Cerita Rakyat, PUPA dan NARINARE adalah dua sahabat yang tinggal di hutan belantara. Mereka adalah dua sosok pemuda yang suka mengembara dan tinggalnya di hutan-hutan belantara. Di tempat itu, mereka membuka lahan kebun dan menanam berbagai tumbuh-tumbuhan. Jadi mata pencaharian mereka sehari-hari adalah berkebun dan berburu.

Pada suatu siang, ketika mereka pulang dari bekerja di kebun, mereka sepakat untuk pergi kehutan berburu babi hutan (wam helo). Tapi, pada waktu berangkat Narinare memutuskan untuk menjaga rumah. Maka hanya Pupa seorang diri, dengan membawa parang dan tombak sebagai senjata pergi berburu. Lembah dan bukit pun dia lalui sambil waspada terhadap binatang-binantang buruan. Akar-akar kayu tak menjadi halangan untuknya.

Menjelang sore, di tepi kali kecil berlumpur, dia melihat seekor babi hutan sedang berkubang. Pupa mengendap-endap dan mengatur langkah pelan-pelan memdekati babi yang asyik menikmati lumpur hitam itu. Satu, dua, tiga, jub…tombak bermata batu yang sangat tajam menembus tepat di jantung. Seketika itu juga babi langsung tewas. Sorak girang keberhasilan nampak dari wajah kekar pemuda itu.

Sesampainya dirumah, Narinare bersorank girang melihat babi besar dan penuh dengan lemak. Dia memasaka daging babi segar dengan lezat. Sementara mereka memasak, seorang kepala suku yang sedang dalam perjalanan singgah karena kehausan.

“Bisakah kamu ambilakn air untuk saya, saya sangat kehausan!!!” katanya.

“Baik Pak. Tunggu sebentar ya, saya akan mengambilkan air untuk mu!!” jawab Pupa yang menemui kepala suku yang sudah tua itu.

Tanpa basa-basi Pupa berjalan dalam kegelapan dan mengambil tempat timba air (isoak) dan pergi mengambil air di tempat biasa.

Ketika ia sedang berjalan, tiba-tiba ia mendengar suara tetesan air keluar dari batu. Batu itu namanya Wakiruk. Setelah melihat air, ia mengambil dan cepat-cepat bawa ke rumah lalu memberikannya kepada kepala suku itu.

“Silakan minum pak!!” Pupa mempersilakan tamunya.

“Terimakasi Nak!” jawab kepala suku.

“Tentu bapak lapar, mari kita makan bersama-sama, karena tadi kami berburu dan mendapatkan seekor babi besar!!” ajak Pupa.

“Wah…,terimakasi banyak atas tawaran mu nak!” Katanya.

Maka mereka pun makan bersama-sama menikmati makanan masakan Narinare.

Sementara mereka makan, Pupa membisik sesuatu ke Narinare.

“He, tadi waktu mau ambil air untuk orang itu, saya mendapat mata air yang baru!” Katanya.

“Oya….dimana tempatnya”? Tanya Narinare.

“Tempatnya dimata air yang kecil itu. Di sampingnya ada muncul air yang baru!” kata Pupa.

Pagi harinya, Pupa pergi ke mata air yang kecil itu dan memberi tanda larangan dengan rumput dari hutan, alang-alang (Siruk).

Beberapa hari kemudian, Pupa pergi berburu lagi ke hutan belantara. Ia menyusuri lembah-lembah curam, bukit-bukit terjal, di hutan belantara. Telinga, mata, dan penciumannya terus mewaspadai binatang buruannya.

Di saat Pupa berburu, tiba-tiba ia menemukan sungai yang sangat lebar dengan air yang dingin, melimpah ruah (konon, kali itu dikenal dengan kali baliem). Ia sangat terkejut karena ada kali yang indah, dengan air yang melimpah. Maka ia segera kembali kerumah untuk memberi tahukan informasi itu kepada Narinare.

“Saya menemukan sebuah kali yang sangat besar!!” katannya dengan tergopoh-gopoh kepada Narinare.

“Oya, dimana kamu temukan kali itu?” tanya Narinare penasaran.

“Waktu saya berburu di hutan, dan saya terus berjalan sampai ke dalam, tiba-tiba saya bertemu sebuah kali yang sangat indah dengan air yang sangat melimpah!” Pupa menceritakan kepada saudarannya.

Narinare mendengar itu, ia agak mengerutkan dahinya.

“Sobat ko harus tahu, kali itu milik orang tua saya!” Katanya kemudian.

Pupa terkejut mendengar jawaban Narinare. Pupa kurang percaya dengan jawaban Narinare itu.

“Ah…kamu pasti bohong. Dimana tanah orang tuamu?” kata Pupa tidak percaya.

“Benar, keluarga saya memiliki tanah disekitar itu. Maka sungai itupun milik kami. Maka, kamu tidak boleh macam-macam dengan sungai itu!” kata Narinare agak marah.

“Apa…!? Macama-macam!? Kamu harus tahu ya, sungai itu saat ini sayalah yang menemukannya. Maka sungai itu milik keluarga saya!!” Kata Pupa sambil berdiri dan berkacak pinggang.

Perselisihan antara Pupa dan Narinare berkaitan dengan kali Baliem itu pun tak terhindarkan. Perkelahian tak terhelakan. Mereka akhirnya berpisah dan bermusuhan.

Masalah ini tersiar sampai ke keluarga masing-masing. Perang suku pun tak terhindarkan. Anak panah berterbangan ke arah lawan. Satu dua anak panah menancap di paha, dada, perut para penyerang maupun yang di serang. Banyak yang jadi korban. Tidak sedikit yang luka-luka. Tidak sedikit pula yang terbunuh. Perang pun semakin panas.

Kepala-kepala suku pun mulai berunding. Mereka memanggi semua orang yang terlibat untuk berbicara tentang kali Baliem. Melalui perundingan yang sangat alot, akhirnya di putuskan bahwa kali Baliem di serahkan kepada pihak yang berjuang yakni Pupa.

Kata sepakat didapat. Pesta perdamaian pun diadakan. Babi-babi gemuk menjadi tumbal perdamaian. Perempuan maupun laki-laki, tua maupun muda, mereka sibuk dengan acara perdamaian. Ada yang mencari kayu, ada yang mencari sayur, ada yang membersihkan ubi, dan ada pula yang memotong babi. Barapen (bakar batu) pun dibuat. Mereka duduk dalam kelompok dan menikmati daging babi barapen sebagai sarana perdamaina. Akhirnnya mereka pun bersatu kembali, hudup dengan aman dan damai.

* Masyarakat Lembah Baliem mempercayai bahwa Pupa adalah kaum laki-laki, sedangkan Narinare adalah kaum perempuan. Pupa adalah seorang penguasa dalam keluarga, sedangkan Narinare seorang wanita yang tidak punya kuasa. Wanita dihadapan laki-laki tidak punya kuasa apa-apa. Wanita berada ditangan kaum laki-laki. Kepercayaan ini masih dianut oleh orang-orang tua hingga sekarang.

 

 

sumber:

  1. Pacebro (https://pacebro.net/2018/04/pupa-dan-narinare-dari-lembah-baliem/)

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline