Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Legenda Papua Papua
Pulau Poiru dan Empat Klan Besar
- 3 Mei 2018

Manarbew adalah seorang anak lelaki periang. Usianya sekitar delapan tahun. Ibunya bernama Insoraki, dan kakeknya seorang panglima bernama Rumbarak. Mereka hidup damai di sebuah perkampungan di Pulau Wundi.

Beberapa bulan ini Manarbew gelisah. Ia bertanya-tanya tentang ayahnya, yang belum pernah ia lihat semenjak lahir. Manarbew kecewa pada ibunya, karena tidak bisa memberi jawaban pasti.

Ia lalu memberanikan diri bicara kepada kakeknya. “Kakek, aku ingin tahu siapa ayahku. Maukah kakek membantuku mencari ayahku?” kata Manarbew.

Panglima Rumbarak menatap cucunya dengan kasih sayang. “Baiklah, Manarbew. Kakek akan mengadakan pesta tari. Kau harus mengenali ayahmu sendiri. Sebab, kakek dan ibumu tidak pernah tahu siapa ayahmu.”

“Kenapa begitu?”

“Semua terjadi karena keajaiban. Ketika ibumu mandi di pantai, ia menyentuh buah mars yang mengapung-apung di dekatnya. Itu membuat ibumu mengandung.”

“Apakah aku keturunan buah mars?”

“Entahlah, Manarbew. Kita harus mengadakan pesta untuk mengetahuinya.”

Pesta besar pun dilaksanakan.Semua lelaki di perkampungan itu diundang. Mereka memukul tifa dan menyanyikan wor. Panglima Rumbarak mengelompokkan tamu-tamunya berdasarkan usia.

Kelompok pertama adalah para pemuda yang belum menikah. Manarbew ditemani ibu dan kakeknya mengenali mereka satu per satu.

“Tidak ada ayahku di kelompok ini,” kata Manarbew.

Ia lalu menghampiri kelompok kedua, yaitu para lelaki yang sudah menikah. Manarbew memperhatikan mereka dengan saksama. Namun ia belum juga menemukan ayahnya.

Tinggal satu kelompok lagi.  Kelompok ketiga adalah para lelaki tua renta. Manarbew memperhatikan mereka satu per satu.

“Kakek, Ibu, lihatlah lelaki di sana itu. dia ayahku,” kata Manarbew girang.

“Siapa dia, Manarbew?” tanya Insoraki khawatir sekaligus penasaran.

“Itu, lelaki tua yang tubuhnya penuh kudis. Ia membawa tongkat dan seikat daun pengusir lalat. Ayahku itu bernama Manarmakeri.”

Manarbew tahu, ibu dan kakeknya sangat kecewa mendengar jawabannya. Demikian pula semua penduduk kampung. Mereka tidak terima Insoraki yang cantik mendapatkan suami tua renta. Apalagi tubuhnya amis karena penuh kudis.

Pesta tari berubah kacau. Manarbew menyaksikan semua penduduk berbondong pergi dengan perahu. Mereka tidak suka Insoraki menikah dengan Manarmakeri. Bahkan Panglima Rumbarak juga pergi membawa semua barang-barangnya. Tak satu pun perahu tertinggal. Perkampungan menjadi sepi. Penghuninya hanya Manarbew dan kedua orangtuanya.

Sejak itu Manarbew melihat ibunya selalu murung dan sangat sedih. Lalu, pada suatu sore ayahnya memanggil Manarbew.

“Jagalah ibumu, Manarbew. Ayah akan pergi sebentar. Tetaplah di sini sampai ayah kembali.”

“Baik, Ayah.”

Manarbew lalu bermain-main sendiri di halaman rumah. Sedangkan ibunya duduk termenung. Mereka tidak berbicara apa-apa sampai hari hampir gelap. Manarbew berhenti bermain ketika melihat seorang lelaki gagah di kejauhan. Tampak lelaki itu tersenyum dan berjalan kearahnya.

“Apakah kau ayahku?” tanya Manarbew ketika mereka dekat. Manarbew masih bisa mengenali tongkat ayahnya, meskipun tubuh dan wajah lelaki itu sudah berubah.

“Ya, Manarbew. Aku ayahmu.”

“Bagaimana Ayah bisa berubah wujud?”

“Ini rahasia kehidupan, Manarbew. Ayah pergi ke suatu tempat bernama Kaweri. Di sana Ayah membuat api dari tumpukan kayu besi. Kemudian Ayah membakar kudis di sekujur tubuh ayah dengan api itu.”

“Aku akan memberi tahu ibu, bahwa ayah sudah berubah menjadi lelaki gagah dan tampan.”

Setelah Manarbew menceritakan kejadian itu, ternyata ibunya masih bersedih. Manarbew tak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya mendengarkan percakapan kedua orangtuanya.

“Kenapa baru sekarang kau menampakkan wujudmu yang tampan?” tanya Insoraki kepada suaminya.

“Apa kau tidak suka?” Manarmakeri balik bertanya.

“Tidak ada gunanya lagi. Semua orang sudah pergi. Aku kehilangan keluarga dan teman-temanku.”

“Jangan khawatir, Insoraki. Kita akan menyusul mereka,” jawab Manarmakeri.

Kemudian, Manarbew melihat ayahnya menggores-goreskan tongkat di atas pasir. Ayahnya menggambar perahu kurares yang megah. Gambar itu lalu berubah menjadi perahu yang sebenarnya. Mereka pun berlayar ke Pulau Yapen, menyusul keluarga dan para penduduk.

Ternyata, kehadiran Manarbew dan kedua orangtuanya tidak membuat penduduk senang. Bahkan Panglima Rumbarak juga menolak kehadiran mereka. Manarbew melihat ibunya semakin sedih.

Tapi ayahnya pandai menghibur. Mereka pun melanjutkan berlayar hingga tiba di Pulau Numfor.

“Ayah, udara di sini sangat panas. Aku tidak tahan,” kata Manarbew.

“Ayah tahu.  Kita perlu udara yang sejuk.”

Manarbew melihat ayahnya melemparkan batu poiru ke kejauhan. Kemudian terjadilah keajaiban. Batu poiru itu berubah menjadi sebuah pulau yang indah dengan udara yang sejuk. Pulau itu lalu diberi nama Pulau Poiru.

Manarbew sangat senang. Ia membantu ayahnya menanam empat pohon baru di Pulau Poiru. Dari empat pohon itulah muncul empat klan besar, yaitu: Anggraidifu, Rumansara, Rumberpon, dan Rumberpur. Mereka hidup damai hingga sekarang.

 

Sumber: http://indonesianfolktales.com/id/book/pulau-poiru-dan-empat-klan-besar/

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline