Manarbew adalah seorang anak lelaki periang. Usianya sekitar delapan tahun. Ibunya bernama Insoraki, dan kakeknya seorang panglima bernama Rumbarak. Mereka hidup damai di sebuah perkampungan di Pulau Wundi.
Beberapa bulan ini Manarbew gelisah. Ia bertanya-tanya tentang ayahnya, yang belum pernah ia lihat semenjak lahir. Manarbew kecewa pada ibunya, karena tidak bisa memberi jawaban pasti.
Ia lalu memberanikan diri bicara kepada kakeknya. “Kakek, aku ingin tahu siapa ayahku. Maukah kakek membantuku mencari ayahku?” kata Manarbew.
Panglima Rumbarak menatap cucunya dengan kasih sayang. “Baiklah, Manarbew. Kakek akan mengadakan pesta tari. Kau harus mengenali ayahmu sendiri. Sebab, kakek dan ibumu tidak pernah tahu siapa ayahmu.”
“Kenapa begitu?”
“Semua terjadi karena keajaiban. Ketika ibumu mandi di pantai, ia menyentuh buah mars yang mengapung-apung di dekatnya. Itu membuat ibumu mengandung.”
“Apakah aku keturunan buah mars?”
“Entahlah, Manarbew. Kita harus mengadakan pesta untuk mengetahuinya.”
Pesta besar pun dilaksanakan.Semua lelaki di perkampungan itu diundang. Mereka memukul tifa dan menyanyikan wor. Panglima Rumbarak mengelompokkan tamu-tamunya berdasarkan usia.
Kelompok pertama adalah para pemuda yang belum menikah. Manarbew ditemani ibu dan kakeknya mengenali mereka satu per satu.
“Tidak ada ayahku di kelompok ini,” kata Manarbew.
Ia lalu menghampiri kelompok kedua, yaitu para lelaki yang sudah menikah. Manarbew memperhatikan mereka dengan saksama. Namun ia belum juga menemukan ayahnya.
Tinggal satu kelompok lagi. Kelompok ketiga adalah para lelaki tua renta. Manarbew memperhatikan mereka satu per satu.
“Kakek, Ibu, lihatlah lelaki di sana itu. dia ayahku,” kata Manarbew girang.
“Siapa dia, Manarbew?” tanya Insoraki khawatir sekaligus penasaran.
“Itu, lelaki tua yang tubuhnya penuh kudis. Ia membawa tongkat dan seikat daun pengusir lalat. Ayahku itu bernama Manarmakeri.”
Manarbew tahu, ibu dan kakeknya sangat kecewa mendengar jawabannya. Demikian pula semua penduduk kampung. Mereka tidak terima Insoraki yang cantik mendapatkan suami tua renta. Apalagi tubuhnya amis karena penuh kudis.
Pesta tari berubah kacau. Manarbew menyaksikan semua penduduk berbondong pergi dengan perahu. Mereka tidak suka Insoraki menikah dengan Manarmakeri. Bahkan Panglima Rumbarak juga pergi membawa semua barang-barangnya. Tak satu pun perahu tertinggal. Perkampungan menjadi sepi. Penghuninya hanya Manarbew dan kedua orangtuanya.
Sejak itu Manarbew melihat ibunya selalu murung dan sangat sedih. Lalu, pada suatu sore ayahnya memanggil Manarbew.
“Jagalah ibumu, Manarbew. Ayah akan pergi sebentar. Tetaplah di sini sampai ayah kembali.”
“Baik, Ayah.”
Manarbew lalu bermain-main sendiri di halaman rumah. Sedangkan ibunya duduk termenung. Mereka tidak berbicara apa-apa sampai hari hampir gelap. Manarbew berhenti bermain ketika melihat seorang lelaki gagah di kejauhan. Tampak lelaki itu tersenyum dan berjalan kearahnya.
“Apakah kau ayahku?” tanya Manarbew ketika mereka dekat. Manarbew masih bisa mengenali tongkat ayahnya, meskipun tubuh dan wajah lelaki itu sudah berubah.
“Ya, Manarbew. Aku ayahmu.”
“Bagaimana Ayah bisa berubah wujud?”
“Ini rahasia kehidupan, Manarbew. Ayah pergi ke suatu tempat bernama Kaweri. Di sana Ayah membuat api dari tumpukan kayu besi. Kemudian Ayah membakar kudis di sekujur tubuh ayah dengan api itu.”
“Aku akan memberi tahu ibu, bahwa ayah sudah berubah menjadi lelaki gagah dan tampan.”
Setelah Manarbew menceritakan kejadian itu, ternyata ibunya masih bersedih. Manarbew tak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya mendengarkan percakapan kedua orangtuanya.
“Kenapa baru sekarang kau menampakkan wujudmu yang tampan?” tanya Insoraki kepada suaminya.
“Apa kau tidak suka?” Manarmakeri balik bertanya.
“Tidak ada gunanya lagi. Semua orang sudah pergi. Aku kehilangan keluarga dan teman-temanku.”
“Jangan khawatir, Insoraki. Kita akan menyusul mereka,” jawab Manarmakeri.
Kemudian, Manarbew melihat ayahnya menggores-goreskan tongkat di atas pasir. Ayahnya menggambar perahu kurares yang megah. Gambar itu lalu berubah menjadi perahu yang sebenarnya. Mereka pun berlayar ke Pulau Yapen, menyusul keluarga dan para penduduk.
Ternyata, kehadiran Manarbew dan kedua orangtuanya tidak membuat penduduk senang. Bahkan Panglima Rumbarak juga menolak kehadiran mereka. Manarbew melihat ibunya semakin sedih.
Tapi ayahnya pandai menghibur. Mereka pun melanjutkan berlayar hingga tiba di Pulau Numfor.
“Ayah, udara di sini sangat panas. Aku tidak tahan,” kata Manarbew.
“Ayah tahu. Kita perlu udara yang sejuk.”
Manarbew melihat ayahnya melemparkan batu poiru ke kejauhan. Kemudian terjadilah keajaiban. Batu poiru itu berubah menjadi sebuah pulau yang indah dengan udara yang sejuk. Pulau itu lalu diberi nama Pulau Poiru.
Manarbew sangat senang. Ia membantu ayahnya menanam empat pohon baru di Pulau Poiru. Dari empat pohon itulah muncul empat klan besar, yaitu: Anggraidifu, Rumansara, Rumberpon, dan Rumberpur. Mereka hidup damai hingga sekarang.
Sumber: http://indonesianfolktales.com/id/book/pulau-poiru-dan-empat-klan-besar/
BAHAN-BAHAN 1 ikat kangkung bumbu halus : 5 siung bawang merah 2 siung bawang putih 2 butir kemiri 1 sdt ketumbar bubuk seruas kencur aromatic : 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 btg sereh seruas lengkuas,geprek seasoning : 1 sdt garam (sesuai selera) 1/2 sdt kaldu bubuk 1/2 sdm gula jawa sisir 1 sdt gula pasir Rose Brand 1 bungkus santan cair instan Rose Brand 1 liter air 3 sdm minyak goreng untuk menumis CARA MEMASAK: Siangi kangkung cuci bersih,tiriskan Haluskan bumbu Tumis bumbu halus hingga harum dengan secukupnya minyak goreng,masukkan aromatic,masak hingga layu,beri air 1 lt Masukkan kangkung,beri seasoning,aduk rata Koreksi rasa Sajikan Sumber: https://cookpad.com/id/resep/25030546?ref=search&search_term=kangkung
Bahan: 1 buah tomat, potong dadu 2 ekor ikan tongkol ukuran sedang (1/2kg) 1/2 bks bumbu marinasi bubuk 1 sdt bawang putih Secukupnya garam Secukupnya gula 7 siung bawang merah, iris 5 buah cabe rawit, iris 2 batang sereh, ambil bagian putihnya, iris 3 lembar daun jeruk, iris tipis-tipis 1 bks terasi ABC Minyak untuk menumis Secukupnya air Cara memasak: Cuci bersih ikan tongkol. Taburi bumbu marinasi desaku, garam secukupnya, air 2 sdm ke ikan tongkol. Siapkan bahan-bahan. Iris tipis bawang merah, daun jeruk, seret, cabe rawit. Kukus ikan tongkol selama 10 menit. Lapisi dengan daun pisang atau daun kunyit. Boleh jg tidak d lapisi. Setelah ikan di kukus, goreng ikan. Tumis bawang merah dan bahan lainnya. Masukkan terasi yg telah dihancurkan. Setelah matang, masukkan ikan yang telah digoreng. Aduk hingga rata. Sajikan dengan nasi hangat. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/24995999?ref=search&search_term=dabu+dabu
Bahan-bahan Porsi 2 orang Bumbu Ikan bakar : 2 ekor ikan peda 1 sdm kecap 1/2 sdm Gula merah 1/2 sdt garam Minyak goreng Bahan sambal dabu-dabu : 7 buah cabe rawit merah, iris kecil 1 buah tomat merah, iris dadu 3 siung bawang merah,iris halus 2 lembar daun jeruk, buang tulang tengah daun, iris tipis 2 sdm minyak goreng panas Cara Membuat: Marinasi ikan dengan air perasan jeruk nipis dan garam secukupnya, diamkan 20 menit, kemudian panggang diatas teflon(aku di happycall yang dialasi daun pisang) sesekali olesi minyak plus bumbu ke ikannya(aku pakai bumbu kecap dan gula merah) panggang sampai matang. Cara bikin Sambal dabu-dabu : Campurkan semua bahan sambal dabu-dabu ke dalam mangkok kecuali minyak kelapa, panaskan minyak kelapa, kemudian siram diatas sambal tadi, sajikan ikan peda bakar dengan sambal dabu-dabu. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/15232544?ref=search&search_term=peda+bakar
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.