Ritual
Ritual
Pernikahan Maluku Maluku
Prosesi Pernikahan Adat Maluku
- 10 Juli 2018

Berikut adalah proses pernikahan adat Maluku:

Upacara Ijab Kabul

Upacara ini dilangsungkan di kediaman mempelai pria, yang sudah mengenakan pakaian pengantin secara lengkap yaitu destar, jubah, dan gamis, dilengkapi dengan keris yang diselipkan di pinggang bagian depan. Disesuaikan dengan perubahan zaman, pengantin pria sekarang mengenakan selop sebagai alas kaki. Sedangkan pengantin wanita yang tinggal di rumahnya sendiri memakai koci-koci, terdiri dari pasangan sarung dan semacam baju kurung yang diberi ikat pinggang, berselendang dan di bagian lehernya dihiasi semacam penutup yang melingkar menutupi pundak hingga punggung. Ditinjau dari bentuk hiasan kepalanya, dapat dikatakan bahwa hal ini sudah dipengaruhi oleh kebudayaan cina.

Jenis pakaian pengantin yang dikenakan pada asal mulanya ditentukan oleh tingkatan derajat dari pengantin. Namun tentu saja peraturan semacam ini sudah tidak berlaku lagi. Setiap pasangan yang akan menikah berhak untuk memilih jenis pakaian yang akan mereka kenakan sesuai selera mereka masing-masing.

Usai upacara ijab kabul, kedua mempelai diantar ke rumah mempelai wanita oleh kerabat, handai tolan dan teman-teman dekat pria maupun wanita. Dan pada kesempatan ini pihak keluarga mempelai pria membawa hantaran peralatan adat yang disebut ngale-ngale yang dimaksudkan sebagai barang-barang persembahan bagi mempelai wanita (semacam upacara seserahan dalam adat Sunda) yang terdiri dari:

Kai Ma Ija (mas kawin) berupa sejumlah uang atau seperti yang telah disepakati sebelumnya oleh kedua belah pihak) dibungkus kantung putih yang dijahit rapat, diibaratkan sebagai kemurnian kehormatan mempelai wanita. Kemudian kantung berisi uang tersebut dimasukkan dalam kotak yang dilapis kain putih, melambangkan bahwa mempelai wanita berasal dari naungan keluarga baik-baik. Pembawa kotak berisikan uang yang diletakkan di atas baki dengan penutup kain sutera ini adalah seorang gadis kecil yang didandani dengan pakaian adat.

Gogoro Ma Pake: baki yang diisi dengan perlengkapan wanita dan perhiasannya antara lain 1 helai kain sutera, 1 helai kebaya sutera, 1 helai kerudung putih, 1 set perhiasan dari emas atau perak (giwang, kalung, cincin, bros dan lain-lain). Juga kini dilengkapi dengan sepasang selop.

Kaha Ma Jojobo, yang terdiri dari: 1 rumpun rumput fartogu dengans edikit tanahnya, 1 botol (carrave) air murni (dari sumur), sebuah piring dari beling berwarna putih berisikan segenggam beras yang telah diberi warna kuning, putih, dan merah (beras populak), yang berarti adanya umat manusia yang beraneka warna/ragam, bunga dari lilin yang berarti sinar kasih abadi atau yang dimaksud sebagai lambang penerangan abadi dalam hidup kedua mempelai.

Semua barang ini pun diletakkan diatas baki. Setelah iring-iringan mempelai pria tiba di depan rumah mempelai wanita, dimulai pula rangkaian upacara selanjutnya yang disebut:

Gere Se Doniru yang diawali dengan:

Upacara yang dilangsungkan begitu iringan mempelai pria tiba di pintu depan rumah dan pintu kamar mempelai wanita yang dihalangi oleh beberapa pemuda pemudi yang disebut Fati Ngara yang harus di “bujuk” dengan “ngara mo ngoi” taburan uang receh sesuai dengan kemampuan oleh pemuda pemudi pengiring mempelai pria, kepada Fati Ngara agar mereka berkenan membukakan pintu rumah mempelai wanita. Hal yang sama akan diulang lagi di muka pintu pintu kamar mempelai wanita.

Jika mempelai pria beserta rombongan berhasil melalui kedua pintu tadi, maka mereka akan tiba dimuka mempelai wanita yang didudukkan di pelaminan dengan bertiraikan kelambu. Kelambu baru akan dibuka setelah iringan mempelai pria menaburkan uang receh yang disebut “Guba Ma Ngoi”.

Upaca memberi uang dilaksanakan kembali pada waktu mempelai pria akan membuka kukudu (penutup kepala) mempelai wanita, dan upacara ini disebut Ngongoma Bubi. Dilanjutkan pengusapan ubun-ubun mempelai wanita, dengan telapak tangan kanan mempelai pria lambang tanda penerimaan yang sah dari suami terhadap istrinya. Aati lain dari gerakan ni adalah saling membatalkan “wudhu” yang dilakukan kedua mempelai guna melakukan shalat, sebelum upacara pernikahan dilangsungkan. Kemudian disambungkan dengan mendudukan mempelai pria di sebelah kiri wanitanya, sehingga kedua sejoli duduk berdampingan. Sesudah itu keris yang terselip di pinggang pria diambil dan dihunus dari sarungnya. Sarung keris diletakkan di pangkuan mempelai wanita dengan tangan kirinya tetap menggenggamnya, sedang tangan kanan menggenggam hulu keris yang diletakkan di pangkuannya sendiri. Tindakan ini melambangkan penyerahan jiwa untuk sehidup semati dari kedua belah pihak.

 

Upacara Doa Selamat dan Makan Saro

Upacara ini dimulai dengan mempersilahkan tetua keluarga dan tamu-tamu kehormatan untuk duduk bersama kedua mempelai di meja makan perhelatan yang di atasnya telah dihidangkan:

Jaha se-kusuang yang ditata berderet sepanjang meja, diapit oleh 4 piring ikan yang diolah dengan 4 macam bumbu, 4 piring terong goreng, sepiring masakan daging dan sepiring boboto.

Bentuk jaha dan kukusan menggambarkan keadaan alam Maluku Utara yang terdiri dari gunung-gunung dan pulau-pulau, sedangkan ikan dan sayuran melambangkan kekayaan laut dan daratan.

Empat macam bumbu yang digunakan untuk memasak ikan menunjukkan bahwa penduduk asli Maluku Utara terdiri dari 4 soa, yaitu: 

Soa sio, Sangaji, Soa Heku dan Soa Cim.

Sedangkan daging dan boboto adalah jenis masakan yang muncul disebabkan oleh pengaruh dari luar (para pendatang). Dilanjutkan dengan Saro-saro yang berarti doa dengan isyarat (tanpa suara), dilakukan dengan pengibaratan memberi makanan yang mempunyai arti pengharapan-pengharapan (doa) dari para tetua keluarga kepada kedua mempelai. Selamanya upacara ini berlangsung, tamu-tamu yang hadir dalam dalam pesta tak henti-hentinya menyerukan kata “saro”.

 

Upacara Joko Kaha

Adalah lanjutan dari upacara makan Saro, yang melambangkan doa permohonan restu dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala, termasuk bumi, pohon, rerumputan, perairan, sungai dan danau yang diibaratkan dengan meletakkan ibu jari kaki kanan kedua mempelai di atas gofu fartogu, lalu menyiramnya dengan air murni yang dituangkan dari botol (carrave) yang dibawa oleh iringan mempelai pria sebelumnya.

 

Upacara Suba Kiye Se Kolano

Dilakukan dengan menghadapkan kedua mempelai ke empat penjuru: Barat, Timur, Utara dan Selatan sebagai tanda penghormatan kepada kolano negeri dan sumber angin.

Setelah upacara-upacara adat selesai, tamu dipersilakan makan, lalu acara berlanjut dengan menari bersama diiringi musik tradisional dan nyanyian rakyat Maluku Utara yang bernada gembira. Para tamu yang hadir dalam acara ini turut pula berpartisipasi. Demikianlah upacara pernikahan adat Maluku Utara. Semoga dapat memberikan wawasan bagi kita semua, bahwa kita memiliki beraneka budaya yang pantas untuk tetap kita jaga kelestariannya.

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline