|
|
|
|
Prosesi Perkawinan Masyarakat Bugis Tanggal 25 Dec 2015 oleh Fahri Ardiansyah. |
Menurut pandangan orang Bugis, perkawinan bukan sekedar menyatukan dua mempelai dalam hubungan suami-istri, tetapi perkawinan merupakan suatu upacara yang bertujuan untuk menyatukan dua keluarga besar yang telah terjalin sebelumnya menjadi semakin erat atau dalam istilah orang Bugis mappasideppe mabelae atau mendekatkan yang sudah jauh (Pelras 2006:178).
Upacara perkawinan dalam suku Bugis disebut Mappabotting sementara itu istilah perkawinan dalam suku bugis disebut siala yang mempunyai arti saling mengambil satu sama lain. Perkawinan adalah ikatan timbal balik antara dua manusia berlainan jenis kelamin untuk menjalin sebuah hubungan kekeluargaan. Istilah perkawinan dalam suku Bugis juga bisa disebut mabinne berarti menanam benih, maksudnya menanam benih dalam kehidupan rumah tangga.
Nonci (2002:3) mengatakan bahwa tata cara pernikahan adat suku bugis diatur sesuai dengan adat agama, sehingga merupakan rangkaian upacara yang menarik, penuh tata karma dan sopan santun serta saling menghargai. Bugis-Makassar untuk menunjukkan posisinya dalam masyarakat dengan menjalankan ritual-ritual serta mengenakan pakaian-pakaian, perhiasan, dan berbagai pernak-pernik tertentu sesuai dengan kedudukan sosial mereka dalam masyarakat. Selain itu Millar (2009:1) mengatakan bahwa di masyarakat Bugis, acara-acara pernikahan menjadi tempat yang paling jelas mempertontonkan standar-standar baru bagi status sosial.Oleh karena itu, tak jarang sebuah keluarga menjadikan pesta perkawinan sebagai ajang untuk meningkatkan status sosial mereka.
Berikut adalah prosesi perkawinan masyarakat Bugis.
Mabbaja laleng berasal dari kata mabbaja‘membabat’ dan laleng ‘jalan’. Prosesi ini dilakukan untuk mencari tau tentang status sang gadis yang akan dilamar. Caranya yakni melalui seseorang yang dekat dengan keluarga gadis tersebut dan bertanya mengenai gadis tersebut, bahkan sering menggunakan bahasa kiasan. Apabila setelah hasil penyelidikan belum ada yang mengikatnya maka selanjutnya pihak keluarga laki-laki mengutus beberapa orang terpandang, baik dari kalangan keluarga maupun dari kalangan luar lingkungan keluarga untuk datang menyampaikan lamaran (madduta atau masuro).
Madduta artinya pihak laki-laki mengirim utusan untuk mengajukan lamaran untuk gadis tersebut. Dalam melakukan lamaran orang harus berhati-hati dan bijaksana, harus pandai membawakan diri agar orang tua gadis tidak tersinggung.
Acaramappettu ada (memutuskan kata) ini sangat penting, karena waktu inilah yang digunakan untuk merundingkan dan memutuskan segala sesuatu yang bertalian dengan upacara perkawinan antara lain:
a. Tanra esso (penentuan hari)
b. Balanca (uang belanja)/ dui menre (uang naik)
c. Sompa (mas kawin).
Rombongan pappettu ada (pemutus kata) ini terdiri dari lelaki dan perempuan yang masing-masing berpakaian adat yang didpimpin oleh orang yang dianggap tua, mereka disambut dengan sebaik-baiknya oleh keluarga pihak wanita.
Mappacci berasal dari nama daun pacar (pacci) yang dapat di artikan paccing, yaitu berarti bersih. Dengan demikian prosesi mappacci mempunyai makna membersihkan (mappaccing) yang dilakukan oleh kedua pihak (laki-laki dan perempuan).
Dahulu di kalangan bangsawan, acara mappacci ini dilaksanakan tiga malam berturut-turut, akan tetapi saat ini acara mappacci dilaksanakan satu malam saja, yaitu sehari sebelum upacara perkawinan. Konon kabarnya prosesi mappacci hanya dilaksanakan oleh kaum bangsawan dan sekarang umumnya masyarakat Bugis melaksanakan prosesi mappacci ini.
Pengantin laki-laki meninggalkan rumah bersama pengiringnya, setelah terlebih dahulu beberapa orang lain terdiri dari laki-laki dan perempuan dengan membawa erang-erang. Pengantin laki-laki menuju rumah pengantin perempuan untuk melaksanakan akad nikah.
Madduppa berarti menyambut, dimana prosesinya berupa penyambutan pihak perempuan dengan symbol membuang beras kepada iring-iringan pihak laki-laki, yang bermakna kesuburan untuk segala hal (ekonomi, keturunan, rukun)dan diharapkan menjadi keluarga sakinah mawaddah warahma.
Dilakukan pada hari yang sama mappenre botting dan mappatudang. Harus dihadiri oleh pihak pemerintah (KUA untuk muslim dan catatan sipil untuk non muslim). Yang melakukan ijab Kabul biasanya orang tua (bapak) pengantin atau diwakili oleh wali perempuan danada saksi minimal 2 (dua) ornag dari masing-masing pihak pengantin.
Setelah akad nikah pengantin laki-laki diantar ke tempat pengantin wanita untuk ipasikarawa. Mappasikarawa berarti mempersentuhkan, yang berasal dari kata karawa (sentuh). Dalam artian bahwa pengantin laki-laki dan wanita untuk pertama kalinya saling bersentuhan. Biasanya yang dipegang adalah ubun-ubun atau leher bagian belakang, maknanya ialah agar istri tunduk kepada suaminya.
Mappatudang berasal dari kata tudang yang berarti duduk dan botting (pengantin). Prosesi ini berupa pengantin dinaikkan ke pelaminan.
Pada hari yang telah disepakati dan setelah penjemput dari pihak pengantin laki-laki datang menjemput, berangkatlah pasangan pengantin baru ini ke rumah mertuanya. Acara mengunjungi mertuan ini disebut marola.
Sumber :
Millar, Susan Bolyard. 2009. Perkawinan Bugis: Refleksi Status Sosial dan Budaya di Baliknya. Makassar: Ininnawa.
Nonci. 2002. Upacara Adat Istiadat Masyarakat Bugis. Makassar: CV Karya Mandiri Jaya.
Saleh, N. A. 1997. Sistem Upacara Perkawinan Adat Bugis Makassar Sulawesi Selatan. Ujung Pandang: Balai Pustaka Sejarah dan Nilai Tradisional.
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |