Batu berbentuk alat kelamin pria ini terdapat di atas bukit, tepatnya di desa Sidomukti, kecamatan Sekampung, kabupaten Lampung Timur.Phallus Sidomukti terbuat dari batu andesit. Posisi phallus berdiri agak condong ke arah utara, dimana bagian dasarnya ditanam di dalam tanah dan diperkuat oleh susunan batu kali yang berfungsi untuk menahan phallus agar dapat berdiri tegak. Phallus Sidomukti tidak silindris penuh, tetapi agak pipih.
Bagian atas phallus terpancung, sehingga bukan lancip tapi datar. Pengerjaannya sangat halus, alat kelamin pria digambarkan hampir secara naturalis. Permukaan phallus berwarna kehijauan diakibatkan oleh lumut. Phallus Sidomukti mempunyai dimensi tinggi 40 cm, diameter bagian bawah 28 cm, diameter bagian atas 20 cm.
Tradisi megalitik mulai berkembang sejak manusia meninggalkan pola hidup berpindah-pindah dengan mata pencaharian berburu dan mengumpulkan makanan, ke pola hidup menetap dengan mata pencaharian bercocok tanam dan beternak. Tradisi megalitik ditandai dengan adanya ketergantungan manusia pada alam serta kepercayaan adanya kehidupan setelah mati. Selain itu, manusia pada masa itu menganggap bahwa segala sesuatu di muka bumi ada penjaganya.
Pola hidup bercocok tanam dan beternak merupakan ciri utama masyarakat pendukung tradisi megalitik. Kehidupan bermasyarakat pada umumnya bersifat hirarkis, ada pekerja di ladang atau persawahan, serta ada pula yang mengatur dan mengkoordinir masyarakat. Sistem sosial masyarakat seperti ini berusaha selalu menjaga keharmonisasiannya. Selain itu, yang terpenting adalah menjaga keharmonisasian dan memberi penghormatan kepada dewa-dewi atau para leluhur mereka yang telah meninggal. Mereka menganggap arwah para leluhur memiliki kekuatan adikodrati terhadap semua yang ada di muka bumi (Juliadi, 2004).
Segala bentuk penghormatan terhadap para dewa serta para leluhur akan selalu dilakukan dengan harapan akan didapat keberhasilan yang melimpah pada panen berikutnya. Apa yang dipersembahkan kepada para dewa dan leluhur dikaitkan dengan sumber kehidupan untuk menjaga kelestarian siklus kesuburan dalam tatanan alam.
Masyarakat pendukung tradisi megalitik meyakini jika terjadi peristiwa alam yang tidak pasti dan datang secara tiba-tiba, seperti banjir, merebaknya hama tanaman, gunung meletus dan lain sebagainya, dianggap sebagai tanda atau simbol ketidakseimbangan antara yang hidup dan yang telah mati, antara dunia bawah dan dunia atas, antra mikrokosmos dan makrokosmos (Juliadi, 2004).
Akumulasi dari berbagai peristiwa alam tersebut memunculkan kepercayaan akan adanya kekuatan lain diluar jangkauan akal manusia, yang bersifat gaib dan supranatural. Konsep pengetahuan seperti itu membuat mereka, masyarakat pendukung budaya megalitik, mencari dan melakukan aktivitas ritual sebagai bentuk penyampaian pesan.
Salah satu aktualisasi proses aktivitas ritual dalam tradisi megalitik adalah pendirian bangunan-bangunan megalitik. Di tempat-tempat bangunan megalitik berdiri inilah dilakukan ritual dalam bentuk pemujaan terhadap arwah nenek moyang. Berbagai macam bentuk bangunan peninggalan tradisi megalitik, tersebar hampir di seluruh wilayah Nusantara. Tinggalan tradisi megalitik tersebut antara lain berupa kubur batu, menhir, dolmen, lumpang batu, batu bergores, batu dakon, teras berundak, arca megalitik, arca menhir, serta beberapa bangunan tradisi megalitik dengan penamaan local seperti waruga, pandusa, kalamba, sarkofagus, dan lain-lain (Juliadi, 2004).
Yang menarik untuk dikaji adalah adanya temuan tradisi megalitik yang bentuknya tidak umum, jika dibandingkan budaya saat ini. Bentuk yang “tidak umum” tersebut menyerupai anatomi alat kelamin laki-laki yang dikenal dengan istilah phallus, seperti Phallus Sidomukti, yang diinterpretasikan sebagai sarana pemujaan. Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa penggambaran alat kelamin dijadikan sebagai media upacara ritual dalam tradisi megalitik.
Menurut Malinowski, proses kehidupan bermasyarakat terbagi menjadi tiga tingkatan. Tingkatan tersebut diawali dengan munculnya situasi-situasi pangkal yang disebut dengan stimulus dan berada di luar diri manusia. Situasi tersebut akan menimbulkan dorongan untuk berbuat, yang akhirnya mengakibatkan adanya reaksi atau respons. Reaksi ini berupa perbuatan tertentu yang dilakukan oleh sekelompok manusia atau masyarakat.
Jika teori tersebut dikaitkan dengan penggambaran alat kelamin dalam tradisi megalitik, maka ketika suatu masyarakat agraris yang menganggap tanah sebagai sumber kehidupannya, saat terjadi panen yang melimpah akan dilihat sebagai stimulus. Pola hidup yang menetap dan adanya keharusan menjaga tanah untuk selalu subur serta panen yang melimpah, maka dirasa perlu untuk memperlakukan tanah garapan sesuai aturan dan tata cara yang telah ditetapkan, agar penjaga dan pemberi kesuburan selalu berkenan memberikan panen yang melimpah.
Dalam tradisi megalitik, mereka mempercayai bahwa para dewa dan leluhur merupakan pemberi kesuburan dan dapat mempengaruhi kehidupan manusia. Menurut kepercayaan mereka, roh para leluhur dapat dipanggil ke dunia pada saat upacara, yang diharapkan dapat memberikan kesuburan dan kesejahteraan. Oleh karena itu, dibuatlah bangunan megalitik dengan bentuk alat kelamin sebagai lambang kesuburan.
Penggambaran alat kelamin merupakan symbol dari kelahiran dan proses penciptaan baru. Simbol kesuburan ini merupakan pesan dari masa lalu, dimana kesuburan dijabarkan dalam pengertian yang luas. Tidak hanya dilihat dari fisiknya saja, tetapi harus ditempatkan dalam kerangka yang lebih luas bahwa symbol tersebut merupakan bentuk interaksi antara dunia bawah dan dunia atas, atau keseimbangan antara makrokosmos dan mikrokosmos (Juliadi, 2004). Kesuburan dalam pengertian yang lebih luas adalah menjaga keseimbangan alam dimana ekosistem lingkungan harus terus dijaga jika ingin alam bersahabat dengan kita, manusia. Phallus Sidomukti telah memberikan pesan kepada kita tentang pentingnya mempertahankan kesuburan, dalam arti yang luas.
Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...
Prajurit pemanah dari komunitas pemanah berkuda indonesia (KPBI) mengikuti Festival Keraton Nusantara 2017. mewakili kesultanan kasepuhan cirebon. PAKAIAN: terdiri dari ikat kepala/ totopong khas sunda jenis mahkuta wangsa. kain sembongb berwarnaungu di ikat di pinggang bersamaan dengan senjata tajam seperti golok dan pisau lalu baju & celana pangsi sunda. dengan baju corak ukiran batik khas sunda di bagian dada. untuk alas kaki sebagian besar memakai sendal gunung, namun juga ada yang memakai sepatu berkuda. BUSUR: sebagian besar memakai busur dengan model bentuk turkis dan ada juga memakai busur model bentuk korea. ANAK PANAH: Semua nya memakai anak panah bahan natural seperti bambu tonkin, kayu mapple & kayu spruce QUIVER (TEMPAT ANAK PANAH): Semua pemanah menggunakan quiver jenis backside quiver atau hip quiver . yaitu quiver yang anak panah di pasang di pinggang dan apabila anak panah di pasang di dalam quiver , nock anak panah menghadap ke belaka...
Prajurit pemanah dari komunitas pemanah berkuda indonesia (KPBI) mengikuti Festival Keraton Nusantara 2017. mewakili kesultanan kasepuhan cirebon. PAKAIAN : terdiri dari ikat kepala/ totopong khas sunda jenis mahkuta wangsa. kain sembong berwarna ungu di ikat di pinggang bersamaan dengan senjata tajam seperti golok ataupun pisau lalu baju & celana pangsi sunda. dengan baju corak ukiran batik khas sunda di bagian dada. untuk alas kaki sebagian besar memakai sendal gunung, namun juga ada yang memakai sepatu berkuda. BUSUR : sebagian besar memakai busur dengan model bentuk turkis dan ada juga memakai busur model bentuk korea. ANAK PANAH : Semua nya memakai anak panah bahan natural seperti bambu tonkin, kayu mapple & kayu spruce QUIVER (TEMPAT ANAK PANAH): Semua pemanah menggunakan quiver jenis backside quiver atau hip quiver . yaitu quiver yang anak panah di pasang di pinggang dan apabila anak panah di pasang di dalam quiver , nock anak panah menghad...
aksi pertunjukan pusaka dan pasukan kesultanan kacirebonan dari balaikota cirebon sampai ke keraton kacirebonan
Para pasukan penjaga keraton Sumedang larang