|
|
|
|
Peurateb Aneuk Tanggal 27 Nov 2018 oleh Deni Andrian. |
Sejumlah peserta menunggu giliran di panggung Lhokseumawe Traditional Festival Culture, Selasa (16/10/2018). Mereka peserta peurateb aneuk, sebutan lain, peuayon aneuk (menidurkan anak). Acara itu digelar di Lapangan Kandang, Kecamatan Muara Dua, Kota Lhokseumawe. "Allah hai dododaidang Seulayang blang ka putoeh taloe Beurijang raye’k muda seudang Tajak bantu prang ta bela Nanggroe Allah hai dododaidang Layang-layang putus tali Cepat besar anak muda Membantu perang bela negara Syair itu mengalun pelan dari murid seorang ibu. Di depannya terdapat ayunan, lengkap dengan boneka yang dibuat seakan-akan seorang bayi. Dibalut persis mirip bayi. Delapan peserta tampil bergantian. Sebagian menggunakan ayunan dengan metode sang ibu duduk, sebagian lagi memilih berdiri sambil mengayun anak, sebagian lainnya memeluk sang bayi sambil bersenandung. “Sudah terbiasa dengan anak sendiri. Jadi tak terlalu ribetlah,” kata seorang peserta, Nur Bayani dari Desa Kuala, Kecamatan Blang Mangat, Kota Lhokseumawe. Syair yang dinyanyikan umumnya berisi pesan moral, etika, dan perjuangan membela negara. Bagi masyarakat Aceh tempo dulu, peurateb aneuk sejenis doktrin sejak dini untuk membela agama, negara dan sesama. Itu pula turun temurun diajarkan pada generasi berikutnya.
Sayangnya, era modern hari-hari ini, kondisi itu berubah. Kaum millenial mulai lupa dengan syair tempo lalu itu. Hal itu dibenarkan salah seorang dewan juri, Ulya Maksum. Dalam even yang dibuka sejak empat hari lalu wajib mengirimkan perwakilan. Khusus peurateb aneuk diikuti delapan peserta dari empat kecamatan yaitu Kecamatan Banda Sakti, Muara Dua, Blang Mangat dan Kecamatan Muara Satu, Kota Lhokseumawe. Wanita paruh baya ini menyebutkan penilaian dititikberatkan pada estetika, kesesuaian syair, makna syair dan properti yang digunakan. “Kali ini kami mewajibkan para peserta untuk mengumpulkan naskah syair yang mereka buat, jadi tim bisa menilai apakah yang dilantunkan sesuai dengan naskah, hal itu menjadi acuan untuk para juri,” jelasnya.
Sebelum tampil mengayun anak, juri mengizinkan peserta untuk tampil layaknya seorang ibu di rumah, semisal menyapu, memandikan anak, menidurkan anak dan banyak hal lain yang dapat dilakukan sembari melantunkan zikir. Sebagai negeri dengan penerapan syariat Islam, sebagian peserta mengayun anak dengan lafaz zikir. Sebagian lagi memadukan antara syair yang ditulis sendiri dengan dipungkasi zikir. Even ini menjadi pererat seni lokal Aceh, agar generasi mileneal paham tradisi dari waktu ke waktu. “Semoga ini menjadi ajak sosialisasi bagi generasi muda,” pungkas Ulya. Mendung menutup langit, di halaman lapangan terbuka itu, beberapa orang penonton berkeliling. Melihat aneka lomba yang diselenggarakan. Malam nanti, even itu resmi ditutup dengan segala kenangan yang ditinggalkannya.
Sumber: https://travel.kompas.com/read/2018/10/17/062100427/melihat-tradisi-peurateb-aneuk-cara-menidurkan-anak-di-aceh
#SBJ
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |