Ritual
Ritual
Ritual Aceh Banda Aceh
Peudame Ureung
- 27 November 2018

Dua wanita berseteru. Istri muda tiba-tiba datang ke rumah istri pertama melabraknya. Adu mulut pun tak dapat dihindari. Keduanya saling mendorong hingga terjatuh. Istri muda bahkan sempat menampar dan merobek baju istri tua.

Keributan itu pun terdengar oleh tetangga. Dua pemuda datang meleraikan pertengkaran itu. Istri tua menangis tersedu-sedu, berniat melaporkan kasus ini kepada Kepolisian. Ia ingin menuntut istri muda itu secara pidana, karena telah membuat keonaran dalam rumah tangga.

Dua pemuda itu lalu menasehati. Persoalan ini jangan dulu dilaporkan langsung ke pihak Kepolisian. Akan tetapi berkoordinasi terlebih dahulu dengan Babinkamtibmas yang ada di gampong ini. Setelah Babinkamtibmas tiba, disarankan agar diselesaikan terlebih dahulu di tingkat kampung bersama masyarakat adat.

Istri tua dari Hafiz pun datang ke kantor kepala desa untuk melaporkan peristiwa itu. Setelah mendapat laporan, pihak perangkat desa lalu membuatlah peradilan adat di gampong dengan menghadirkan seluruh pemangku adat gampong guna mendamaikan konflik keluarga ini.

Setelah melalui peradilan adat gampong. Ternyata Hafiz menikahi istri muda yang berstatus mahasiswi itu tidak sesuai dengan nilai-nilai syariat Islam. Hafiz menikahkan istri muda tanpa diketahui oleh wali. Sehingga pemangku adat meminta untuk mengakhiri hubungan tak sah ini.

Mereka pun berdamai. Namun Hafiz dibebankan membayar uang adat kepada mantan istri muda itu sebesar Rp 4 juta. Mereka pun berdamai, isak tangis pecah dan saling berangkulan meminta maaf.

Begitulah suasana lomba Peudame Ureng (mendamaikan orang yang berkonflik) yang merupakan salah satu cabang budaya dan adat yang diperlombakan pada Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) VII yang berlangsung di Museum Tsunami, Banda Aceh.

Hukum adat Peudame Ureung di tingkat gampong merupakan tradisi yang sudah ada sejak kesultanan Aceh dulu. Pada masa kerajaan Aceh Darussalam, termasuk masa Kerajaan Sultan Iskandar Muda, tradisi ini sudah diterapkan.

Setiap ada sengketa, seperti keribuatan dalam keluarga, konflik pembagian harta, tapal batas, perkelahian dan sejumlah permasalah tindak pidana ringan (Tipiring), bisa diselesaikan di tingkat gampong, tanpa diajukan kepada pengadilan melalui proses hukum positif di Indonesia sesuai dengan Qanun Nomor 8 Tahun 2009 tentang Hukum Adat.

Qanun ini kemudian diperkuat dengan Peraturan Gubernur Aceh (Pergub) Nomor 60 Tahun 2013 tentang tata penyelesaian perselisihan sengketa di gampong. Keberadaan qanun tersebut saat ini cukup kuat, karena sudah memiliki petunjuk teknis (Juknis) dan petunjuk pelaksanaan (Juklak).

Ketua Panitia Lomba Peudame Ureung, T Raja Zulkarnain alias Raja Nagan mengatakan, lomba cara mendamaikan orang ini merupakan salah satu budaya dan adat yang dimiliki masyarakat Aceh sejak masa lalu.

Di lomba ini, para peserta dari masing-masing daerah diminta untuk menunjukkan bagaimana cara mendamaikan kedua kubu yang berseteru dengan menggunakan adat daerah. Misalnya permasalahan pernikahan, sengketa tanah, perkelahian pemuda, dan lain sebagainya.

Raja Nagan menjelaskan, penyelesaian masalah dengan cara adat terasa lebih damai dibandingkan dengan hukum pidana atau penjara. "Sebab kalau orang lepas dari penjara, bisa timbul dendam. Sementara kalau yang di kampung begitu makan bersama (kenduri peudame ureng) sudah saling bersilaturahmi, nah ini perlu dipertahankan," jelasnya.

Kepala Bidang Hukum Adat Majelis Adat Aceh (MAA), Abdurrahman mengatakan, ini merupakan budaya dalam ruang lingkup hukum adat.

"Keseharian sudah dikenal dengan peradilan adat. Cuma dalam konteks PKA disebut Peudame Ureung, intinya sama. Kalau di MAA dikenal istilah peradilan adat," ungkap Abdurrahman.

Peradilan adat ini sebenarnya sudah ada sejak masa Kerajaan Aceh Darussalam. Setiap ada sengketa, konflik di tingkat gampong. Pemangku adat seperti Tuha Peut, Tuha Lapan (sebutan pemangku adat) dan Geuchik (kepala desa) melakukan penyelesaian dengan peradilan adat.

Namun semasa Aceh berkonflik selama 30 tahun lebih, peradilan adat ini kemudian tenggelam. Banyak pemangku adat tidak berani melakukan peradilan adat ini, karena situasi keamanan saat itu sedang tidak menentu.

Usai penandatangan MoU Helsinky di Finlandia pada tanggal 15 Agustus 2005, Serambi Mekkah mulai berdamai antara Pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka. Hukum adat ini kemudian mulai direpitalisasi kembali model penyelesaian sengketa seperti ini.

Untuk memperkuat peradilan adat ini, pemerintah memperkuat melalui regulasi, yaitu lahirnya qanun Nomor 8 Tahun 2009 tentang Hukum Adat. Peradilan adat yang sempat hilang kemudian diberlakukan kembali. Lalu hukum adat ini diperkuat dengan Pergub Nomor 60 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penyelesaian Perselisihan Sengketa di Gampong. Dengan adanya Pergub, maka sudah diatur secara mendatail tata cara pelaksanaannya.

"Ini dilakukan sebenarnya untuk menjaga ketertiban, keamanan, keharmonisan hidup masyarakat di tingkat gampong," ungkapnya.

Menurut Dosen Hukum Adat Universitas Syiah Kuala (Unyiah) ini, perkembangan satu dekade ini, sekitar 15 tahun terakhir usai dikeluarkan regulasi oleh pemerintah. Hukum adat sudah mulai muncul ke permukaan dan mulai diterapkan di gampong-gompong sebagai model penyelesaian perselisihan melalui perangkat adat.

Meskipun ia mengaku hukum adat ini merupakan peninggalan masa Kerajaan Aceh Darussalam tempo dulu. Pada dasarnya, perselisihan di tingkat gampong banyak yang bisa diselesaikan, namun banyak orang yang belum memahaminya.

"Sekarang sudah menjadi instrumen adat dan itu dikuatkan oleh regulasi Aceh menjadi pranata yang kemudian bangkit kembali dan dikembangkan," ungkapnya.

Dalam kasus ada muncul fenomena memandikan orang dengan air comberan yang dianggap bersalah oleh masyarakat. Abdurrahman menyebutkan itu bukanlah hukum adat. Peradilan hukum adat memiliki proses yang ditangani oleh pemangku adat, bukan asal memandikan air comberan.

"Itu bukan hukum adat. Kalau memang mereka dianggap bersalah, maka diserahkan penyelesaiannya pada pemangku adat," jelasnya.

Kendala yang dihadapi

Penerapan hukum adat ini bukan tidak memiliki kendala. Ada sejumlah benturan-benturan yang dihadapi oleh MAA. Salah satunya adalah terjadi benturan antara peradilan adat dengan penegak hukum dalam aspek pidana, yaitu kepolisian.

Kemudian untuk harmonisasi antara hukum adat dengan aspek pidana. Pemerintah Aceh melakukan terobosan dengan melahirkan Qanun dan Pergub. Lalu agar ada kesepahaman dibuatlah Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Gubernur Aceh, MAA dengan pihak kepolisian.

"Ini suatu perjuangan yang luar biasa untuk memperjuangkan itu," tukas Abdurahman.

Abdurrahman menyebutkan, SKB itu yang kemudian disepakati semua pihak, MAA harus melakukan pembinaan kepada pemangku adat. Kepolisian harus menghormati proses hukum adat ini. Perselisihan yang diatur dalam qanun, bila dilaporkan ke tingkat kepolisian agar dikembalikan terlebih dahulu ke perangkat gampong.

"Tantangan awal itu kesepahaman dengan penegak hukum, kemudian ada pendekatan-pendekatan dan ini bisa cair, mereka di tingkat Polsek sudah sangat memahami ini," tukasnya.

Adapun kendala lain yang dihadapi saat ini adalah kesiapan perangkat adat di tingkat gampong, teruma Sumber Daya Manusia (SDM). Saat ini menurut Abdurahman, pemangku adat banyak muda-muda yang minim pengalaman.

"Tapi MAA terus meningkatkan SDM mereka," jelasnya.

Soal anggaran juga menjadi kendala sebelumnya. Meskipun saat ini, sebutnya, sudah ada Alokasi Dana Gampong (ADG) bisa diplotkan sedikit untuk Peradilan Adat di tingkat gampong.

"Meskipun ini belum maksimal, tetapi setidaknya sudah bisa tertalangi," ungkapnya.

Penyelesaian tidak terdumentasikan

Usai lahirnya regulasi hukum adat di Aceh, banyak kasus-kasus perselisahan dan sengketa di tingkat gampong sudah bisa diselesaikan tanpa harus ke ranah hukum positif. Penyelesaian-penyelesaian melalui peradilan adat, sudah menjadi model saat ini dan dianggap cukup efektif.

"Banyak kasus yang bisa diselesaikan di tingkat gampong. Cuma ada yang terekam, ada yang tidak. Banyak kasus yang diselesaikan itu tidak dicatat. meskipun sekarang sudah mulai ada yang mencatat," lanjutnya.

Menurut Abdurahman, MAA ada beberapa dokumentasi hasil peradilan adat yang didokumentasikan. Namun lebih banyak hanya dokumen perjanjian setelah peradilan adat. Sedangkan proses peradilan adat tidak terdokumentasikan dengan baik.

"Ada sekedar hanya perjanjian. Meskipun kita MAA sedang mendorong agar peradilan adat itu terdokumentasikan," ungapnya.

Melalui momentum PKA VII inilah, sebutnya, MAA berharap model peradilan adat ini di tingkat gampong bisa lebih masif. Perselisihan di tingkat gampong bisa diselesaikan dengan baik, sehingga ketertiban dan keamanan di gampong terjamin.

Sumber: https://www.merdeka.com/peristiwa/peudame-ureung-tradisi-mendamaikan-sengketa-di-aceh.html

#SBJ

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Dari Rendang Hingga Gudeg: 10 Mahakarya Kuliner Indonesia yang Mengguncang Lidah
Makanan Minuman Makanan Minuman
DKI Jakarta

1. Rendang (Minangkabau) Rendang adalah hidangan daging (umumnya sapi) yang dimasak perlahan dalam santan dan bumbu rempah-rempah yang kaya selama berjam-jam (4–8 jam). Proses memasak yang sangat lama ini membuat santan mengering dan bumbu terserap sempurna ke dalam daging. Hasilnya adalah daging yang sangat empuk, padat, dan dilapisi bumbu hitam kecokelatan yang berminyak. Cita rasanya sangat kompleks: gurih, pedas, dan beraroma kuat. Rendang kering memiliki daya simpan yang panjang. Rendang adalah salah satu hidangan khas Indonesia yang paling terkenal dan diakui dunia. Berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat, masakan ini memiliki nilai budaya yang tinggi dan proses memasak yang unik. 1. Asal dan Filosofi Asal: Rendang berasal dari tradisi memasak suku Minangkabau. Secara historis, masakan ini berfungsi sebagai bekal perjalanan jauh karena kemampuannya yang tahan lama berkat proses memasak yang menghilangkan air. Filosofi: Proses memasak rendang yang memakan waktu lama mela...

avatar
Umikulsum
Gambar Entri
Resep Ayam Goreng Bawang Putih Renyah, Gurih Harum Bikin Nagih
Makanan Minuman Makanan Minuman
Jawa Barat

Ayam goreng adalah salah satu menu favorit keluarga yang tidak pernah membosankan. Namun, jika kamu ingin mencoba variasi yang lebih gurih dan harum, ayam goreng bawang putih renyah adalah pilihan yang tepat. Ciri khasnya terletak pada aroma bawang putih yang kuat serta kriukannya yang renyah saat digigit. Resep ini juga sangat mudah dibuat, cocok untuk menu harian maupun ide jualan. Bahan-Bahan Bahan Ayam Ungkep ½ kg ayam (boleh potong kecil agar lebih cepat matang) 5 siung bawang putih 4 siung bawang merah 1 sdt ketumbar bubuk 1 ruas kunyit (opsional untuk warna) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400 ml Bahan Kriuk Bawang 5–6 siung bawang putih, cincang halus 3 sdm tepung maizena ¼ sdt garam ¼ sdt lada Minyak banyak untuk menggoreng Cara Membuat Ungkep ayam terlebih dahulu Haluskan bawang putih, bawang merah, kunyit, dan ketumbar. Tumis sebentar hingga harum. Masukkan ayam, aduk rata, lalu tuang air. Tambahkan garam dan kaldu...

avatar
Apitsupriatna
Gambar Entri
Resep Ayam Ungkep Bumbu Kuning Cepat, Praktis untuk Masakan Harian
Makanan Minuman Makanan Minuman
Jawa Barat

Ayam ungkep bumbu kuning adalah salah satu menu rumahan yang paling praktis dibuat. Rasanya gurih, aromanya harum, dan bisa diolah lagi menjadi berbagai hidangan seperti ayam goreng, ayam bakar, hingga pelengkap nasi kuning. Keunggulan lainnya, resep ini termasuk cepat dan cocok untuk kamu yang ingin memasak tanpa ribet namun tetap enak. Berikut resep ayam ungkep bumbu kuning cepat yang bisa kamu coba di rumah. Bahan-Bahan ½ kg ayam, potong sesuai selera 4 siung bawang putih 5 siung bawang merah 1 ruas kunyit 1 ruas jahe 1 ruas lengkuas (geprek) 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 batang serai (geprek) 1 sdt ketumbar bubuk (opsional) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400–500 ml Minyak sedikit untuk menumis Cara Membuat Haluskan bumbu Blender atau ulek bawang merah, bawang putih, kunyit, jahe, dan ketumbar bubuk (jika dipakai). Semakin halus bumbunya, semakin meresap ke ayam. Tumis bumbu hingga harum Panaskan sedikit m...

avatar
Apitsupriatna
Gambar Entri
Konsep Ikan Keramat Sebagai Konservasi Lokal Air Bersih Kawasan Goa Ngerong Tuban
Cerita Rakyat Cerita Rakyat
Jawa Timur

Sumber daya air merupakan sebuah unsur esensial dalam mendukung keberlangsungan kehidupan di bumi. Ketersediaan air dengan kualitas baik dan jumlah yang cukup menjadi faktor utama keseimbangan ekosistem serta kesejahteraan manusia. Namun, pada era modern saat ini, dunia menghadapi krisis air yang semakin mengkhawatirkan (Sari et al., 2024). Berkurangnya ketersediaan air disebabkan oleh berbagai faktor global seperti pemanasan, degradasi lingkungan, dan pertumbuhan penduduk yang pesat. Kondisi tersebut menuntut adanya langkah-langkah strategis dalam pengelolaan air dengan memperhatikan berbagai faktor yang tidak hanya teknis, tetapi juga memperhatikan sosial dan budaya masyarakat. Salah satu langkah yang relevan adalah konservasi air berbasis kearifan lokal. Langkah strategis ini memprioritaskan nilai-nilai budaya masyarakat sebagai dasar dalam menjaga sumber daya air. Salah satu wilayah yang mengimplementasikan konservasi berbasis kearifan lokal yaitu Goa Ngerong di kecamatan Rengel,...

avatar
Muhammad Rofiul Alim
Gambar Entri
Upacara Kelahiran di Nias
Ritual Ritual
Sumatera Utara

Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...

avatar
Admin Budaya